Title : I'm Fine
Cast : Xi Luhan, Oh Sehun
Author : dobibee
Genre : Romance, angst
Length : Oneshoot
Disclaimer : Ff ini murni dari dobibee sendiri. Bukan jiplakan atau saduran. Cover juga buatan dobibee sendiri, jadi wajar kalau agak absurd haha. DO LEAVE A COMMENT, DON'T BE A PLAGIARISM, COPY OR TAKE MY STORY? IJIN DULU, JANGAN LUPA SERTAKAN CREDIT.
Angin
musim semi berhembus pelan. Pria itu berjalan menyusuri jalanan yang dulu
sering ia lewati bersama kekasihnya. Dulu sebelum kekasihnya meninggalkannya.
Ia tahu ini semua salahnya. Karena keegoisannya. Tangannya membawa sebuah foto
berbingkai manis. Sesekali dipandangnya foto itu sambil menyunggingkan senyum
diiringi lelehan air mata.
“
Beri aku kesempatan kedua, Luhan. “
---
Sehun mematikan komputer di meja
kantornya yang sudah menyala sejak pukul 9 pagi tadi. Ia melihat jam tangan silver
yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Pukul 9 malam. Berarti ia sudah
12 jam di kantornya. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang. Ia benar-benar lelah.
“
Kau benar-benar gila kerja, Sehun. Aku saja sudah pulang sejak pukul 5 tadi. “
“
Kalau bukan karena Tuan Lee mengomeliku tadi, aku tidak sudi lembur sampai
selarut ini. “
Sehun duduk di samping Jongin.
Mereka berdua memang bekerja di kantor yang sama. Jongin menjemput Sehun karena
tadi pria berambut pirang itu menelponnya dan memintanya menjemput. Jongin langsung mengiyakan dan menjemput
Sehun dengan mobilnya.
“
Mau minum dulu? “ tawar Jongin.
“
Boleh. “
Jongin lantas menjalankan
mobilnya menuju sebuah club yang biasa mereka kunjungi. Begitu sampai, Jongin
mematikan mesin mobilnya. Sehun melepas safety beltnya dan turun dari mobil
Jongin. Segera mereka memasuki club itu. Suara dentuman musik disko yang keras
langsung menyambut mereka. Jongin dan Sehun memesan segelas wine ringan.
“
Aku ingin mengundurkan diri dari kantor itu. “ ujar Sehun.
“ Mwo?
Bukannya beberapa bulan lagi kau akan menikah? “ Jongin terkejut mendengar
penuturan Sehun.
“
Uang tabunganku sudah cukup untuk menikah dengan Riyu. “
“
Pertimbangkan baik-baik, Sehun. Kau sudah 4 tahun bekerja di perusahaan itu.
Tentu kau sudah sangat mengenal bagaimana karakter Lee Yoonjong. “
“
Tapi tua bangka itu selalu seenaknya sendiri. “
“
Tentu saja. Dia pemilik perusahaan itu. “
Sehun meneguk wine miliknya saat
ekor matanya menangkap bayangan sosok yang sangat tidak asing baginya. Di
tengah lantai dansa, bersama seseorang mereka berdua berpelukan dan menikmati
alunan musik yang keras.
“
Sehun, apa yang kau lihat? “
“
Bukankah itu Riyu? “
“
Riyu? “
Jongin menyipitkan matanya.
Benar. Itu Riyu. Calon istri Sehun. Tapi bersama pria lain.
“
Sehun, apa yang akan kau lakukan? “ tanya Jongin panik saat melihat Sehun
berdiri dan melipat lengan kemejanya sampai ke batas siku.
“
Memberi sedikit pelajaran. “
Sehun menghampiri wanita yang ia
yakini sebagai Riyu. Dan saat mereka berhadapan, wanita itu terkejut sampai
menutup mulutnya.
“
Se… Sehun. Apa yang kau lakukan di sini? “
“
Seharusnya aku yang bertanya, apa yang kau lakukan di sini? “
“ A…
aku… “
“
Lupakan pernikahan kita. Aku sudah selesai denganmu. “
---
Sudah 5 hari Sehun tidak berangkat
kerja. Pikirannya masih kacau setelah melihat apa yang Riyu lakukan malam itu. Setiap
malam ia selalu pergi ke club untuk mabuk-mabukan. Meskipun Jongin sudah
berusaha keras untuk melarangnya, yang ada Sehun malah mengamuk. Jadi Jongin
tidak bisa menahannya lagi.
“
Aku sakit hati. “ itu alasan yag selalu Sehun utarakan pada Jongin. Dan Jongin
hanya bisa merasa iba. Apalagi Tuan Lee memutuskan untuk memecat Sehun.
Kehidupan Sehun bertambah buruk. Uang tabungan yang semula akan ia gunakan
untuk menikah dengan Riyu semakin lama semakin berkurang karena Sehun gunakan
untuk berfoya-foya sedangkan ia sama sekali tidak mempunyai penghasilan.
“
Berhentilah seperti ini, Sehun. Kau bisa kehabisan uang. “
“
Biar saja. Aku tidak masalah jika aku harus menjadi gelandangan. “
“
Bicara apa kau ini? “
“
Sudahlah, Jongin. Jangan cegah aku. “
Jongin akhirnya memutuskan untuk
membiarkan Sehun sementara waktu. Sehun ingin sendiri. Namun jika suatu saat
Sehun membutuhkan pertolongan, maka Jongin akan ada di sana untuk membantunya
---
Sehun merasa ada yang berubah
dari dirinya. Setiap kali ia melihat wanita, maka di dalam hatinya akan muncul
perasaan benci. Benci yang teramat sangat. Mungkin karena rasa sakit hatinya
yang terlalu dalam karena Riyu. Riyu sudah mengubahnya sampai sejauh ini.
Sampai ia membenci sosok bernama wanita.
“
Satu gelas wine. “
Sehun menoleh pada arah suara di
sampingnya. Ia memperhatikan orang yang kini berdiri tepat di samping kanannya.
Dari ujung kepala sampai ujung kaki. Orang itu meneguk gelas wine miliknya
dengan tenang. Ia melirik sekilas pada Sehun. Ia tahu bagaimana cara Sehun
memperhatikannya. Ia tidak merasa risih. Justru tersenyum tipis.
“
Ada masalah? “ tanya orang itu. Astaga suaranya lembut sekali.
“
Tidak ada. “
Sehun membuang muka. Kini
giliran dirinya yang diperhatikan oleh orang itu.
“
Ada apa? “ tanya Sehun gusar.
“
Namaku Xi Luhan. Senang bertemu
denganmu.
---
Sehun melirik jam digital yang
ada di mobilnya. Pukul setengah 10 malam. Jalanan belum juga sepi. Sehun
menginjak pedal gasnya lebih dalam. Ia ingin segera ke Lava Club. Menemui
seseorang yang bernama Xi Luhan. Mereka berjanji untuk kembali bertemu di sana.
Begitu sampai, Sehun memarkirkan mobilnya dan segera masuk ke Lava Club. Di tempat
mereka bertemu kemarin, Sehun menunggu kedatangan Luhan. 5 menit kemudian,
Sehun merasa seseorang menepuk bahu kirinya. Pria berambut pirang itu menoleh
dan senyumnya mengembang.
“
Sudah lama? “ sepasang mata berbinar itu sangat indah di tengah kilatan cahaya
di club ini.
“
Tidak. Baru 5 menit. “
“
Kau sudah memesan? “
“
Belum juga. “
“
Kalau begitu ayo kita pesan minum. “
Orang itu –Xi Luhan lantas
memesan sebotol wine untuk ia dan Sehun. Mereka duduk bersebelahan di meja
bartender. Jika bertemu, yang mereka lakukan hanyalah mengobrol. Jika pulang
dari club, mereka akan berhenti sebentar di sepanjang jalanan yang mulai sepi.
“
Berapa usiamu, Sehun-ssi? “
“
Aku? Memangnya kenapa? “
“
Tidak. Hanya ingin bertanya. “
“
Yang jelas lebih dari 20 tahun. “
Luhan terkekeh pelan mendengar
jawaban Sehun. Ia kembali meneguk gelas di hadapannya. Baru 3 hari ia mengenal
Sehun dan ia sudah merasa tertarik dengan pria ini. Tatapan matanya yang dingin
menusuk, cara bicaranya, semuanya sangat misterius dan membuat Luhan semakin
penasaran dengan orang ini.
Hampir setiap hari Sehun dan
Luhan bertemu di Lava club. Lama-kelamaan, mereka bosan dengan suasana club
yang itu-itu saja. Akhirnya Luhan mengajak Sehun bertemu di sebuah café yang
suasananya lebih ramah bagi telinga.
“
Aku tidak terbiasa dengan kopi. “
“
Lama-kelamaan kau juga akan terbiasa. Dulu aku juga tidak terbiasa dengan wine.
Namun aku banyak membaca kalau wine itu tidak baik untuk tubuh jika diminum
dalam jangka waktu yang lama. “
“
Lantas? “
“
Aku ingin berhenti minum. “
“
Konyol sekali. “
“
Itu tidak konyol. Aku masih sayang pada diriku sendiri. “
Sehun hanya mendengus. Saat di
café Sehun hanya memesan segelas jus jeruk. Sementara Luhan lebih memilih
espresso. Sambul mengaduk jus jeruknya, Sehun memperhatikan Luhan dengan
saksama. Pria ini tidak lebih tinggi darinya. Bahkan lebih pendek. Rambutnya
berwarna coklat terang. Satu hal yang paling menarik dari Luhan adalah matanya.
Luhan memiliki mata yang sangat indah.
“
Kau sudah punya pacar? “ tanya Luhan saat ia menyadari Sehun memperhatikannya
–untuk kesekian kalinya.
“
Aku putus dengan pacarku. Belum lama. “
“
Kenapa? Dia selingkuh dengan pria lain? “
“
Dan aku melihatnya sendiri. “
“
Tidak ingin cari lagi? “
“
Aku muak dengan wanita. “
“
What? “
“
Aku tidak tertarik untuk berpacaran. Untuk sementara ini. “
“
Aku juga muak dengan wanita. “
Sehun ternganga dengan ucapan
Luhan. Jadi mereka mempunyai latar belakang yang sama. Pengkhianatan. Keduanya sama-sama
pernah dikecewakan oleh makhluk bernama wanita.
“
Aku bahkan sudah bertunangan. Rencananya kami akan menikah awal tahun depan.
Tapi… “
“
Tapi kenapa? “
“
Aku hidup tanpa orang tua. Bahkan sejak kecil aku tidak tahu siapa orang tuaku.
Aku hidup di panti asuhan sampai aku lulus SMA. Lantas aku memutuskan untuk
kerja paruh waktu sambil melanjutkan kuliah. Aku kuliah dengan uang jerih
payahku sendiri. Lantas di semester ke-2, aku bertemu dengan seorang pengusaha.
“
“
Siapa namanya? “
“
Ah, tidak usah kusebut. Orang itu bersama istrinya lantas mengadopsiku sebagai
anaknya. Aku mau-mau saja. Akhirnya aku tinggal di rumah mereka. Rumah yang
sangat mewah. Segala fasilitas ada. Aku bahkan tidak perlu bekerja untuk
membiayai kuliahku. Mereka memberikanku mobil. Membiayai kuliahku sampai aku
mendapat gelar sarjana. “
“
Mereka orang yang baik. “
“
Hanya ibu angkatku yang baik. Tapi tidak dengan ayah angkatku. “
“
Bagaimana bisa? “
“
Saat kuliah semester 4, aku berpacaran dengan seorang gadis. Aku mencintainya
setengah mati. Apapun kuberikan agar ia bahagia di sisiku. Hingga kami lulus
dan bekerja di kantor yang sama. Tapi aku tidak mau bekerja di perusahaan yang
dipimpin ayah angkatku. Kami berpacaran selama hampir 5 tahun. Dan tiba-tiba
saat aku pulang dari kantor pukul 10 malam… “
“
Apa yang terjadi? “
“
Aku melihat ayah angkatku tidur dengan kekasihku. “
---
Sehun melepas jaket kulit
hitamnya lantas menggantungnya di dekat almari. Ia merebahkan diri di atas
tempat tidurnya yang empuk. Cerita Luhan tadi masih terekam jelas di kepalanya.
Setiap kata demi kata masih ia ingat dengan baik. Ia tidak menyangka Luhan
penah mengalami pengkhianatan yang jauh lebih menyakitkan dari dirinya.
Tiba-tiba timbul keinginan dalam diri Sehun untuk mengenal Luhan lebih jauh.
Setiap hari Sehun berusaha agar bisa bertemu dengan Luhan. Dan Luhan selalu
mau. Mereka bertemu di suatu tempat. Kadang di café, di restaurant atau di
sebuah mall. Yang mereka lakukan hanya mengobrol. Lebih mengenal satu sama
lain. Sehun merasa nyaman jika ia menatap wajah Luhan.
Luhan memiliki wajah yang cantik
meskipun ia adalah seorang pria. Senyumnya sangat manis. Dan senyuman seorang
Luhan mampu menghangatkan hati Sehun. Memberikan warna baru dalam hidupnya.
Membuat Sehun kembali bersemangat dan akhirnya Sehun memutuskan untuk kembali
mencari sebuah pekerjaan. Sebuah keberuntungan karena Sehun langsung di terima
di sebuah perusahaan financial yang lumayan maju.
Gaji yang ia terima setiap bulan
cukup untuk makan sehari-hari dan memperpanjang sewa apartemennya. Sehun
kembali merasa ‘hidup’. Dan yang membuatnya merasa semakin lengkap adalah
karena ia semakin sering bertemu dengan Luhan. Kebetulan kantor tempat mereka
bekerja satu arah. Sebelum berangkat, Sehun terlebih dahulu menjemput Luhan dan
mengantarnya ke tempat kerja. Kegiatan ini berulang selama hampir 6 bulan.
Setiap akhir pekan, mereka berdua pergi ke perpustakaan kota. Tentu saja Luhan
yang mengajak. Karena Sehun bukanlah tipe pembaca. Ia tidak suka membaca buku.
“
Bermain game lebih menyenangkan. “ sahutnya jika setiap kali Luhan menyuruhnya
membaca.
“
Buku adalah jendela dunia. “
“
Aku pernah mendengar itu dari guruku saat aku SD. “
Bukannya kesal, Luhan justru
tertawa geli. Sehun selalu menjawab perkataannya dengan kata-kata yang
menurutnya unik. Ia belum pernah bertemu orang seperti Sehun. Seseorang yang
begitu acuh dengan ucapan orang lain. Orang yang selalu mengikuti kata hati dan
menetap pada pendiriannya.
Hari ini mereka berdua tidak
bekerja karena ini hari minggu. Seperti biasanya mereka menghabiskan waktu
dengan pergi jalan-jalan. Saat hari beranjak malam, mereka makan di sebuah
restaurant China. Luhan mengatakan kalau ia merindukan makanan dari kampung
halamannya itu.
“
Berapa lama kau tidak pulang ke China? “ tanya Sehun sambil mengaduk mie yang
mengepulkan asap itu.
“ Sekitar
8 tahun. “
“
Lama sekali? “
“
Aku masih belum ingin pulang. “
“
Kenapa? “
“
Hatiku sudah melekat di Korea. “
Sehun tersenyum mendengar
penuturan Luhan. Tiba-tiba ia menatap ada perubahan dalam cara Luhan memandang.
Pria mungil itu seperti fokus akan sesuatu. Karena penasaran, Sehun melihat apa
yang sudah menarik perhatian Luhan. Matanya melihat sepasang pria dan wanita.
Pria paruh baya duduk berhadapan dengan seorang wanita yang masih muda. Sepertinya
usia mereka terpaut jauh. Sehun melirik Luhan sekilas. Tangan pria itu meremas
selembar tisu yang ada di atas meja.
“
Luhan? “
“
Ayo pergi dari sini. “
Luhan berdiri lantas
meninggalkan tempat itu. Sehun segera menyusulnya. Sesampainya di mobil, Luhan
tidak melakukan apa-apa. Dia hanya berdiri di samping mobil.
“
Ayo pulang. “
Tanpa menunggu persetujuan
Sehun, Luhan masuk ke mobil. Sehun hanya menggelengkan kepalanya lantas ikut
masuk ke mobil. Karena sekarang memakai mobil Sehun, Sehun mengajak Luhan ke
apartemennya. Begitu sampai di apartemen, Sehun mengambilkan Luhan segelas air
putih dingin.
“
Siapa mereka? “ tanya Sehun hati-hati.
“
Mereka yang sudah menghacurkan perasaanku. “
“ Ayah
angkatmu? “
“
Aku tidak menyangka mereka masih berhubungan. Kupikir wanita itu mendekati
ayahku hanya untuk menguras hartanya. “
Sehun menatap Luhan dengan
nanar. Tampak kalau pria itu mulai menitikkan air mata. Seolah-olah mendapat
perintah dari hatinya, Sehun menarik Luhan ke pelukannya. Dan tanpa ia duga
Luhan memeluknya dengan erat dan tersedu-sedu di sana.
“
Kau masih punya aku, Luhan. “
---
Semakin hari, intensitas Luhan
dan Sehun untuk saling bertemu menjadi semakin besar. Sepulang dari kantor,
Luhan selalu menyempatkan diri untuk mampir ke apartemen Sehun atau sebaliknya.
Mereka merasa saling memiliki dan membutuhkan. Hingga akhirnya mereka yakin
akan perasaan yang selama ini mereka rasakan. Yang selalu membuat malam-malam
mereka dipenuhi oleh impian dan harapan akan kebersamaan. Perasaan itu;cinta.
---
Sehun membuka matanya perlahan.
Di sampingnya, Luhan masih terlelap. Sehun menatap wajah malaikat di sampingnya
itu. Segurat senyum terukir di bibirnya.
“ I
love you, Lulu. “
Sehun lantas mengecup pucuk
kepala Luhan dan beringsut turun dari tempat tidur. Pukul setengah 7 pagi.
Sehun bergegas mandi dan mempersiapkan keperluannya bekerja. Saat Sehun masih
menyisir rambutnya, Luhan terbangun.
“
Sehun… “
“
Kau sudah bangun, Lulu? “
“
Kenapa kau tidak membangunkanku? “
“
Maaf. Aku tidak ingin mengganggu tidurmu. “
“
Akan kubuatkan sarapan. “
“
Tidak usah. Lebih baik kau juga bergegas mandi. Kita makan berdua di luar saja.
“
Luhan tersenyum. Ia lantas
meraih handuk miliknya dan menuju kamar mandi. Saat ia berjalan melewati Sehun
yang masih mengancingkan lengan kemejanya, Luhan mengecup pipi Sehun singkat.
“ I
love you. “
Dan ia berlari ke kamar mandi.
---
Luhan masih duduk di sofa sambil
menonton drama di tv. Berkali-kali ia melirik jam kecil di atas meja. Sudah
pukul 11 malam. Tapi Sehun-nya belum juga pulang. Ia cemas. Penuh rasa
khawatir. Hal-hal buruk mulai masuk ke dalam pikirannya. Bagaimana kalau
Sehun-nya kecelakaan? Atau dirampok di tengah jalan? Bagaimana kalau Sehun-nya
celaka?
Luhan kembali mencoba
menghubungi ponsel Sehun. Namun tidak juga aktif. Luhan menggigit bibir
bawahnya.
“
Sehun kau kemana? Kenapa kau belum juga pulang? “
Tiba-tiba pria mungil itu
dikejutkan oleh suara dentingan bel dari luar. Segera ia buka pintunya. Dan
begitu melihat siapa yang datang, Luhan langsung memeluk orang di hadapannya.
“
Syukurlah kau tidak apa-apa. “
“
Luhan, apa yang terjadi? “
Luhan tidak menjawab. Ia justru
menangis sesenggukan. Sehun mengusap kepala kekasihnya itu dan membimbingnya
masuk ke dalam. Luhan belum juga melepaskan pelukannya. Sehun juga tidak
berusaha melepaskan diri. Pelukan dari Luhan adalah hal terindah yang pernah ia
rasakan.
“
Aku mengkhawatirkanmu. Mengapa kau pulang selarut ini? “
“
Maaf. Ada banyak pekerjaan di kantor. “
“
Mengapa ponselmu tidak aktif? “
“
Umm, baterainya habis. Aku lupa tidak membawa charger. “
“
Bodoh. “
Sehun tertawa kecil. Luhan
menenggelamkan wajahnya di dada Sehun yang masih tertutup kemeja birunya.
“
Aku mencintaimu, Sehun. “
“
Aku lebih mencintaimu, Lulu. Jangan pernah pergi dariku. “
“
I’ll never. “
Sehun mengangkat dagu Luhan.
Lantas ia kecup bibirnya yang mungil itu. Luhan diam saja. Sehun menekan
tengkuk Luhan dan menciumnya lebih dalam. Luhan melingkarkan kedua tangannya di
Leher Sehun. Setengah mati ia mencintai pria ini. Apapun akan ia berikan agar
Sehun tetap menjadi milikinya.
“ I
love you.. “ bisik Sehun di tengah ciumannya. Luhan hanya mengangguk dan
tersenyum. Perlahan Sehun membimbing pria mungilnya ke tempat tidur dan
merebahkannya. Di tatapnya wajah Luhan yang nampak tegang.
“
Kau tegang? “ bisik Sehun.
“
Sedikit. “
Luhan menutup matanya saat Sehun
kembali mendekatkan wajahnya. Perlahan Luhan mulai hanyut dengan apa yang
dilakukan Sehun. Jantungnya berdetak sangat cepat. Begitu pula dengan Sehun. Ia
sendiri sangat gugup. Tapi rasa cintanya pada Luhan mengalahkan semua gugup dan
lelahnya. Dan apartemen Sehun ini menjadi saksi kedua insan itu menyatu dalam
cinta. Dunia harus tahu betapa besar cinta mereka. Kalaupun dunia menolak
mereka, setidaknya mereka masih saling memiliki. Dan itu bisa membuat mereka
merasa masih berarti.
---
Sudah 4 bulan Luhan dan Sehun
tinggal bersama. Apartemen Sehun memang bukan apartemen mewah dengan biaya sewa
selangit. Namun itu sama sekali tidak menjadi masalah bagi Luhan untuk tinggal.
Baginya Sehun adalah segalanya.
“
Aku rela tidur di bawah langit asalkan denganmu. “
Setiap pagi mereka sarapan
bersama, berangkat ke kantor bersama. Saat akhir pekan mereka jalan-jalan
menghabiskan sore. Dan bila malam tiba, mereka saling berbagi kehangatan. Luhan
sudah terbiasa dengan Sehun. Ia hapal benar apa yang menjadi kesukaan Sehun dan
apa yang dibencinya. Sehun sangat mencintai Luhan begitu pula sebaliknya.
“
Sehun, kau lelah. Jangan paksa dirimu. “ ujar Luhan sambil mengusap wajah
Sehun.
“
Tidak. Aku menginginkannya. “
“
Tapi kau baru saja pulang. “
“
Kau kenapa, Luhan? Apa kau tidak mau lagi kusentuh? “
“
Bu… bukan begitu. Aku hanya khawatir. “
“
I’m fine. Jangan menolakku, Luhan. “
Luhan mengangguk. Ia meraih
tengkuk Sehun dan mencium bibirnya. Ia tidak mau Sehun kecewa. Jadi ia akan
lakukan apapun untuk menyenangkan Sehun.
Meskipun
tidak lama, namun Sehun cukup puas. Ia memang kelelahan. Tapi ia rindu pada
Luhan. Seusai proses penyatuan cinta yang sebentar itu, mereka berdua berbaring
dalam balutan selimut. Luhan
menyandarkan kepalanya dalam dekapan Sehun. Tangan Sehun memainkan rambut
coklat Luhan. Keduanya menatap langit-langit apartemen.
“
Luhan, “
“
Ne? “
“
Apa kau pernah merasa menyesal karena mencintaiku? “
“
Mengapa kau bertanya seperti itu? “
“
Aku hanya… “
“
Atau jangan-jangan kau yang menyesal karena mencintaiku? “
“
Tidak, Luhan. Tidak seperti itu. “
“
Aku rela dijauhi oleh semua orang di tempat kerja. Dianggap aneh karena aku
mencintai seorang pria. Aku dihina oleh mantan kekasihku. Semua orang
menganggapku punya kelainan jiwa. Tapi aku mengabaikannya. Karena apa? Karena
aku mencintaimu, Sehun. Karena aku hanya merasa memilikimu. Jangan pernah
bertanya padaku seperti itu lagi. “
“
Maaf.. “
Sehun memeluk Luhan yang sudah
menangis. Ia menyesal. Ia sudah berkali-kali melontarkan pertanyaan yang
membuat Luhan menangis. Dan yang lebih menyayat hatinya adalah Luhan tetap
mencintainya. Luhan tidak pernah marah padanya. Apapun yang Sehun minta selalu
Luhan berikan.
“
Sehun, kalau kau bertanya apa arti dirimu bagi diriku, maka aku akan menjawab
kalau kau adalah nyawaku. Kalau kau pergi, aku pasti akan mati. “
“
Dan aku tidak akan pernah pergi darimu, Luhan. “
“
Kau berjanji? “
“
Aku berjanji.
---
Tak terasa sudah hampir 2 tahun
mereka menjalin cinta. Cibiran dari orang-orang sekitarnya adalah makanan
mereka sehari-hari. Namun mereka selalu memuntahkannya. Sehun selalu meyakinkan
Luhan kalau orang-orang itu hanyalah orang-orang yang iri.
“
Mereka tidak bisa mendapatkan kebahagiaan seperti yang kita dapatkan, Lulu. Kau
tidak usah memikirkannya. Abaikan saja perkataan mereka. “
“
Kau segalanya, Sehun. “
Kinerja Sehun di kantornya
berkembang pesat semenjak ia berhubungan dengan Luhan. Baginya Luhan adalah
segalanya. Ia bekerja sebaik-baiknya agar bisa menjadi pendamping yang baik
untuk Luhan. Jika suatu saat ada yang mau menikahkan mereka, maka Sehun akan
menikahi Luhan. Membangun dunia mereka sendiri. Tidak boleh ada orang lain yang
masuk atau bahkan mengusik dunia mereka. Karena Luhan adalah dunianya. Luhan
adalah hidupnya.
Dan berkat kerja kerasnya, Sehun
diangkat sebagai manajer pemasaran. Sebelumnya, Direktur Junmyun
mempromosikannya besar-besaran. Dan setelah melalui berbagai pertimbangan,
akhirnya diambillah keputusan besar itu. Kini Sehun bekerja di ruangannya
sendiri. Ruangan yang lebih nyaman. Ia tidak harus berbagi ruangan dengan
karyawan lainnya. Ruang sekretarisnya juga terpisah dari ruangannya.
Namun disamping kebahagiaan,
harus ada sesuatu yang dikorbankan.
Di
pertengahan tahun ketiga, Luhan jatuh sakit. Badannya menggigil keras. Demamnya
sangat tinggi.
“
Luhan, ayo kita ke dokter. “ ajak Sehun.
“
No. I’m fine. “
“
No. you’re not. Kau harus segera mendapat obat agar sakitmu sembuh. “
“
Kau ada di sampingku itu sudah menjadi obat, Sehun. “
“
Tidak. Selama ini kau sudah mengabaikan perintahku. Tapi kuharap tidak untuk
yang ini. Ayolah, Luhan. Kau harus sembuh. “
“
Aku tidak kuat untuk bangun. “
Sehun lantas mengambil pakain
hangat untuk Luhan dan mengganti baju kekasihnya. Ia lilitkan sebuah syal di
leher Luhan. Setelah Luhan ganti pakaian, Sehun menyangga lengan luhan.
Kekasihnya benar-benar lunglai. Tubuhnya lemas sama sekali. Dengan berbagai
usaha, Sehun menggendong Luhan di punggungnya.
“
Badanmu panas sekali, Lulu. “
“
Benarkah? Aku merasa kedinginan. “
Sehun mengambil kunci mobil dan
dompetnya. Ia keluar dari apartemennya menuju parkiran mobil –dengan masih
menggendong Luhan. Begitu sampai di mobil, Sehun memasukkan Luhan ke mobilnya
dan ia segera membawa kekasihnya ke rumah sakit.
Mereka sampai di rumah sakit.
Sehun kembali menggendong Luhan ke ruang Instalasi Gawat Darurat agar Luhan
bisa secepatnya mendapat pertolongan pertama. Sehun tidak diperkenankan masuk
kesana. Ia harus menunggu di luar. Ia sempat mendebat perawat kalau ia harus
mendampingi kakaknya –karena Sehun tidak mungkin mengatakan kalau orang itu
adalah kekasihnya. Namun perawat itu tetap melarang Sehun.
“
Anda percayakan saja kakak anda kepada kami. “
Akhirnya Sehun menyerah. Ia
duduk di ruang tunggu dengan penuh kecemasan. 20 menit kemudian seorang dokter
menghampiri pria berambut pirang itu.
“
Bagaimana keadaan Luhan? “
“
Tuan Xi Luhan saat ini sudah mendapat pertolongan pertama. “
“
Apa penyakitnya? “
“
Kami masih melakukan tes darah terhadapnya. Dugaan sementara, Tuan Xi terserang
demam berdarah. Ia juga menderita anemia akut. “
Sehun menutup wajahnya dengan
telapak tangan. Mengapa Luhan harus seperti ini?
“
Boleh saya melihat keadaannya? “
“
Silakan. “
Sehun membungkukkan badannya
lantas bergegas menghampiri Luhan. Di hadapannya, Luhan masih terbaring lemah
di atas tempat tidur. Di tangan kirinya terdapat sebuah selang kecil yang
terhubung dengan botol infus.
“
Sehun.. aku baik-baik saja. “
“
Tidak. Kau tidak baik-baik saja. “
“
Aku ingin pulang. “
“
Tidak, Lulu. Kau harus dirawat. Setidaknya selama 10 hari. “
“
Tapi… “
“
Tapi kau harus sembuh. “
Luhan memalingkan wajahnya. Ia
sebenarnya tidak mau seperti ini. Merepotkan Sehun dan membuatnya khawatir.
“
I’m sorry. “
“
What? “
“
Aku selalu merepotkanmu, Sehun. “
Sehun menggenggam tangan Luhan.
Secara perlahan, Luhan menolehkan wajahnya pada Sehun. Ditatapnya wajah
kekasihnya itu. Ada perasaan cinta yang teramat besar yang terpancar dari sorot
matanya dan Luhan bisa merasakan itu.
“ I
love you. “
Sehun lantas mengecup kening
Luhan dengan lembut.
“
I’ll beside of you. Forever. I’ll never leave you alone. “
“
You promise? “
“ I
promise. “
---
Sehun meminta Luhan dirawat di
ruang VIP. Meskipun Luhan sempat menolak dan meminta dirawat di kelas 2, Sehun
tetap kukuh dengan pendiriannya.
“
Aku ingin kau cepat sembuh. “ itu alasan yang selalu diutarakan Sehun. Dan yang
bisa dilakukan Luhan hanyalah menurut.
Selama
Luhan dirawat, Sehun ikut menginap di rumah sakit. Saat pulang kerja, Sehun
membelikan buah-buahan atau kue kesukaan Luhan. Saat malam, Sehun tidak pernah
tidur mendahului Luhan. Ia baru tidur setelah memastikan Luhan sudah terlelap.
Sementara setiap tengah malam,
Luhan selalu terbangun. Ia menyaksikan Sehun tertidur di sofa yang ada di sudut
kamar. Dan bisa dipastikan Luhan selalu menitikkan air mata. Jika sudah begitu,
maka Luhan akan turun dari tempat tidurnya. Mengecup kening Sehun dan
menyelimuti Sehun dengan selimut cadangan yang diminta Luhan pada seorang
perawat. Dan keesokan harinya, Sehun akan bingung darimana selimut itu berasal.
“
Seingatku aku tidak memakai selimut. “
“
Mungkin kau lupa. “
Dan itu terus berlanjut sampai
Luhan boleh pulang keesokan harinya.
---
Sehun membuka pintu
apartemennya. Luhan agak terkejut karena tidak kotor.
“
Aku menyewa orang untuk membersihkan tempat ini selama kita tidak di rumah. “
Luhan hanya tersenyum. Tubuhnya
masih terasa lemas. Wajahnya juga masih pucat. Luhan langsung menuju tempat
tidur dan merebahkan diri di sana.
“
Lulu, kau kenapa? “
“
Aku masih lemas. Bolehkah aku tidur? “
“
Tentu saja. “
“
Sehun? “
“
Ya? “
“
Maukah kau menciumku? “
Sehun tersenyum mendengar
pertanyaan Luhan. Ia lantas menghampiri kekasihnya dan mencium bibirnya. Lama
dan lembut.
“
Tidurlah. Kau belum pulih benar. “
Luhan mengangguk lantas
memejamkan matanya.
Selama
masa pemulihan, Sehun benar-benar memperhatikan Luhan. Ia selalu membelikan
makanan sehat untuk Luhan. Mengontrol jadwal minum obat bagi Luhan. Luhan juga
berusaha makan dengan banyak karena ia kehilangan banyak berat badan. Ia ingin
cepat sembuh. Ia tidak mau Sehun terus mengkhawatirkannya. Ia ingin seperti
dulu. Selalu bahagia dengan Sehun.
---
“
Minggu depan? “
Luhan yang masih membaca koran,
menoleh pada Sehun yang masih berbicara dengan Tuan Junmyun di telpon.
“
Tapi mengapa mendadak sekali, Sajangnim? Hh.. baiklah. Saya akan mulai
mempersiapkannya. Ne. “
“
Ada apa? “ tanya Luhan saat Sehun selesai dengan telponnya.
“
Minggu depan aku harus ke luar kota. Ada rapat direksi. “
“
Berapa lama? “
“ 2
minggu. “
“ 2
minggu? Lama sekali? “
Sehun menggigit bibirnya. Ia
sebenarnya tidak tega meninggalkan Luhan sendirian. Apalagi Luhan belum sembuh
benar. Tentu Luhan masih sangat membutuhkan Sehun.
“
Tidak apa. Itu tugas, Sehun. Kau harus menjalankan sebaik-baiknya. “
Sehun terkejut saat Luhan
berkata seperti itu, dengan menggenggam tangannya.
“
Kau yakin, Lulu? “ tanya Sehun lagi. Dan untuk kesekian kalinya, Luhan
mengangguk sambil tersenyum.
“
Terimakasih, Luhan. “
Akhirnya minggu depan itu tiba.
Sehun berkemas untuk dinasnya ke luar kota. Luhan membantunya menyiapkan
apa-apa saja yang Sehun butuhkan.
“
Jangan lupa makan. “ pesan Luhan.
“
Kau juga. Jangan lupa minum obatmu. Kalau kau tidur, pakai baju hangat. Aku
akan sering menelponmu. “
“
Aku akan merindukanmu, Sehun. “
“
Aku hanya pergi 2 minggu. “
Luhan mengangguk. Sehun lantas
menarik koper besarnya dan Luhan mengantar kekasihnya sampai ke ambang pintu.
“
Hati-hati, Sehun. “
Luhan menundukkan kepala untuk
menyembunyikan air matanya. Sehun lantas mengangkat dagu Luhan dan mencium
bibirnya. Dalam dan lama. Seusai mencium Luhan, Sehun memeluk pria mungilnya.
“
Jangan menangis, Luhan. Itu akan memperberat langkahku. “
“
Maaf. Aku hanya merasa akan sangat merindukanmu. “
“
Aku juga. Aku akan segera pulang. “
Luhan melepaskan diri dari
pelukan Sehun. Diusapnya air mata yang sudah membanjiri wajahnya.
“Hati-hati.
“
“ I
love you. “
“ I
love you too. “
Lantas sosok Sehun menghilang
perlahan dari hadapan Luhan. Luhan menutup pintu apartemen Sehun.
“
Awww.. “
Luhan menyentuh ulu hatinya yang
terasa nyeri. Ia sampai meringis kesakitan. Kenapa tiba-tiba rasa sakit muncul
tiba-tiba? Apakah ini karena ia akan ditinggal Sehun selama 2 minggu? Ya. Pasti
karena itu. Luhan lantas mengambil segelas air putih dan meminumnya. Namun ia
belum juga merasa lebih baik.
---
Dan tepat seperti apa yang
dikatakan Sehun. Setiap hari Sehun selalu menelpon Luhan. Minimal 5 kali
sehari. Hanya untuk memastikan keadaan Luhan. Apakah Luhan sudah makan, sudah
minum obat, istirahat cukup, dan percakapan mereka akan selalu diakhiri dengan
‘ I love you ‘.
Luhan memang selalu menuruti apa
yang diperintahkan Sehun. Ia sudah banyak makan. Sudah minum obat teratur.
Namun entah mengapa Luhan tidak juga merasa lebih baik. Bahkan Luhan merasa
semakin hari ia semakin kurus saja. Tubuhnya juga sering mengalami kelelahan
meskipun ia tidak melakukan kegiatan yang berat atau menguras tenaganya.
“
Sehun, kapan kau pulang? “
“
Besok. Ada apa? “
“
Tidak apa. Aku hanya… “
“
Luhan, are you okay? “
“
Yes. “
Luhan tiba-tiba sesak nafas.
Nafasnya memburu dengan cepat.
“
Sehun, sudah dulu, ya. “
“
Luhan… “
“ I
love you. “
Tanpa menunggu balasan I love you too dari Sehun, Luhan segera
mematikan ponselnya. Ia tidak mau Sehun khawatir. Setelah nafasnya normal
kembali, Luhan berbaring di tempat tidur. Ia tidak berani tidur. Takut nafasnya
berhenti secara tiba-tiba. Maka ia tidak akan bisa melihat Sehun lagi.
Selamanya.
Akhirnya Sehun pulang keesokan
harinya tepat pukul 10. Luhan sangat gembira. Hal yang ia lakukan pertama kali
adalah memeluk Sehun.
“
Luhan, kau demam lagi? “
Sehun menyentuh kening Luhan. Sedikit lebih hangat.
Namun Luhan justru tersenyum sambil menyingkirkan tangan Sehun dari keningnya.
“
Aku tidak apa-apa. “
“
Kau yakin? “
“
Sangat yakin. “
“
Sudah makan? “
“
Sudah. “
“
Minum obat? “
“
Sudah. “
“
Bagus. “
Luhan hanya tersenyum tipis.
“
Luhan, apakah ini hanya perasaanku saja, atau memang kau lebih kurus? “
“
Sehun, kau hampir 2 minggu tidak bertemu denganku. Aku baik-baik saja. “
“
Ah, kau benar. Itu hanya perasaanku saja. “
---
Meskipun sering mengatakan kalau
ia baik-baik saja, namun kenyataannya tidak begitu. Semakin hari, Luhan semakin
pasif. Ia bahkan memutuskan untuk keluar dari kantor tempatnya bekerja karena
merasa tidak sanggup lagi untuk bekerja. Sehun juga mengijinkannya resign.
Sehun menyadari ada yang berubah dari Luhan.
Setiap tengah malam, Sehun
selalu mendapati Luhan tengah berkeringat banyak. Padahal cuaca sedang dingin
dan mereka juga tidak sedang bercinta. Namun keringat mengucur deras dari
kening dan seluruh tubuh Luhan. Jika sudah begitu, Luhan akan tidur tanpa
selimut.
“
Kau mau kuajak jalan-jalan? “ tanya Sehun saat mereka masih sarapan.
“
Tentu saja. Aku sudah lama tidak jalan-jalan denganmu. “
Mereka bergegas mengganti
pakaian. Kebetulan ini hari minggu. Sehun mengajak Luhan jalan-jalan di taman
karena Luhan sangat menyukai suasananya. Sehun tidak lupa membawa camera
miliknya untuk mengabadikan foto mereka berdua. Setelah cukup jalan-jalan dan
berfoto, mereka singgah di sebuah café. Memesan 2 cangkir latte dan 2 potong
cheese cake.
“
Luhan, apa kau yakin tidak perlu pergi ke dokter? “ Sehun benar-benar cemas
dengan keadaan Luhan. Wajah Luhan sangat pucat. Ia juga menderita pilek.
“
Tidak apa. Kau jangan terlalu khawatir. “
“
Bagaimana bisa aku tidak khawatir? Keadaanmu sangat memprihatinkan, Lulu. “
“
Aku baik-baik saja. Aku hanya meminta kau jangan pergi jauh-jauh. “
Sehun mengangguk. Kali ini Luhan
benar-benar keras kepala. Ia tidak mau diajak ke dokter untuk memeriksakan
keadaannya. Sehun khawatir demam berdarah Luhan kambuh lagi. Karena jika tidak
segera ditangani, demam berdarah bisa menyebabkan kematian. Tentu Sehun tidak
mau Luhan meninggal karena demam berdarah.
Mereka pulang pukul 7 malam.
Sehun sudah mulai terbiasa dengan Luhan yang selalu tidur tidak pernah lebih
dari jam 9 malam. Dulu Luhan dan Sehun selalu tidur di atas jam 12 malam. Kini
mereka juga jarang sekali bercinta. Sehun tidak mungkin memintanya melihat
keadaan kekasihnya seperti ini. Membawa diri saja seolah tidak kuat. Bagaimana
bisa Luhan melakukan hal yang memerlukan banyak tenaga seperti itu?
Akhirnya Sehun ikut tidur lebih
awal. Ia merebahkan diri pukul 8 malam. Menarik selimut dan menutup tubuh
mereka berdua dengannya.
---
Sehun mendadak terbuka matanya saat
mendengar sesuatu mengusik tidurnya. Di sampingnya, Luhan masih mengejang kaku.
Tangannya mencengkeram selimut. Matanya terpejam rapat. Sehun panik setengah
mati. Ia berusaha membangunkan Luhan.
“
Luhan, bangunlah. Kau mimpi buruk? Luhan! Bangun, Sayang. Luhan. “
Sehun menepuk-nepuk pipi Luhan.
Namun usahanya sia-sia. Luhan tidak sedang mengalami mimpi buruk. Pria itu
dalam keadaan sadar. Tubuh Luhan semakin mengejang. Saat matanya terbuka, nafas
Luhan menjadi sesak. Mati-matian ia mengambil nafas.
“
Se… hunnn… “
Mengucapkan nama Sehun saja
sangat sulit. Sehun tidak tahu harus berbuat apa. Ia mulai menangis. Ia
benar-benar takut hal buruk akan menimpa Luhan.
“
Luhan… “
Setengah jam kemudian, keadaan
Luhan mulai membaik. Ia sudah tidak mengejang. Nafasnya sudah mulai teratur.
“
Sehun, maaf. “
Sehun langsung memeluk Luhan. Ia
pikir tadi Luhan sudah sekarat. Ia benar-benar ketakutan. Sehun sangat yakin
ada yang tidak beres dengan Luhan. Pria itu pasti sedang sakit parah.
“
Luhan, kau harus ke dokter. “
“
Tidak. “
“
Luhan mengapa kau begitu keras kepala? Kau tadi hampir mati, Luhan. Aku tidak
mau! “
Luhan memejamkan matanya. Ia
mengusap kepala Sehun. Ia justru tersenyum di sela tangis sesenggukan.
“
Aku bahagia denganmu, Sehun. Aku bahagia ada yang memperhatikanku dan
mencintaiku dengan tulus. “
“
Aku lebih bahagia kalau kau sembuh. Ayo kita ke dokter. “
“
Bisakah kau menunggu sampai besok pagi? Sekarang pukul 2 pagi. “
Sehun melepas pelukannya. Ia
menatap Luhan dalam-dalam.
“
Kau janji? “
“
Iya. “
Sehun tersenyum. Ia lantas
mencium singkat bibir Luhan. Ia usap kepala Luhan.
“
Kalau begitu tidurlah lagi. “
“
Aku takut tidur. “
“
Kenapa? “
“
Aku takut kalau aku tidur, aku tidak bisa bangun lagi. “
---
Luhan melingkarkan syal ke sekitar
lehernya. Hari ini ia dan Sehun akan pergi ke dokter lagi. Tiba-tiba ia
mendengar Sehun berbicara melalui ponselnya. Luhan menghela nafas. Mengapa
Sehun harus begini?
“
Ne. “
Sehun menutup teleponnya dan
menghampiri Luhan yang masih mematung di depan cermin.
“
Luhan, Maaf. Hari ini aku… “
“ Harus
ke luar kota. Aku tahu. “
“
Maaf, Luhan. “
“
Kau meminta maaf setiap hari. No wonder. “
“
Aku akan mengantarmu sampai ke rumah sakit. “
Luhan diam saja. Ia menyisir
rambutnya. Saat ia meletakkan sisirnya di meja, tanpa ia sadar ada beberapa
helai rambut yang tertinggal di sisirnya. Ia merapatkan baju hangat birunya.
“
Aku tidak apa-apa. Ayo kita pergi sekarang. “
Sehun menatap Luhan yang
berjalan mendahuluinya. Akhirnya ia mengikuti kekasihnya. Selama di mobil,
Luhan lebih banyak diam. Ia memilih melihat jalan yang ia lalui lewat kaca
samping mobil.
“
Luhan, kau marah padaku? “ tanya Sehun.
“
Kapan aku pernah marah padamu? “ Luhan balik bertanya tanpa menatap Sehun.
“
Tapi kau mendiamkanku. “
“
Aku hanya terlalu lemas untuk bicara. “
Sehun menutup mulutnya. Ia tahu
Luhan kecewa padanya. Ia memang patut didiamkan oleh Luhan. 20 menit kemudian
mereka sampai di rumah sakit. Sehun mematikan mesin mobilnya.
“
Jangan membuat janji kalau kau tidak bisa menepatinya. “ ujar Luhan sambil
melepas safety beltnya lantas turun dari mobil. Sehun bergegas menyusul Luhan.
“
Kau harus segera berangkat. Direktur menunggumu. “
“
Luhan, maaf. “
“
Tidak apa. Pergilah. Aku akan menemui dokter sendiri. “
“ I
love you, Luhan. “
Sehun lantas memeluk Luhan dan
mengecup keningnya. Ia tidak peduli meskipun beberapa orang menatap mereka
dengan ganjil.
“ I
love you too. “
“
Aku berjanji akan segera pulang. “
“
Aku sudah bilang jangan membuat janji kalau kau tidak bisa menepatinya. “
“
Kali ini akan kutepati. “
“
Aku banyak mengharapkan itu. “
Luhan lantas balik badan dan
masuk ke rumah sakit. Sehun hanya bisa menatap punggung Luhan yang perlahan
menjauh darinya. Lantas ia kembali ke mobil. Meninggalkan Luhan sendiri. Untuk
kesekian kalinya.
---
3
minggu kemudian
Sehun membuka pintu
apartemennya. Ia langsung mencari Luhan. Dan ia temukan Luhan masih membuat
segelas susu. Luhan tahu hari ini Sehun akan pulang. Dan begitu Sehun masuk,
Luhan sudah menyadari kehadirannya. Ia tidak kaget saat Sehun memeluknya dari
belakang.
“
Aku merindukanmu, Luhan? “
“
Benarkah? “
Sehun langsung melepas
pelukannya. Ia membalik tubuh Luhan agar menghadapnya. Ia tatap Luhan dengan
heran.
“
Kenapa kau bertanya seperti itu? Kau tidak merindukanku? “
“
Aku merindukanmu. Sangat. “
“
Lantas mengapa kau bertanya seperti itu? “
“
Rasa rinduku sangat besar, Sehun. Sampai aku tidak tahu seberapa banyak rasa
itu memenuhi hatiku. “
Luhan membawa segelas susu di
tangannya lantas duduk di ruang tamu besama Sehun. Mereka duduk bersebelahan.
“
Bagaimana hasil pemerikasaanmu? “ tanya Sehun sambil menatap Luhan yang masih
meneguk susu hangatnya.
“
Anemiaku kambuh. “
“
Demam berdarahmu? “
“
Tidak. Hanya anemia. “
“
Kau yakin? “
“
Iya. “
“
Lantas mengapa kau selalu kejang tengah malam? Tubuhmu juga berkeringat banyak.
“
“
Kata dokter perubaan suhu yang menyebabkan semuanya. Dia juga bilang aku
terlalu lelah. “
“
Tidak ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku ‘kan, Luhan? “
“
Tidak ada. “
“
Bisa kulihat dokumen hasil pemeriksaanmu? “
“
Ada di kamar. Kau boleh melihatnya. “
Sehun bergegas mengambil berkas
hasil pemeriksaan Luhan dan membacanya dengan cermat. Anemia Luhan memang sudah
akut. Dan itu membuat Luhan harus menenggak beberapa butir obat setiap harinya.
“
Aku akan sembuh dalam beberapa hari. “ Luhan berusaha meyakinkan Sehun. Namun
sangat jelas kalau Luhan tidak akan sembuh dalam waktu dekat
“
Bagaimana kalau aku meminta pada dokter untuk merawatmu di rumah sakit lagi? “
“
Tidak! “ Luhan langsung menolak.
Sehun mengangkat sebelah
alisnya. Ia sangat heran pada Luhan. Mengapa pria ini selalu menolak dengan
keras setiap kali diajak untuk berobat?
“
Aku tidak butuh mereka. Aku hanya butuh kau, Sehun. “
“
Luhan… “
“
Sehun, kumohon. Aku hanya butuh kau di sisiku. Jangan kemana-mana. “
Luhan menenggelamkan wajahnya
dalam pelukan Sehun. Ia kembali menangis. Sehun memeluk Luhan dengan erat.
“
Aku berjanji, Luhan. Aku tidak akan pergi. “
---
Dan seperti janji-janji Sehun
yang lainnya, Sehun tetap pergi. Ia tetap pergi jauh dari Luhan dalam waktu
yang lama. Seharusnya Luhan tahu, kekasihnya orang sibuk. Seharusnya ia tidak
terlalu menaruh harapan pada Sehun –agar tetap di sampingnya. Ia tahu itu tidak
akan mungkin.
Dan di penghujung musim gugur,
Luhan merasa ia tidak sanggup lagi. Ia tidak bisa bertahan. Tubuhnya semakin
ambruk. Pertahanannya rubuh saat dokter mengatakan semuanya.
---
Luhan melipat syal biru miliknya
dan memasukkannya ke dalam almari pakaian. Ia lantas membereskan tempat tidur,
meskipun sebenarnya tidak perlu dibereskan karena semalam ia tidur sendirian.
Sehun berada di luar kota 2 minggu belakangan ini. Tugas kantor memaksa Sehun
selalu berada di luar kota. Dan Luhan hanya bisa menelan rasa rindunya pada
pria jangkung yang sudah mengisi hidupnya selama hampir 3 tahun ini.
“
Sehun… “
“
Ada apa? “
“ I
miss you… “
Seusai berkata I miss you maka Luhan akan langsung
mematikan teleponnya. Ia tahu Sehun sibuk. Dan yang ingin Luhan katakan
hanyalah 3 kata itu. 3 kata sederhana yang sudah jarang Luhan dengar meluncur
dari mulut Sehun.
Saat masih membersihkan lantai
dengan vacuum cleaner, seseorang membunyikan bel pintu apartemen. Dengan
langkah lambat, Luhan membukakan pintu. Ditatapnya orang itu dengan sayu.
“
Ada yang bisa saya bantu? “ tanya Luhan ramah. Atau lebih tepatnya pelan.
“
Apakah anda Xi Luhan? “
“
Benar. Anda siapa? “
“
Saya Park Chanyeol. Teman Sehun. “
“
Ada perlu apa? “
“
Saya hanya ingin menyampaikan, masa kerja Sehun di Busan akan diperpanjang
sampai 4 bulan ke depan. Jadi mungkin selama 4 bulan itu Sehun tidak akan
pulang. “
Luhan termenung mendengar
penuturan Chanyeol. Kepalanya terlalu sakit untuk mencerna setiap kata yang
dituturkan Chanyeol.
“
Anda baik-baik saja, Tuan Xi? Anda terlihat kurang sehat. “
“
Tidak. Aku baik-baik saja. “
“
Dan saya kesini bermaksud mengambil pakaian Sehun dalam jumlah yang lebih
banyak. “
“
Jadi Sehun tidak akan pulang selama 4 bulan kedepan? “ Luhan mengulang apa yang
dikatakan Chanyeol dan Chanyeol menjawabnya dengan sebuah anggukan.
“
Um, pakaian Sehun ada di almari sana. Silakan anda ambil sendiri. Saya masih
terlalu lelah. “
“
Permisi. “
Chanyeol lantas menuju almari
pakaian milik Sehun dan Luhan. Ia mulai memasukkan pakaian Sehun ke sebuah koper
besar yang sudah ia bawa. Sementara itu, Luhan berjalan menuju meja kerja
Sehun. Diambilnya sepucuk kertas dan ia mulai menulis sebuah surat untuk Sehun.
Tangan dan rahangnya bergetar saat ia menulis kata demi kata. Pelupuk matanya
sudah dipenuhi genangan air. Ia melirik Chanyeol dan pria iitu belum selesai.
Luhan mempercepat tulisannya. Setelah suratnya selesai, Luhan memasukkannya ke
dalam sebuah amplop coklat yang biasa Sehun pakai saat memberikan surat tugas
pada bawahannya.
Pandangan Luhan kabur sesaat dan
sekarang ia merasa ada sesuatu mengalir deras dari hidungnya. Ada setetes darah
di lengan sweaternya. Cepat-cepat Luhan meraih beberapa lembar tisu dan
mengelap bekas darah di hidungnya. Lantas tisu bekas tadi ia letakkan di atas
meja kerja Sehun.
“
Saya rasa ini sudah cukup, Tuan Xi. “ ujar Chanyeol.
“
Baiklah. Tuan Park, boleh saya titip ini untuk Sehun? “
Luhan memberikan sepucuk amplop
coklat pada Chanyeol dan pria tinggi itu terkejut saat melihat ujung lengan
sweater Luhan terdapat beberapa bercak darah.
“
Ah, baiklah. Akan saya berikan pada Sehun. Saya permisi dulu. “
Luhan mengangguk. Chanyeol
membungkukkan badan. Dan saat itu ia melihat di atas meja kerja Sehun
berserakan beberapa lembar tisu yang penuh dengan noda darah. Lantas Chanyeol pergi.
---
“
Tapi Luhan terlihat sangat tidak sehat, Sehun. Kurasa kau harus segera
menemuinya. “
“
Aku belum bisa pulang, Chanyeol. Aku harus kejar deadline. “
“
Deadline tidak lebih penting dari kekasihmu, Sehun. “
“
Jangan membuatku pusing, Chanyeol. “
Chanyeol menghela nafas. Ia
lantas memberikan sepucuk amplop coklat yang diberikan Luhan kemarin.
“
Luhan menitipkan ini padaku. Aku tidak tahu apa isinya. “
Sehun menerimanya. Ia
mengangguk.
“
Thanks. “
Chanyeol keluar dari ruang kerja
Sehun. Sehun meletakkan amplop pemberian Luhan di samping
kalender duduk di
meja kerjanya. Lantas kembali berkutat dengan file-file yang menumpuk dan layar
komputer yang selalu membuat matanya sakit.
Satu bulan Sehun berada di
Busan. Amplop dari Luhan belum juga ia baca. Atau tepatnya karena ia lupa. Ia
juga sepertinya lupa kalau di Seoul ada seseorang yang selalu menunggu telepon
darinya. Yang selalu menahan rasa sakit agar ia bisa bertahan 3 bulan ke depan.
“
Hallo… “
“
Sehun… “
Hati Sehun bergetar saat
mendengar suara seseorang yang menelponnya.
“
Ada apa, Luhan? “
“
Bagaimana kabarmu? “
“
Aku baik-baik saja. Kau sendiri? “
“
Tidak lebih baik. “
“
Kau masih minum obat? “
“
Aku selalu minum obat. “
“
Kau belum sembuh? “
“
Belum. “
“
Sudah menemui dokter lagi? “
“
Aku menemui dokter 2 hari sekali. “
“
Lantas? “
“
Kau sudah membaca surat yang kuberikan? “
“
Suratmu… um, tentu saja. “
“
Syukurlah. Aku tidak bisa mengatakannya secara langsung. Jadi aku tulis lewat
surat saja. “
“
Luhan, aku harus segera rapat. Dah… “
“ I
love you… “
“ ….
“
---
Luhan menenggak obatnya. Hari
ini ia mimisan sebanyak 4 kali. Seusai minum obat, Luhan menuju kebun kecil
yang ada di samping rumahnya. Ia tidak lagi tinggal di apartemen Sehun.
Beberapa hari yang lalu ibu angkatnya menemui Luhan dan mengajaknya tinggal
bersama di sebuah rumah kecil yang ada di desa kecil di Beijing. Luhan mencoba
menghubungi Sehun namun seperti biasanya Sehun tidak bisa dihubungi. Akhirnya
Luhan pergi dari sana dengan sebuah sticky note di meja kerja Sehun.
Di kebun kecil itu, Luhan
menyiram sekumpulan bunga warna putih yang cantik. Ia tidak ingin bunga itu
layu. Seperti dirinya saat ini. Tiba-tiba ia teringat pada Sehun. Apa yang
sedang Sehun lakukan sekarang? Apakah Sehun mengingat dirinya? Kepalanya sakit.
Ia kembali mimisan. Luhan mengambil sapu tangan yang ada di saku baju hangatnya
dan mengelap hidungnya.
“
Luhan, apa yang kau lakukan di tengah salju begini? “ tegur ibunya yang baru
pulang sambil membawa makanan.
“
Aku menyiram bunga ini. Agar tidak layu. “ ujar Luhan.
“
Tapi ini masih musim dingin. Tentu saja bunga itu layu, sayang. Itu bukan
tanaman musim dingin. “
“
Tidak apa. Aku suka. “
“
Ayo masuk. “
Ibu Luhan menarik pelan tangan
Luhan. Mengajaknya masuk ke dalam rumah.
“
Kau mimisan lagi? “
“
Sudah biasa. “
“
Kau sudah minum obat? “
“
Sudah. “
“
Ibu belikan makanan hangat untukmu. “
Luhan memegang sepasang sumpit
dan memakan makanan yang disajikan ibunya. Seharian kemarin, ia sama sekali
tidak makan. Semakin hari, tubuhnya semakin lemas.
“
Luhan, kurasa kau harus menuruti perkataan dokter. “
“
Kemoterapi? “
“
Iya. “
“
Aku tidak mau. “
“
Kau khawatir rambutmu akan habis, tapi kau tidak khawatir umurmu semakin
berkurang? “
“
Semua orang berkurang umurnya setiap harinya. Ibu tidak perlu cemas. “
Wanita itu hanya menghela nafas.
Sementara Luhan tetap melanjutkan makannya.
---
Bulan kedua di musim dingin.
Luhan
menggigil keras. Tubuhnya kembali mengejang. Ia dilarikan ke rumah sakit pada
malam hari. Di saat Beijing dilanda badai salju ringan. Akhirnya keputusan itu
diambil.
“
Anda harus menjalani kemoterapi, Tuan Xi. Ini demi kebaikan anda. “
“
Tapi apakah rambutku dapat tumbuh kembali? “
“
Tentu saja. Anda tidak perlu khawatir. “
Karena aku tidak mau Sehun semakin lupa padaku jika aku tidak punya
rambut
Alasan
Luhan tidak mau menjalani kemoterapi hanya itu. Alasan yang sangat sederhana.
Karena alasan sederhana itulah Luhan rela menahan sakit setiap detiknya. Demi
Sehun. Semuanya demi Sehun. Sehun-nya yang selalu ia cintai. Sehun-nya yang
sudah mulai melupakannya.
Seminggu seusai menjalani
kemoterapi, Luhan mengirim e-mail pada Sehun. Berharap Sehun membalasnya,
karena Sehun sudah tidak pernah membalas setiap sms yang dikirim Luhan.
Dan
seperti sms Luhan yang lain, e-mail pun tidak dibalas oleh Sehun.
---
Bulan ketiga musim dingin.
Luhan
masih duduk di kursi kayu yang ada di kamarnya. Salju masih menyelimuti kota.
Jendela kaca yang menghadap langsung ke kebun belakang rumah juga ikut tertutup
salju. Pandangan Luhan kosong. Ia sudah tidak punya gairah hidup. Ini sudah
bulan ke-4 sejak Sehun pergi. Namun ia belum juga mendapat kabar dari
kekasihnya. Sakitnya juga bertambah parah.
Kemoterapi ternyata tidak banyak
membantu. Luhan tetap merasa sakit. Ibunya sering mendapati Luhan pingsan
tiba-tiba saat masih melakukan sesuatu. Obat-obatan juga tidak mengurangi rasa
sakitnya. Tidak bisa memperpanjang umurnya dan memberinya kesempatan untuk bisa
bertemu Sehun lagi.
Air mata Luhan jatuh membasahi
kedua pipinya yang sudah kehilangan rona merahnya. Luhan jadi malas melihat
kaca. Padahal dulu ia sangat suka berkaca. Karena jika melihat kaca, maka Luhan
akan melihat seraut wajah yang sangat pucat. Dan yang Luhan tidak suka, itu
adalah wajahnya.
Luhan lantas berdiri dan
mengambil syal yang diberikan Sehun di musim dingin tahun lalu. Dililitkannya
syal itupada lehernya. Kemudian ia mengambil selembar kertas dan pulpen. Ia
kembali duduk dan menulis sepucuk surat. Bukan sebuah surat yang panjang. Hanya
beberapa kata. Seusai menulis surat, Luhan kembali memandang jendela. Tiba-tiba
tubuhnya menggigil hebat. Ia tidak memanggil ibunya untuk mengambilkan baju
hangat. Luhan berusaha menyunggingkan senyumnya. Ia merasa ini sudah waktunya.
Sorot mata Luhan mulai
kehilangan cahaya. Perlahan meredup dan akhirnya mata indah itu tertutup
sempurna. Pulpen yang semula digenggamnya kuat juga jatuh ke lantai. Tangan
kanannya terkulai. Luhan berusaha untuk bahagia. Ia harus bahagia. Namun ia
masih merasa ada sesuatu yang melubangi hatinya. Bahkan di akhir waktunya, ia
masih belum bisa menemui Sehun. Ia tidak bisa mengucapkan I love you pada orang yang paling ia cintai itu. Ia tidak bisa.
Karena penyakitnya tidak memberinya kesempatan.
---
Bulan pertama musim semi.
Sehun
kembali ke Seoul dengan beragam emosi. Bahagia karena tugasnya sudah berakhir.
Rindu yang teramat besar pada Luhan. Dengan cepat Sehun menuju lift yang akan
membawanya ke apartemennya bersama Luhan yang terletak di lantai 12. Begitu
sampai, Sehun langsung memutar pegangan pintu dan terbuka. Pintunya tidak
terkunci?
Sehun bergegas masuk. Namun ia
tidak menemukan Luhan. Di kamar tidur, pantry, kamar mandi juga tidak ada.
Apartemennya juga kotor. Apakah Luhan tidak sanggup membersihkan apartemennya
karena terlalu sakit?
“
Luhan? Kau dimana? “
Sehun mengambil ponselnya dan
menelpon ponsel Luhan. Namun ia justru mendapat jawaban dari operator kalau
nomor Luhan berada di luar jangkauan. Sehun mulai panik. Ia duduk di meja kerjanya
dan menemukan sebuah sticky note yang mulai berdebu.
Sehunnie, aku memutuskan kembali ke Beijing.
Ibuku yang meminta karena ia khawatir melihat keadaanku. Aku juga merasa harus
ada yang merawatku. Aku tahu kau tidak sempat melakukannya. Kau sangat sibuk
akhir-akhir ini. Aku juga tidak mau terlalu lama merepotkanmu.
Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja.
Kuharap kau mau ke Beijing menemuiku. Itu jika kau sudah punya waktu. Kalau kau
tidak punya waktu, aku tidak memaksa.
I love you
Xiao Luhan ^^
Sekujur tubuh Sehun langsung
dingin. Saat itu juga ia langsung berkemas dan memesan tiket pesawat menuju
Beijing. Ia harus segera menemui Luhan. Ia merasa menjadi pria paling bodoh
sedunia. Begitu selesai berkemas, Sehun langsung ke bandara dan bertolak ke
Beijing.
“
Tunggu aku, Luhan. Aku akan segera menemuimu. “
---
Berbekal alamat yang di tulis
Luhan pada sticky note itu, Sehun menyewa sebuah taxi untuk menemukan alamat
rumah Luhan. Akhirnya setelah 1 jam menyusuri seluruh kota, mereka sampai di
sebuah perkampungan kecil yang ada di pinggir kota Beijing. Agak sulit karena
bahasa mandarin Sehun sangat terbatas. Setelah bertanya kesana-sini, akhirnya
mereka berhenti di sebuah rumah sederhana yang nampak asri. Sehun mengetuk
pintu rumah sambil berharap orang pertama yang ia lihat adalah keksihnya,
Luhan.
“
Ada yang bisa saya bantu? “
Ternyata bukan Luhan. Yang
membukakan pintu adalah wanita paruh baya yang ramah. Kedua mata wanita itu
tampak sembab.
“
Apakah ini rumah Luhan? “
“
Benar. Ini rumah Luhan. Anda siapa? “
“
Saya Sehun. “
Binar-binar bahagia langsung
tampak dari sorot mata wanita itu. Ia langsung menggenggam tangan Sehun.
“
Akhirnya ka datang juga. Luhan sudah lama menunggumu. “
Sehun tersenyum. Hatinya
menghangat setelah tahu Luhan masih menunggunya. Ia segera masuk ke rumah itu.
“
Dimana Luhan? “
“
Masuklah ke kamarnya. Ayo kuantar. “
Mereka lantas menuju sebuah
kamar. Wanita itu membuka pintu kamar dan Sehun langsung mengerutkan keningnya.
Yang ia lihat bukan Luhan. Tapi beberapa foto Luhan, kertas-kertas yang
dipenuhi tulisan-tulisan, beberapa buah-buahan, wangi-wangian dan beberapa
batang dupa yang masih mengepulkan asap. Di samping dupa itu ada sebuah guci
beserta tutupnya berwarna putih Jantung Sehun mulai bertalu dengan keras.
Jangan bilang….
“
Apa maksud ini semua, Nyonya? “
Wanita itu justru menangis
sesenggukan. Tangisnya kemudian pecah. Ia menyentuh bahu Sehun.
“
Luhan meninggal 6 minggu yang lalu. “
Sehun menutup mulutnya. Ia tidak
begitu saja percaya pada ucapan wanita ini. Tidak mungkin. Luhan tidak mungkin
meninggal secepat ini.
“
Tapi Luhan hanya sakit anemia. Dia bisa sembuh. “
“
Itu bukan anemia seperti yang selalu ia katakan padamu, Nak. Luhan sakit
leukimia. “
“
Leukimia? “
“ Leukimia
mielositik kronis. “
---
Sehun kembali ke Seoul seperti
tanpa jiwa. Setiap malam ia menangis. Ia menyesal. Ia sudah menyia-nyiakan
seseorang yang paling berarti dalam hidupnya. Ia teringat kata-kata terakhir
yang ia dengar dari Luhan adalah I love you.
Luhan adalah satu-satunya orang yang mencintai Sehun dan Sehun membiarkan orang
itu pergi.
Orang yang menunjukkan arah saat
Sehun tersesat, memberi cahaya saat ia dalam gelap. Menyiramkan air saat ia
dalam kekeringan. Orang yang menghembuskan angin saat ia bernafas. Dan kini
orang itu telah tiada.
Sehun membaringkan tubuhnya di
tempat tidur yang selalu ia pakai bersama Luhan. Biasanya ia akan tidur dengan
memeluk Luhan. Namun sekarang tempat tidur itu kosong. Sehun tidur dengan
memeluk foto Luhan.
“ Good
night, Luhan… “
“ Good night, Sehun… “
“ I
love you… “
“ I love you too… “
---End--
EPILOG
Annyeong, Sehun…
Bagaimana kabarmu? Semoga kau selalu sehat.
Sehun, aku ingin mengatakan sesuatu. Kemarin
aku kembali menemui dokter. Dan aku seperti tidak percaya dengan apa yang
mereka ucapkan. Aku kembali melakukan tes darah dan hasilnya aku mengidap
leukemia. Leukemia mielositik kronis.
Stadium akhir.
Sehun, aku merindukanmu. Kapan kau pulang?
Temanmu bilang kalau masa kerjamu di sana diperpanjang selama 4 bulan. Itu
waktu yang sangat lama. Aku tidak tahu apakah aku bisa bertahan selama 4 bulan
agar aku bisa bertemu denganmu lagi. Mereka bilang harapan hidupku hanya 4
bulan.
Sesekali, kembalilah ke Seoul. Kuharap kau
masih bisa menemuiku dalam keadaan hidup. Bukan dalam keadaan aku sudah menjadi
abu.
I love you
Xiao Luhan ^^
========================
Sehunnie, aku terpaksa menjalani kemoterapi. Dokter
bilang kemoterapi bisa membantuku untuk sembuh. Tapi yang menyedihkan, aku
kehilangan banyak rambut. Aku botak, Sehun. Tapi kau masih mencintaiku, kan?
Jangan kaget jika melihatku botak. Kekekeke ^^
Sehunnie, kalau kau mencariku, datang saja ke
Beijing. Aku tidak akan kembali ke Seoul. Aku senang berada di sini bersama
ibuku. Cepat temui aku. Selagi aku masih hidup.
I love you
Xiao Luhan ^^
=============================
Dear Sehunnie…
Maaf. Aku tidak bisa
bertahan lebih lama. Aku tidak sanggup. Penyakitku tidak memberikan kesempatan.
Sehunnie, jika kita
tidak bisa bertemu sampai saat ini, kuharap kita masih bisa bersatu di
kehidupan yang akan datang. Aku tidak sepenuhnya pergi. Aku akan selalu di
sampingmu. Menemanimu setiap hari. Sepanjang siang dan malam. Kalau kau
merindukanku, katakan saja “ I love you Luhan “ Maka aku akan ada di sampingmu.
Aku akan tetap menjadi Luhan-mu yang dulu. mendengarkan setiap ceritamu,
menjadi sandaran saat kau menangis, dan menjadi satu-satunya orang yang kau
peluk saat kau tidur. Kita tidak berpisah, Sehun. Ini hanya masalah waktu. Dan
aku rasa itu bukan masalah besar. Jangan sedih, Sehun. Kau harus tetap menjadi
Sehun-ku yang kuat dan selalu ceria ^^
I love you
Xiao Luhan ^^
---
PS : Annyeonghaseyo~
Ini adalah fanfiction yang pertama aku posting di blog ini. Sebenernya ff ini aku buat sekitar awal tahun ini. Dan nggak nyangka aja kalau Luhan beneran 'ninggalin' Sehun. OTP kesayangan gue udah pecah :') semoga readers suka sama ff buatan aku. Leave a comment or something, please.