Songfict
– As long as you love me
Cast
: Jung Hoseok (BTS J-HOPE), Lee Jikyung (OC)
Genre
: Romance, angst
Length
: Oneshoot
Author and cover art : Dobibee
Happy Reading^^
===
Summary
: We both know it’s a cruel world, but I will take my chances
Mendung
mulai menggelayuti langit kota Seoul. Seorang pemuda tengah duduk di taman
kota. Hatinya gelisah, diliputi rasa khawatir dan was-was. Ia tengah menunggu
kehadiran seseorang sejak setengah jam yang lalu. Jangan-jangan orang yang
ditunggunya tidak akan datang? Tapi semua dugaannya langsung sirna saat dari
tempatnya duduk, ia melihat sosok yang telah ia tunggu.
Senyumnya mengembang, namun ada juga
rasa pedih di dalam hatinya. Hingga akhirnya sosok yang ia tunggu duduk di
sampingnya. “Oppa, maaf aku terlambat. Kau tidak marah, kan?”
“Untuk
apa aku marah, hm? Memangnya kenapa kau terlambat?”
“Ayah
sempat menginterogasiku.”
“Lantas?”
“Aku
berbohong padanya. Aku bilang kalau aku akan menemui temanku.”
“Kau
berbohong pada ayahmu?”
“Oppa,
kalau aku tidak berbohong, aku tidak akan bisa menemuimu.”
Pria yang dipanggil oppa itu –Jung
Hoseok– menghela nafas. Ia sadar hubungannya dengan gadis ini –Lee Jikyung–
sudah begitu susah sejak awal. Ayah Jikyung sangat menentang gadis itu
berhubungan dengannya. Hoseok sadar, ia tidak pantas untuk Jikyung. Lee
Jikyung, gadis cantik yang berstatus sebagai putri tunggal seorang direktur di
sebuah perusahaan besar di Korea. Sedangkan dirinya? Hanya penari jalanan yang
tidak berpenghasilan tetap.
“Jangan
pernah berbohong lagi pada ayahmu, Jikyung. Beliau pasti kecewa jika tahu kau
membohonginya.”
“Oppa,
aku melakukan ini semua demi bertemu denganmu.”
“Tapi…”
Jikyung beranjak berdiri dan kembali
memakai tasnya. Hoseok menatapnya dengan bingung. “Kau mau kemana?”
“Aku
mau pulang.”
“Pulang?
Tapi kau baru saja sampai. Bukankah kita akan jalan-jalan?”
“Bukankah
kau tidak suka jika aku berbohong? Kalau aku terus bersamamu saat ini, itu
artinya aku membohongi ayahku. Itu kan yang kau maksud? Lebih baik aku pulang.”
“Jikyung,
bukan begitu.”
“Lantas
apa?”
Hoseok menarik tangan Jikyung pelan,
meminta gadis itu agar kembali duduk di sampingnya. Hubungannya dengan Jikyung
benar-benar rumit.
“Aku
minta maaf. Aku hanya takut terjadi apa-apa padamu jika ayahmu tahu kau datang
menemuiku.”
“Tidak
apa-apa. Ayahku akan ke luar kota setelah ini. Kau tidak perlu khawatir.”
“Baiklah.
Kau ingin jalan-jalan kemana?”
“Um,
bagaimana kalau kita menonton bioskop? Ada film bagus.”
“Boleh.
Ayo!”
Jung Hoseok menggenggam tangan
Jikyung, lantas keduanya berdiri. Dengan menggunakan sebuah subway, mereka
menuju gedung bioskop. Selama perjalanan, Jikyung menyandarkan kepalanya di
bahu Hoseok. Ia mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya. Kemudian mengajak
Hoseok untuk mengambil sebuah selca
bersama.
“Tumben
sekali kau terlihat tampan, oppa.” Gumam Jikyung sambil memperhatikan hasil
fotonya.
“Ya!
Memangnya selama ini aku terlihat jelek?”
Jikyung tertawa kecil. Ia melirik
Hoseok dan pria itu masih menatapnya dengan tajam. Jikyung menjulurkan
lidahnya, mengejek kekasihnya itu.
“Jelek.”
“Kau
juga jelek.”
“Kalau
aku jelek, kenapa kau menyukaiku?”
“Kau
juga mau menerima cinta orang jelek sepertiku, huh?”
Dengan
gemas Hoseok mencubit pipi Jikyung. “Besok aku akan menari lagi. Kau mau
menontonnya?”
“Dimana?”
“Di
tempat biasanya. Di dekat Hongdae.”
“Baiklah.
Aku akan menontonnya.”
===
Jikyung membuka pintu rumahnya dan
ia langsung terlonjak saat melihat ayahnya ada di hadapannya. “Ayah?”
“Kau
mau kemana, Jikyung?”
“Um,
aku akan…”
“Pergi
lagi?”
“Bukankah
ayah ke luar kota tadi siang?”
“Lantas
jika ayah ke luar kota, kau bisa keluar rumah sesuka hatimu?”
“Bu..
bukan begitu.”
“Kau
akan menemui berandalan itu lagi?”
“Maksud
ayah?”
“Penari
jalanan itu.”
“Ayah,
Hoseok bukan berandalan. Aku mohon pada ayah, jangan menyebutnya berandalan
lagi.”
“Dia
memang berandalan, Jikyung! Dia hidup di jalanan!”
“Dia
tidak seperti itu. Hoseok pria yang baik.”
Ayah Jikyung masuk ke dalam rumah.
Jikyung masih berdiri di ambang pintu. Ia tidak akan keluar rumah dengan mudah
jika ayahnya ada. Apalagi tujuannya adalah untuk menonton Hoseok menari.
“Kenapa
kau masih berdiri di sana? Masuk! Ayah melarangmu keluar.”
Jikyung
mendengus kesal. Ia lantas membanting pintu dan berlari menaiki tangga menuju
kamarnya yang ada di lantai 2. Mengabaikan ayahnya yang memanggilnya dari
bawah. Ia benar-benar kesal dengan sang ayah. Jikyung menutup pintu kamarnya
dengan keras, menguncinya dan membanting tubuhnya di atas tempat tidur.
Matanya
terasa panas. Sedetik kemudian air mata sudah membasahi wajahnya. Jikyung
lantas mengambil ponselnya dan menelpon Hoseok.
“Hallo..”
“Ada
apa, Jikyung? Kau jadi datang, kan? Sebentar lagi aku akan menari.”
“Oppa,
aku minta maaf. Sepertinya aku tidak bisa datang.”
“Apa?
Tapi kenapa?”
“Ayah
melarangku.”
Jikyung hanya mendengar helaan nafas
berat dari seberang telepon. Ia tahu Hoseok pasti kecewa. “Maafkan aku, oppa.”
“Tidak
apa. Istirahatlah di rumah. Besok aku akan menjemputmu di kampus.”
“Benarkah?
Baiklah kalau begitu. Besok kuliahku selesai pukul 4 sore. Kita bisa
jalan-jalan terlebih dahulu.”
“Itu
ide yang bagus. Nah, aku harus mencari uang agar besok bisa membelikan apa yang
kau inginkan.”
“Sampai
jumpa besok, oppa. Aku mencintaimu.”
“Aku
juga mencintaimu, Jikyung.”
“Bye..”
Jikyung
mengakhiri panggilannya. Ayahnya benar-benar keterlaluan. Seandainya saja
ayahnya mau mengenal Hoseok lebih dekat, Jikyung yakin pemikiran ayahnya
tentang pria itu akan langsung berubah. Hoseok adalah pria yang baik dan
menyenangkan. Meskipun tidak sempat mengenyam pendidikan di universitas, satu
hal yang paling membuat Jikyung kagum padanya adalah sifat mandiri yang
dimiliki pria itu. Hoseok memang bukan berasal dari keluarga yang berada
seperti dirinya. Ia hidup bersama kakak perempuannya. Kedua orang tuanya
bercerai saat Hoseok masih duduk di bangku SMA.
Sejak saat itu, Hoseok memutuskan
untuk menjadi penari di sekitar kawasan Hongdae. Bakat dance yang dimilikinya
memang luar biasa. Setiap malam, jalanan Hongdae selalu ramai oleh pejalan kaki
dan penjual makanan. Hoseok memanfaatkan keramaian itu untuk mencari uang. Dulu
sepulang sekolah, ia langsung menari sampai pukul 12 malam. Lantas ia pulang
dan mengerjakan tugas sekolahnya.
Pertemuan
antara Hoseok dan Jikyung pertama kali terjadi ketika Jikyung bersama temannya
menonton pertunjukan Hoseok. Gadis itu tertarik dengan seorang dancer.
Kebetulan teman Jikyung kenal oleh salah satu dancer di sana.
“Kau
tahu siapa dancer dengan kaos hitam dan beanie hitam bertuliskan hope itu?” tanya teman Jikyung pada
Jungkook. Dancer termuda di grup dance itu.
“Oh,
itu Hoseok hyung. Dia dancer terbaik di grup kami. Ada apa?”
“Temanku
tertarik padanya.”
“Benarkah?
Aku bisa mengaturkan sebuah pertemuan untuk mereka.”
Awalnya Jikyung merutuki mulut
temannya yang bicara seperti itu tadi. Tapi akhirnya, pertemuan yang
direncanakan secara mendadak itu bisa membuat hati seorang Lee Jikyung meleleh
oleh dancer bernama Jung Hoseok. Setelah memperkenalkan diri masing-masing,
keduanya mengobrol ringan. Menanyakan usia, alamat rumah dan sedang kuliah
dimana. Kesan pertama yang Jikyung dapat dari Hoseok adalah, pria itu sangat
sopan.
Sejak
saat itu, mereka berdua semakin sering bertemu. Hingga akhirnya Hoseok
mengatakan kalau ia menyukai Jikyung. Rupanya perasaan Hoseok bukanlah cinta
sepihak saja. Jikyung menerimanya. Lantas keduanya memutuskan untuk saling
mencintai. Mengisi hati satu sama lain. Dan itu sudah berlangsung sampai detik
ini. Selama 1 tahun.
===
Jikyung berlari kecil keluar dari
gerbang kampusnya. Ia sudah bisa melihat Hoseok tengah menunggunya di tepi
trotoar. Begitu berdiri di hadapan Hoseok, Jikyung langsung memeluknya. Hoseok
sedikit heran dengan tingkah kekasihnya itu.
“Ada
apa, Jikyung?” tanya Hoseok.
“Kenapa?
Aku tidak boleh memelukmu?” Jikyung melepas pelukannya.
“Bukan
begitu. Tumben saja kau langsung memelukku.”
“Lain
kali kalau aku bertemu denganmu, aku akan langsung memukulmu.”
“Ya!
Tega sekali kau ini.”
Hoseok
mengacak pelan rambut Jikyung. Keduanya lantas berjalan meninggalkan kampus.
Seperti biasa, mereka berkencan dengan menaiki subway. Jikyung sama sekali tidak
merasa malu atau keberatan meskipun Hoseok tidak pernah mengajaknya berkencan
dengan mobil mewah. Menurutnya, kencan dengan menaiki subway itu lebih
romantis. Ia bisa menyandarkan kepalanya pada bahu Hoseok, menggengggam
tangannya, atau yang lain.
“Kau
sudah makan?” tanya Hoseok saat mereka di dalam subway.
“Belum.
Dan kebetulan aku lapar.”
“Bagus.
Ayo kita makan dulu. Kau mau makan apa?”
“Um,
aku ingin naengmyun.”
“Baiklah.”
Jikyung menyandarkan kepalanya di
bahu Hoseok. Tangan keduanya saling bertautan. Yang membuat Hoseok bersyukur
adalah, Jikyung tidak pernah menuntut apapun darinya. Ia mau menerima Hoseok
apa adanya.
“Kudengar
kakakmu akan segera menikah, oppa?”
“Masih
sebatas rencana.”
“Aku
juga ingin menikah denganmu.”
“Apa?”
Hoseok menoleh pada Jikyung yang
kini mengangkat kepalanya. Menatap gadis itu dengan sedikit heran. “Ada yang
salah?” tanya Jikyung.
“Um,
kalau kau ingin menikah denganku, kau harus menyelesaikan kuliahmu terlebih
dahulu. Dan, aku juga harus mempunyai pekerjaan dulu. Baru aku bisa melamarmu.”
“Oppa..”
“Hm?”
“Tidak
ada. Lupakan saja.”
“Kau
tidak apa-apa, Jikyung?”
“Aku
baik-baik saja.” Ujar Jikyung sambil menundukkan kepalanya. Ia hanya berharap
agar ayahnya mau menerima Hoseok.
Tak lama kemudian, mereka sampai di
sebuah restaurant. Turun dari subway, masuk ke restaurant dan duduk di meja
yang masih kosong. Seorang pelayan mendatangi mereka dan mencatat pesanan.
“Oppa,
nanti malam kau menari lagi?” tanya Jikyung.
“Sepertinya
tidak. Memangnya kenapa?”
“Sayang
sekali, aku ingin sekali melihatmu menari. Sudah lama sekali aku tidak melihat
pertunjukanmu.”
“Emm,
tunggu sebentar.”
Hoseok mengeluarkan ponsel dari saku
jaketnya lantas menjawab telepon salah seorang teman dancernya. “Hallo.. Jimin.
Apa? Emm, begitu? Baiklah.”
Dengan
berbinar, Hoseok mengakiri panggilannya dan menatap Jikyung. Semantara Jikyung
menopang dagunya dengan kedua tangan. Menanti apa yang akan dikatakan Hoseok
kepadanya.
“Aku
akan menari malam ini.”
“Apa?
Bukankah tadi kau bilang…”
“Jimin
tidak bisa menari malam ini. Ia baru saja mengatakan hal itu dan memintaku
untuk menggantikannya.”
“Benarkah?
Kebetulan sekali, oppa. Aku akan menontonmu.”
“Tapi,
kali ini kau benar-benar akan melihatku menari, kan? Aku khawatir dengan
ayahmu.”
“Tidak
perlu khawatir. Ayahku benar-benar ke luar kota hari ini.”
Pesanan merekapun datang. Hoseok dan
Jikyung menyantap makanannya. Sambil diselingi obrolan-obrolan kecil yang
membuat suasana di antara keduanya semakin hangat.
Sesekali,
Hoseok menatap Jikyung dalam-dalam. Ia merasa sangat beruntung bisa memiliki
gadis ini. Gadis cantik itu sadar ketika Hoseok memperhatikannya. Jikyung
menanggapinya hanya dengan sebuah senyuman manis. “Oppa, apa yang kau lihat?”
“Kau.”
“Aku?”
“Aku
melihatmu. Kenapa? Tidak boleh?”
“Bukannya
begitu.”
Hoseok tertawa kecil. Ia akan
memberikan penampilan terbaiknya untuk Jikyung nanti malam.
===
Suasana jalanan di kawasan Hongdae
sudah ramai sejak senja tadi. Di salah satu sudut jalan, terdapat kerumunan dan
terdengar alunan musik hip hop. Dan Jikyung ada di sana. Ia sangat antusias
melihat para dancer menunjukkan kemampuan menarinya. Tentu saja karena salah
satu dari mereka adalah kekasihnya. Dengan sebuah kamera DSLR, ia memotret
Hoseok dalam berbagai aksi. Juga ketika Hoseok melakukan split sempurna,
kemudian langsung melompat.
Hati Jikyung terasa perih ketika
orang-orang melemparkan uang, kemudian para dancer memungutinya –termasuk
Hoseok. Setelah memasukkan uang ke dalam tas kecil yang ada di dekat tape,
mereka membungkukkan badan –mengucapkan terimakasih– lantas kembali menari.
Malam
semakin larut dan suasana semakin ramai. Jikyung masih memotret aksi grup dance
Hoseok. Tiba-tiba keributan terjadi di tengah kerumunan itu. Seorang pria mabuk
mengamuk dan menyuruh orang-orang untuk pergi. Banyak orang yang memilih
menghindar dengan cara pergi dari sana, namun ada juga yang masih di tempat
masing-masing.
“Hei,
nona! Kenapa kau masih di sini, ha? Aku menyuruhmu pergi!”
“Memangnya
jalan ini milikmu? Kau yang membuat kekacauan, seharusnya kau yang pergi!”
“Dasar
tidak punya sopan santun!”
Mendengar keributan, Hoseok
mematikan musik dan menghentikan tariannya. Ia terkejut saat melihat sumber
keributan itu –si pria mabuk tengah beradu mulut dengan Jikyung. Pria berbadan
besar itu berbicara pada Jikyung dengan nada suara tinggi. Jikyung tingginya
hanya sebahu orang itu, tapi menyahutinya dengan nada tinggi juga. Tiba-tiba,
Jikyung mendapat sebuah tamparan di pipinya. Segera Hoseok menghampiri keduanya
dan ia langsung mendorong tubuh si pria mabuk sampai terjatuh.
“Dasar
sampah masyarakat! Kau mau cari mati, huh!”
“Hei,
siapa kau ini? Berani sekali kau mendorongku! Kau tidak tahu siapa aku?”
“Untuk
apa aku harus tahu orang tidak berguna sepertimu?”
“Dasar
pengamen rendahan!”
Emosi Hoseok yang sudah tersulut
sejak tadi langsung meledak. Ia memukul orang itu bertubi-tubi. Jikyung menutup
mulutnya. Ia berteriak berkali-kali agar Hoseok menghentikan perbuatannya. Dan
teman-teman Hoseok berhamburan untuk melerai perkelahian antara Hoseok dan
orang mabuk itu.
“Hyung!
Sudah, hyung!”
“Dasar
orang tidak berguna, sekali lagi kau berani menyentuhnya, aku akan langsung
membunuhmu!”
“Hyung,
hentikan! Ayo pergi dari sini.”
“Aku
harus memberinya pelajaran.”
“Kau
sudah memberinya pelajaran, hyung. Ayolah! Sebelum polisi menangkap kita.”
Teman-teman Hoseok menarik tangannya
agar pergi dari sana. Jikyung ditarik oleh Jungkook agar ikut pergi. Mereka
meninggalkan tempat itu dengan mobil milik Taehyung, yang juga seorang dancer.
“Keterlaluan!
Dasar sampah!” umpat Hoseok. Jikyung hanya menghela nafasnya.
“Sudahlah,
oppa. Dia mabuk.”
“Dia
menamparmu, Jikyung.”
“Memang.
Tapi sekarang kita tidak bertemu dengannya lagi, kan?”
Hoseok melihat pipi Jikyung masih
terdapat bekas kemerahan. Pasti orang itu menamparnya dengan sangat keras. Hoseok
menyesal karena ia tidak lebih cepat menghampiri Jikyung tadi.
“Kita
sudah sampai.” Ujar Taehyung saat mereka sampai di depan rumah Jikyung.
“Terimakasih,
Kim Taehyung. Oppa, maukah kau menemaniku? Ayah masih di luar kota.”
“Apa?”
Teman-teman Hoseok juga menyuruh
Hoseok untuk ikut turun. Akhirnya ia menuruti dan turun bersama Jikyung.
Keduanya
masuk ke rumah Jikyung. Suasana memang sepi karena ayah Jikyung masih di luar
kota. Jikyung melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.
Sudah pukul 11 malam. Ia berjalan ke kamarnya yang ada di lantai 2. Begitu
sampai, ia melihat pipinya di kaca rias. Memar yang semula berwarna merah itu
mulai menampakkan lebam berwarna biru.
“Aw.”
Pekiknya pelan saat ia menyentuh lukanya.
“Jikyung?”
sebuah suara membuat Jikyung menolehkan kepalanya. Hoseok berada di ambang
pintu kamar, tampak sangat khawatir.
“Oppa..”
Melihat memar yang semakin parah di
pipi Jikyung, Hoseok masuk ke kamar gadis itu. Dan benar saja. Saat Hoseok
menhyentuh pipi Jikyung, gadis itu memekik kesakitan.
“Kita
harus ke dokter, Jikyung. Lukamu harus segera diobati.”
“Tidak
perlu. Aku tidak apa-apa.”
“Jikyung..”
Jikyung tersenyum tipis. Ia lantas
menyentuh pipi Hoseok. Genangan air mata menyeruak dari kedua mata indahnya
saat menatap wajah Hoseok yang sarat akan rasa letih.
“Terimakasih,
oppa.”
“Untuk
apa?”
“Kau
menghajar orang itu.”
“Dia
berani menyakitimu, Jikyung. Aku akan menghajar siapapun yang berani membuatmu
terluka.” Hoseok mengusap kepala Jikyung. Dengan jari-jarinya, ia menyentuh
dagu Jikyung. Menolehkan kepala Jikyung agar ia bisa melihat keadaan pipi
kekasihnya.
“Aku
akan ambil air hangat untuk mengompres memarmu.”
Hoseok keluar dari kamar Jikyung dan
beberapa saat kemudian, ia kembali dengan baskom berisi air hangat dan handuk
kecil. Jikyung duduk di tepi tampat tidurnya. Perlahan, Hoseok mencelupkan
handuk ke air hangat, memerasnya dan menempelkannya ke pipi Jikyung. Gadis itu
memejamkan mata menahan sakit. Melihat reaksi Jikyung, Hoseok langsung menarik
handuk di tangannya.
“Maaf.”
Ujarnya.
“Tidak
apa.” Sahut Jikyung. Hoseok kembali mengompres pipi Jikyung. Sambil sesekali
menyingirkan rambut-rambut yang menempel di sana. Jikyung menatap pria itu
dalam-dalam. Ia bahagia, namun juga merasakan debaran jantungnya yang semakin
cepat.
“Kenapa
kau menatapku seperti itu, huh?” tanya Hoseok sambil melirik Jikyung sekilas.
“Aku
beruntung bisa memilikimu, oppa.”
‘Bukankah
sebaliknya? Aku yang beruntung bisa memiliki gadis sepertimu.”
“Kita
beruntung karena saling memiliki.”
Hoseok menurunkan tangannya. Kini
giliran ia yang menatap Jikyung dalam-dalam. Salah satu tangannya menyentuh
pipi Jikyung yang tidak memar. Senyumnya mengembang. Jikyung menggenggam
pergelangan tangan Hoseok yang menyentuh pipinya.
“Aku berjanji, bahwa kau adalah satu-satunya
gadis yang akan aku perjuangkan, Jikyung. Sampai akhir hidupku.” Kata Hoseok
pelan namun bisa didengar jelas oleh Jikyung. Gadis cantik itu mengangguk.
“Aku
mencintaimu, oppa.”
Hoseok mendekatkan wajahnya ke wajah
Jikyung. Perlahan, ia menyentuh bibir Jikyung dengan bibirnya. Menciumnya
dengan lembut, semakin lama semakin dalam. Jikyung memejamkan matanya. Kedua
tangannya ia lingkarkan di bahu Hoseok. Lantas ia menekan tengkuk Hoseok agar
menciumnya semakin dalam. Jikyung membuka bibirnya, memberikan Hoseok
keleluasaan.
Kedua tangan Hoseok turun ke bahu
Jikyung, mendorongnya pelan hingga gadis itu terbaring di atas tempat tidur.
Hoseok melepaskan ciuman mereka sesaat untuk menatap wajah Jikyung. Jikyung
membuka matanya, menatap ke dalam manik mata Hoseok. “Kenapa kau berhenti,
oppa?” gumam Jikyung. Hoseok menempatkan dirinya berada di atas tubuh Jikyung.
Ia lantas kembali mengecup bibir kekasihnya. Beberapa kecupan kecil dan
berlanjut ke lumatan yang lembut namun intens. Jikyung mendorong bahu Hoseok,
lantas merubah posisi hingga kini Jikyung yang berada di atas Hoseok. Kedua
kakinya ia pakai untuk mengapit tubuh Hoseok.
Dengan kedua tangan yang ia jadikan
tumpuan, Jikyung kini menghujani Hoseok dengan ciuman-ciuman. Ini bukan ciuman
pertamanya dengan Hoseok, namun ini adalah ciuman terlamanya. Biasanya, ia dan
Hoseok berciuman tidak lebih dari 30 detik. Dan mereka belum pernah berciuman
di atas tempat tidur seperti ini. Meskipun akan ada kemungkinan terjadi sesuatu
yang lebih dari berciuman, Jikyung seolah tidak peduli. Kalaupun Hoseok
memintanya, maka ia akan memberikannya.
Hoseok perlahan mengangkat tubuhnya.
Kedua tangannya ia pakai untuk membimbing Jikyung agar duduk di pangkuannya.
Lantas mengarah ke tengkuk Jikyung dan menekannya dalam-dalam. Ketika nafasnya
mulai habis, Jikyung menarik diri dari ciuman Hoseok. Namun salah satu
tangannya ia pakai untuk menekan tengkuk Hoseok agar mencium lehernya.
Jikyung
mengadahkan kepalanya. Nafasnya tertahan saat ciuman Hoseok turun ke bahunya.
Dan kini ini merasakan sebuah hisapan kecil di sana.
“Oppa…”
pekik Jikyung pelan. Hoseok mengangkat kepalanya. Pria 22 tahun itu menatap
wajah Jikyung.
“Apakah
aku sudah berlebihan?”
“Um,
tidak. Bukan begitu.”
Jikyung mengecup bibir Hoseok
singkat, lantas menyingkir. Ia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan
wajahnya dengan air hangat. Karena ia tidak pernah tidur dengan sisa make-up
yang menempel di wajahnya. Beberapa saat kemudian, ia kembali ke kamarnya. Ia
melihat Hoseok melepas jaketnya, kemudian pria itu berjalan menghampiri
Jikyung.
“Tidurlah.
Kau pasti lelah.”
“Kau
mau kemana, oppa?”
“Aku
akan tidur di bawah.”
“Kau
tidak tidur di sini?”
“Tidak.
Sepertinya belum pantas kalau aku tidur bersamamu. Selamat malam, Jikyung.”
“Kau
tidak akan pergi, kan, oppa?”
“Tentu
saja tidak. Aku akan bermalam di sini. Lagipula sudah tidak ada bus larut malam
begini.”
“Baiklah.
Selamat malam, oppa.”
“Mimpi
indah.”
Hoseok keluar dari kamar Jikyung
menuju ruang tengah. Ia merebahkan diri di atas sebuah sofa. Ia tidak langsung
tidur. Memandang ke langit-langit rumah Jikyung yang tampak begitu tinggi. Dan
ia merasa begitu rendah diri. Jika dibandingkan dengan Jikyung, ia bukan
apa-apa. Terkadang Hoseok merasa ingin mengakhiri hubungannya bersama sang
kekasih yang ia cintai. Bukan karena apa-apa. Tapi Hoseok merasa tidak pantas
untuk bersanding dengan Jikyung. Karena Jikyung terlalu berharga.
Tanpa
ia sadari, 2 bulir air mata meluncur di pipinya. Hoseok memejamkan mata, mencoba
menepis semua perasaan rendah diri itu. Ia sudah berjanji pada Jikyung untuk
memperjuangkan gadis itu sampai akhir hidupnya. Meskipun ayah Jikyung
menentangnya, Hoseok akan tetap berjuang.
===
Sebuah mobil mewah berwarna hitam
berhenti di depan universitas Seoul. Penumpang mobil itu menunggu seseorang
keluar dari gerbang kampus. Ia sendirian. Lantas ia membuka kaca jendela
mobilnya. Menyalakan sebatang rokok untuk mengusir rasa jenuh. Tak lama
kemudian, ia melihat kehadiran seorang pemuda dengan jaket hitam, celana jeans
hitam dan beanie hitam. Emosinya sedikit terpancing, tapi ia harus tetap di
dalam mobil. Kalau ia keluar dari mobil, rencananya bisa gagal. Akhirnya ia
tetap pada tempatnya, sambil menghabiskan rokoknya.
Dari
dalam mobil ia melihat pemuda itu berdiri di bawah sebuah pohon. Ia sudah tahu
apa yang ditunggu sang pemuda. Karena mereka menunggu seseorang yang sama.
Penampilan yang ala kadarnya membuatnya semakin membenci pemuda itu. Seperti
itukah pria yang dipilih putrinya?
Beberapa
saat kemudian, apa yang ia tunggu akhirnya muncul. Dan benar saja. Mereka
menunggu orang yang sama. Ia mengamati pemuda itu menghampiri putrinya,
keduanya lantas berpelukan. Ia menggeram, “Berani sekali dia menyentuh
putriku.” Lantas 2 orang itu pergi.
Ia menyalakan mesin mobil, menutup
jendela kaca mobilnya. Menunggu kemana arah pergi keduanya. Dari kaca spion, ia
bisa melihat bahwa 2 orang yang menjadi obyek pengamatannya itu menuju sebuah
halte bus. Dan ketika keduanya masuk ke dalam bus, segera ia mengikuti bus itu.
Sepertinya
mereka tidak tahu siapa penumpang mobil mewah itu. Tidak ada kecurigaan
sedikitpun. Dan saat bus berhenti di sebuah halte, ia menepikan mobilnya. Keduanya
turun dari bus menuju jalanan yang mengarah ke rumahnya. Rumah Tuan Lee.
Pengemudi
mobil itu mencengkeram kemudinya dengan kuat sampai buku-buku jarinya memutih.
Jadi inikah yang dilakukan putrinya jika ia tidak ada di rumah? Beberapa saat
kemudian, ia menjalankan mobilnya. Lantas berhenti di depan rumah tetangganya.
Jika ia berhenti di depan rumahnya, putrinya akan curiga. Ia mengendap-endap di
celah sempit di samping rumahnya. Celah itu menghubungkan dengan halaman
belakang. Ia bersembunyi di sana saat melihat putrinya tengah bersama seorang
pria.
“Jikyung,
inikah perbuatanmu jika ayah tidak di rumah? Apa saja yang sudah kau lakukan
bersama berandalan itu?”
Tuan Lee menahan emosinya. Kedua
tangannya mengepal. Rasanya ia ingin menghajar pemuda yang saat ini tengah
mencium bibir putrinya itu.
“Kau
dalam masalah besar, Jung Hoseok.”
===
Hoseok menunggu Jikyung di tempat
biasa. Ia mengirim pesan pada Jikyung bahwa ia sudah sampai di depan kampus.
Pandangannya menerawang ke langit sore yang mulai berwarna jingga. Sudah pukul
4 sore. Ia menghela nafas sekali, lantas melihat sebuah mobil mewah yang berada
di tepi jalan sana.
“Seandainya
aku bisa menjemput Jikyung dengan mobil semewah itu.” gumamnya. Tak lama,
Jikyung menghampirinya. Hoseok langsung mendapat sebuah pelukan yang erat
“Oppa,
kau sudah lama menunggu?”
“Belum.
Aku baru saja sampai.”
“Ayo
kita pulang sekarang.”
Hoseok
mengangguk. Ia mengangguk lantas menggenggam tangan Jikyung dan mengajaknya
pergi dari sana. Seperti biasa, mereka berjalan menuju sebuah halte bus.
Beberapa menit kemudian, sebuah bus datang dan keduanya langsung menaikinya.
“Oppa,
bagaimana kalau kau ke rumahku terlebih dahulu?”
“Kau
yakin?”
“Tentu
saja. Memangnya kenapa?”
“Baiklah
kalau begitu.”
Jikyung menyandarkan kepalanya pada
bahu Hoseok. Ssepanjang perjalanan, mereka tidak banyak bicara. Hanya suara
degupan jantung Hoseok yang bisa Jikyung dengar dengan jelas. Dan itu
membuatnya nyaman. Setelah sekitar 20 menit, bus yang mereka naiki berhenti di
halte berikutnya.
Hosoek
keluar dari bus terlebih dahulu lantas disusul oleh Jikyung. Mereka berjalan
menuju rumah Jikyung. Langit sudah semakin berwarna jingga. “Jikyung, kapan
ayahmu pulang?”
“Mungkin
lusa. Ada apa oppa?”
“Tidak.
Aku hanya khawatir ayahmu datang saat aku masih di rumahmu.”
“Aku
akan menjelaskan pada ayah jika itu terjadi.”
Hoseok mengusap kepala Jikyung.
Keduanya menuju halaman belakang rumah besar itu. Jikyung ingin melihat sunset
bersama dengan Hoseok. Di sana, ada beberapa bunga yang menggerombol di antara
semak-semak. Hoseok memetiknya dan menyematkannya di sela-sela telinga Jikyung.
“Kau sangat cantik, Jikyung.”
Jikyung
hanya tersipu mendengar pujian dari Hoseok. Ia lantas menarik tangan Hoseok
menuju sebuah pohon besar. Mereka berdiri di bawahnya menghadap matahari
terbenam di cakrawala sana. Hoseok melingkarkan tangan kirinya di pinggang
Jikyung yang ramping. Rumah Jikyung memang benar-benar rumah impian. Ayahnya
sendiri yang mendesain rumah mewah itu. Halaman belakangnya sangat luas,
ditumbuhi oleh rumput-rumput kecil. Ada sebuah jalan setapak yang terbuat dari
batu granit.
Tuan Lee adalah sosok perfeksionis
yang mencintai panorama alam. Maka dari itu ia membangun rumahnya sedemikian
rupa agar ia tetap bisa menikmati keindahan alam tanpa mengesampingkan sisi
modern dan mewah. Dari sini bisa dilihat dengan jelas skyline kota Seoul dengan background matahari terbit atau terbenam.
“Kalau
kita sudah menikah, aku akan membelikanmu salah satu dari itu.” ujar Hoseok
sambil menunjuk sebuah gedung apartemen yang tampak jauh dari sini.
“Itu
bangunan apartemen termahal di Seoul, oppa. Kau yakin akan menghamburkan uangmu
hanya untuk membelikanku apartemen?”
“Sudah
menjadi kewajibanku, Jikyung.”
“Oppa,
aku tidak pernah meminta apa-apa darimu. Aku hanya meminta kau untuk tidak
meninggalkanku. Itu sudah lebih dari cukup.”
“Mungkin
saat ini kau belum meminta apapun. Tapi kelak jika kau menjadi istriku,
dengarkan ini, Jikyung. Aku akan berusaha keras untuk memberikanmu apapun yang
kau inginkan meskipun tanpa kau memintanya terlebih dahulu. Aku berjanji.”
“Terimakasih,
oppa. Aku tahu kau adalah pria bertanggung jawab.”
Jikyung menenggelamkan wajahnya pada
dekapan Hoseok. Pria itu memeluknya dengan erat. “Aku mencintaimu, Jikyung.”
===
Jikyung mengunci pintu kamarnya.
Membalikkan badan dan melihat Hoseok tengah duduk di tepi tempat tidurnya. Pria
itu tampak tenang menatap Jikyung yang datang mendekatinya. Lantas Jikyung
duduk di samping Hoseok. Ia mengambil salah satu tangan Hoseok, menggenggamnya
dengan erat.
“Oppa,
buatlah malam ini berkesan.”
“Maksudmu?”
“Kalau
ayahku pulang, kau tidak akan bisa melakukannya dengan mudah.”
“Memangnya
kau ingin aku melakukan apa?”
Tidak ada kata yang keluar dari
mulut Jikyung. Gadis itu hanya menatap Hoseok.
“Astaga,
Jikyung. Kau ingin aku melakukan hal itu padamu? Aku tidak mungkin bisa
melakukannya. Aku mencintaimu bukan karena itu. Justru aku ingin melindungimu.
Bukan merusakmu.”
“Maaf.”
Jikyung mengusap matanya yang mulai
basah. Ia menyesal telah menyuruh Hoseok melakukan hal gila seperti itu. “Apa
yang kau pikirkan, Jikyung? Apa yang membuatmu sampai memintaku melakukannya?”
“Aku..
aku khawatir setelah ini, kita akan sulit untuk bertemu.”
“Bicara
apa kau ini? Aku masih tetap akan menemuimu. Kau masih milikku, Jikyung.”
Ucapan Hoseok menghangatkan hati
Jikyung. Ia benar-benar khawatir jika ayahnya pulang, ia akan semakin dibatasi
untuk bertemu Hoseok.
“Jangan
menangis lagi. Um, kau punya eyeliner pensil?”
“Ada.
Untuk apa?”
“Tolong
ambilkan.”
Jikyung mengerutkan keningnya. Ia
mengambilkan apa yang diminta Hoseok. Sebuah eyeliner pensil warna hitam. Ia
memberikannya pada Hoseok. Saat mengulurkan tangan, tiba-tiba Hoseok menariknya
dan dengan cepat merebahkan tubunya sampai ia terbaring di atas tempat tidur.
Belum hilang rasa terkejutya, kini Hoseok sudah berada di atasnya. Salah satu
tangannya ia jadikan sebagai tumpuan. Kedua mata pria itu menusuk ke mata
Jikyung.
“O..
oppa. Kau bilang tidak akan melakukannya. Tapi..”
“Aku
memang tidak akan berbuat sejauh itu. Tapi aku tetap akan membuat malam ini
berkesan.”
Sebuah
ciuman diberikan Hoseok pada Jikyung. Jikyung membulatkan kedua matanya, karena
Hoseok menciumnya secara tiba-tiba. Tapi sedetik kemudian, gadis itu mulai
menyesuaikan diri. Ia menekan tengkuk Hoseok sekuat mungkin. Sementara Hoseok
merengkuh wajah Jikyung. Menciumnya dengan sangat dalam. Setelah keduanya
kehabisan nafas, Hoseok melepaskannya.
Hoseok menyingkir dari atas tubuh
Jikyung. Ia lantas mengambil eyeliner pensil dari saku celananya. Jikyung
sedari tadi heran apa yang akan dilakukan Hoseok dengan eyeliner itu. Hoseok
tersenyum dan meminta Jikyung untuk tiduran di pangkuannya.
“Untuk
apa benda itu, oppa?” tanya Jikyung. Hoseok tidak menjawab. Yang ia lakukan
hanya menyingkirkan rambut panjang Jikyung agar tidak menutupi leher. Ia lantas
menulis sebuah kalimat di leher Jikyung dengan eyeliner itu.
I love you as much as I breath
“Giliranmu.”
Ujar Hoseok sambil memberikan benda itu pada Jikyung. Jikyung menerimanya. Ia
mengambil tangan kanan Hoseok dan menulis kalimat I love you di sana. Hoseok mengambil eyeliner itu dari tangan
Jikyung. “Berikan telapak tanganmu.”
Jikyung membuka telapak tangan
kanannya. Hoseok kembali menuliskan kalimat, You’re mine forever. Jikyung tersenyum manis. Dengan lembut, Hoseok
mengusap kepala Jikyung. Ia lantas menurunkan kepalanya. Mendekatkan wajahnya
dengan wajah Jikyung dan kembali menciumnya.
===
Jikyung menundukkan kepalanya. Ia tidak menyangka
ayahnya akan pulang hari ini. Menurut jadwal, seharusnya Tuan Lee pulang besok
siang. Tapi kini ia sudah di rumah. Jikyung merasa lega karena Hoseok sudah
pergi tadi pukul 6 pagi. Semalam Hoseok kembali menginap di rumahnya.
“Kenapa
ayah pulang lebih awal?” tanya Jikyung pelan.
“Kau
ingin ayah pergi lebih lama?”
“Bu..
bukan begitu. Hanya saja, kemarin ayah bilang akan pergi selama 2 hari.”
Tuan Lee menatap Jikyung dengan
tajam. Ia mendengus pelan. Tentu saja ia tidak benar-benar ke luar kota seperti
yang ia katakan pada putrinya. Hanya ingin melihat apa yang dilakukan Jikyung
jika ia tidak di rumah dan apa yang ia duga selama ini memang benar. Putrinya
terus berduaan bersama penari jalanan itu.
“Kalau
ayah pergi selama lebih dari satu hari, ayah tidak tahu apa yang akan kau
lakukan bersama berandalan itu. Bisa saja dia sudah mengajakmu tidur bersama.”
Nafas Jikyung terasa berhenti. Ia
dan Hoseok memang sudah tidur bersama. Tapi mereka tidak pernah berhubungan
sejauh yang ayahnya duga.
“Hoseok
bukan pria seperti itu.” sanggah Jikyung. Tuan Lee diam saja dan tiba-tiba
sesuatu menarik perhatiannya.
“Apa
ini?” gumamnya sambil menyingkapkan rambut Jikyung sehingga lehernya tampak
jelas. Tuan Lee tertegun membaca tulisan di leher Jikyung. Lantas ia mengambil
telapak tangan Jikyung dan kembali menemukan kalimat bernada rayuan di sana.
“Siapa
yang melakukan ini?” tanya Tuan Lee dengan suara dingin. Jikyung menatap
ayahnya. Kedua matanya berkaca-kaca. Ia merutuki dirinya sendiri karena tidak
menghapus tulisan itu dari tubuhnya.
“Ayah..”
“Apa
yang sudah berandalan itu lakukan padamu, Jikyung? Apakah dia sudah merusakmu?”
“Tidak,
ayah. Hoseok tidak melakukan apa-apa padaku. Dia pria yang baik. Berhentilah
membencinya.”
“Masuk
ke kamarmu! Kau dilarang keluar rumah selama satu minggu.”
Jikyung membelalakkan matanya.
“Ayah, apa maksud ayah? Bagaimana dengan kuliahku?”
“Ayah
akan meminta ijin pada dosenmu. Sekarang cepat masuklah ke kamar!”
Tuan Lee benar-benar marah. Apalagi
tadi ia juga melihat beberapa bercak ungu pekat pada bahu putrinya. Jikyung
membalikkan badan, berlari menuju kamarnya dan membanting pintu. Ayahnya sudah
keterlaluan. Bisakah ia berhenti menyebut Hoseok sebagai berandalan?
Dan
sekarang ia dikurung selama satu minggu. Ia tidak bisa bertemu Hoseok. Apa yang
ia khawatirkan semalam benar-benar terjadi. Jikyung mengambil ponselnya dan
menelpon Hoseok.
“Ada
apa, Jikyung?”
“Oppa.
Ayahku sudah pulang?”
“Bukankah
seharusnya lusa?”
“Dan
sekarang aku dikurung selama satu minggu.”
“Apa?”
“Bawa
aku kabur, oppa.”
“Jikyung–“
“Kumohon.
Bawa aku pergi dari sini. Kemana saja aku tidak peduli.”
“Jikyung,
dengar. Kau akan baik-baik saja. Aku akan bicara dengan ayahmu.”
“Tidak,
oppa. Dia membencimu. Dia akan menghabisimu jika kau menemuinya.”
“Itu
tidak akan terjadi. Percayalah.”
“Oppa…”
Sambungan telepon diputus. Jikyung
menghela nafas dengan keras. Apa yang harus ia lakukan?
===
Hoseok menghentikan mobilnya di
depan halaman rumah Jikyung. Ia meminjam mobil kakaknya. Gerbang rumah mewah
itu terkunci rapat. Hoseok lantas menekan bel rumah itu. Setelah beberapa kali
mencoba menekan, akhirnya gerbang terbuka. Ia nyaris membelalakkan mata saat
melihat yang membukakan adalah Tuan Lee.
“Selamat
sore, Tuan Lee. Boleh saya bertemu Jikyung?” tanya Hoseok setelah membungkukkan
badan. Tapi Tuan Lee diam saja. Pria bertubuh besar itu bahkan tidak melepaskan
kacamata hitamnya.
“Dengar
nak,” Tuan Lee angkat bicara. Ia lantas melepas kacamata hitam yang dipakainya.
“Putriku adalah segalanya untukku. Aku membutuhkannya sebanyak dia
membutuhkanku. Dia gadis yang rapuh, ibunya sudah lama meninggal. Aku
memberitahumu, dia butuh seseorang yang benar-benar bisa melindungi dan
menjaganya. Seorang pria sejati. Bukan berandalan sepertimu.”
“Aku
mencintainya, Tuan.”
“Asal
kau tahu, cinta saja tidak cukup dalam suatu hubungan. Kau tidak bisa memberi
makan Jikyung hanya dengan cinta. Mungkin saat ini kau merasa yakin kalau
cintamu bisa membahagiakannya. Tapi apa kau masih yakin dengan cintamu itu
untuk 5 tahun yang akan datang? Maksudku, kau yakin tidak akan meninggalkan
Jikyung?”
“Kau
tidak tahu bagaimana kami.”
“Aku
bahkan tidak tahu dirimu. Jadi mulai sekarang, menjauhlah dari Jikyung.”
“Saya
tidak bisa.”
“Oh,
ingat satu hal. Jika suatu saat kau meninggalkannya untuk gadis lain,
menghancurkan hatinya, kau benar-benar dalam masalah besar. Jadi sebelum
Jikyung jatuh terlalu jauh padamu, lebih baik kau meninggalkannya sekarang. Itu
akan lebih baik.”
“Itu
akan menyakitinya.”
“Aku
hanya memberitahumu, kau tidak akan bertemu Jikyung lagi. Jangan dekati
Jikyung, jangan pernah berani atau mencoba membawanya pergi, kabur dariku.
Kalau kau berani melakukannya, kau akan mendapat akibat yang fatal, Jung
Hoseok.”
“Tuan
Lee, dengarkan–“
“Selamat
sore.”
Pintu gerbang besar itu menutup.
Hoseok tidak mencoba untuk menyusul ke dalam. Akhirnya ia hanya membalikkan
badan lantas pergi dari rumah Jikyung.
===
Jam digital di atas meja belajar
Jikyung menunjukkan pukul 10 malam. Tapi Jikyung belum juga tidur. Matanya
sembab oleh air mata yang terus ia keluarkan. Ia melihat tadi sore ayahnya
bertemu dengan Hoseok. Memang tidak ada keributan, tapi Jikyung yakin ayahnya
mengatakan jika Hoseok tidak akan bisa bertemu dirinya lagi.
Yang
semakin membuatnya gelisah, Hoseok tidak menjawab teleponnya. Pria itu juga
tidak membalas puluhan pesan yang dikirim Jikyung. Ayahnya mengunci kamarnya
dari luar. Saat tiba jam makan, Tuan Lee sendiri yang mengantarkan makanan,
lantas kembali mengurung Jikyung.
Gadis itu menenggelamkan wajahnya di
bantal. Kedua matanya terpejam, tapi ia tidak tidur. Tiba-tiba ponselnya
berbunyi. Jikyung langsung mengambil ponselnya yang ada di atas meja. Ada pesan
masuk dari Hoseok.
“Aku akan menjemputmu sekarang.”
Jikyung mengerutkan keningnya. “Memangnya kita akan kemana?”
“Pakailah baju hangat atau sweater.
Aku ke rumahmu sekarang.”
Antara
percaya dan tidak, Jikyung bingung dengan isi pesan Hoseok. Apakah Hoseok akan
membawanya kabur? Jikyung lantas beranjak turun dari tempat tidurnya. Ia membuka
almari pakaian dan mengeluarkan sebuah jaket. Sambil memakainya, pikiran
Jikyung terus berkecamuk. Haruskah ia kabur bersama Hoseok? Ia ingin
melakukannya. Tapi bagaimana jika ayahnya tahu?
“Ya
Tuhan, aku harus bagaimana?” gumam
Jikyung. Akhirnya ia memutuskan, ia akan pergi bersama Hoseok.
Sekitar 15 menit kemudian, Hoseok
mengirim pesan kalau ia sudah menunggu di bawah. Jikyung melihat dari jendela
kamarnya, ada sebuah mobil terparkir agak jauh dari rumahnya. Tapi ia tidak
melihat Hoseok. Akhirnya Jikyung menelpon kekasihnya itu.
“Oppa,
kau dimana?”
“Aku
di mobil. Kau lihat mobil hitam?”
“Aku
melihatnya. Tapi aku tidak bisa keluar. Ayah mengunci pintu kamarku.”
“Tunggu
sebentar.”
Setelah itu sambungan telepon
terputus. Jikyung panik memikirkan apa yang akan dilakukan Hoseok setelah ini.
Dan Jikyung berharap agar Hoseok bergerak cepat sebelum ketahuan oleh ayahnya.
5 menit kemudian ia dikejutkan oleh ketukan jendela kamarnya. Jikyung
menghampiri sosok di sana dan ternyata itu adalah Hoseok. Jikyung membuka
jendela kamarnya.
“Oppa,
bagaimana caranya kau…”
“Itu
tidak penting. Ayo kita pergi sekarang.”
Jikyung menggenggam tangan Hoseok
yang terulur padanya. Lantas ia melangkahkan kakinya melalui jendela kamar. Dengan
hati-hati, ia dan Hoseok melangkahkan kaki mengitari atap rumah. Saat sampai di
atas halaman belakang, “Naiklah ke punggungku.”
“Apa?”
“Cepatlah,
Jikyung. Kita tidak punya banyak waktu.
Jikyung mengangguk dan naik ke
punggung Hoseok. Pria itu berjalan menuruni atap. Ia nyaris terpeleset, namun salah
satu tangannya ia pakai untuk berpegangan pada tembok.
“Jikyung,
aku minta maaf kalau ini akan menyakitimu. Tapi aku akan melompat ke bawah.”
“A..
apa? Oppa, jangan gila!”
“Kita
tidak bisa kalau tidak lompat. Jangan lepas dari punggungku. Peluk erat-erat.
Aku akan berusaha lompat tanpa menyakitimu.”
Jikyung mepererat pelukannya pada
tubuh Hoseok dan memejamkan matanya rapat-rapat. Hoseok menghela nafas sekali,
lantas dengan yakin ia melompat dari atap rumah Jikyung setinggi 6 meter itu.
Mereka mendarat di halaman belakang, di atas rerumputan. Tubuh Jikyung
menindihi tubuh Hoseok. Lantas keduanya segera berlari, melewati celah kecil
yang mengarah ke jalan di luar. Saat sampai di depan mobil, Hoseok membukakan
pintu untuk Jikyung dan menyuruhnya utuk masuk terlebih dahulu.
Begitu
Jikyung sudah memakai safety belt, Hoseok menyusulnya dari sisi sebelah kiri.
Ia menyalakan mesin mobil. “Jikyung, kau yakin ingin melakukan ini?” tanya
Hoseok sambil menatap Jikyung. Jikyung tidak langsung menjawab. Ia beberapa
kali tampak menghela nafas.
“Kalau
kau tidak yakin, aku tidak akan memaksamu. Aku akan mengantarmu masuk.”
“Ya.
Aku yakin.”
Hoseok mengangguk. Ia menyalakan
mesin mobil dan menjalankannya. Sesekali Hoseok melirik spion, waspada jika
ayah Jikyung menyusulnya.
“Oppa,
kita akan kemana?”
“Aku
tidak tahu. Yang jelas kita akan pergi jauh.”
“Aku
takut ayah menangkapmu.”
Hoseok
diam saja karena ia juga mengkhawatirkan hal yang sama. “Kita akan ke stasiun.”
===
Tuan Lee terkejut saat tidak
mendapati Jikyung di kamarnya. Ia juga melihat jendela kamar Jikyung terbuka.
Melihat ke bawah, ia yakin pasti Jikyung kabur dengan melompat dari sini. Tapi
itu agak mustahil karena Jikyung takut dengan ketinggian. Pasti ada seseorang
yang membantu Jikyung. “Jung Hoseok..” itu adalah kata-kata yang pertama kali
meluncur dari mulut Tuan Lee. Ia yakin berandalan itu telah membawa kabur
putrinya.
Akhirnya
ia segera turun menuju garasi dan menyalakan mobil. Ia tidak tahu harus mencari
Jikyung kemana. Ponsel putrinya juga mati. Ia berputar-putar di jalan-jalan
besar Seoul, melewati kampus Jikyung, beberapa taman sampai tempat-tempat sepi
tapi tidak juga berhasil menemukan putrinya.
Lantas tiba-tiba ia terpikir untuk
menuju stasiun. Entah apa yang membuatnya memikirkan untuk pergi ke sana.
Meskipun kemungkinannya sangat kecil, tapi Tuan Lee tetap memacu mobilnya
dengan kecepatan tinggi. Jalanan sudah mulai sepi, sehingga ia bisa dengan
mudah mendahului beberapa mobil yang ada di depannya. Dan saat berada di
samping sebuah mobil sedan warna hitam, ia melihat di dalamnya ada sosok
Jikyung. Tuan Lee membelalakkan matanya. “Jikyung!”
Sepertinya, seseorang di dalam sedan
hitam itu menyadari adanya mobil Tuan Lee. Dan seketika mobil itu mendahului
mobilnya. Tuan Lee memukul kemudinya dengan kesal. Dan aksi kejar-kejaranpun
tak terhindarkan.
===
Jikyung terkejut ketika melihat
mobil ayahnya kini berjalan di samping mobil Hoseok. Ia menyerukan pada Hoseok agar
lebih cepat. Hoseok menoleh dan benar, mobil Tuan Lee tengah berpacu di samping
mobilnya. Hoseok menginjak pedal gasnya dalam-dalam. Mobilnya melaju lebih
cepat menembus gelapnya malam kota Seoul. Ia panik. Tahu kalau apa yang ia
perbuat saat ini penuh dengan resiko. Tapi apapun itu, Hoseok akan menembus
semua resiko untuk satu hal. Bersama Jikyung adalah satu-satunya hal yang ada
di kepalanya saat ini.
Nafas
Hoseok terasa ringan. Semakin cepat ia melajukan mobilnya. Ada sebuah
adrenaline yang melingkupi dadanya. Dan tiba-tiba saja semua rasa takutnya pada
Tuan Lee menghilang. Ia akan menghadapi pria itu. Memperjuangkan perasaannya
pada Jikyung. Dan Hoseok menekan remnya saat tiba-tiba mobil Tuan Lee berhenti
di depan mobilnya. Jikyung dan Hoseok terpaku, menatap lurus seseorang yang
perlahan keluar dari mobil mewah itu.
“Kau
jangan khawatir, Jikyung. Aku akan mengatasi semuanya.” Ujar Hoseok sambil
menggenggam tangan Jikyung. Ia tahu gadisnya tengah gugup luar biasa karena ia
juga begitu.
“Oppa,
jangan turun.” Pinta Jikyung. Tapi Hoseok hanya tersenyum. Dari sini keduanya
bisa melihat amarah yang terpancar dari ekspresi dingin Tuan Lee. Dan Jikyung
bersumpah itu adalah ekspresi paling mengerikan yang pernah ia lihat dari
ayahnya.
Tuan Lee berdiri di depan mobil
Hoseok. Hoseok tahu Tuan Lee ingin bicara padanya. Jadi ia melepas safety
beltnya, dan saat akan membuka pintu, “Oppa.” Jikyung mencegahnya. Tapi Hoseok
melepas genggaman tangan Jikyung. Dengan yakin ia turun, berdiri di hadapan
Tuan Lee. Jikyung hanya melihat dari dalam.
Suasana
stasiun sudah agak sepi. Sebenarnya mereka berada beberapa puluh meter jauh
dari gerbang stasiun. Tidak ada yang melihat mereka. Hoseok membungkukkan
badannya, memberikan hormat pada pria di depannya. Tuan Lee hanya menanggapinya
dengan melipat kedua tangan di dada.
Hoseok mengangkat kepalanya,
memberanikan diri menatap Tuan Lee.
“Kau
lupa dengan apa yang aku katakan tadi?” tanya Tuan Lee.
“Saya
masih mengingatnya.”
“Lantas
kenapa kau melakukan apa yang aku larang?”
“Saya
sudah mengatakan jika saya mencintai Jikyung.”
“Kau
sadar? Aku bisa menyeretmu ke kantor polisi karena kau sudah membawa lari
putriku. Kau benar-benar seorang berandalan, Jung Hoseok.”
Sebuah pukulan lantas dilayangkan
Tuan Lee ke wajah Hoseok. Hal itu membuat Hoseok terhuyung sekali, kemudian ia
kembali menerima pukulan keras di matanya. Ia jatuh tersungkur. Secara brutal,
Tuan Lee menghujaninya dengan pukulan dan tinju di sekujur wajahnya. Jikyung
bergegas turun dari dalam mobil. Ia mencegah ayahnya menghajar Hoseok.
“Ayah!
Hentikan! Kau bisa membunuh Hoseok oppa!”
“Aku
memang akan membunuhnya, Jikyung.”
“Kumohon
hentikan!”
Tuan Lee mencengkeram kerah baju
Hoseok lantas mengangkatnya agar Hoseok berdiri. Wajah Hoseok sudah penuh
dengan memar dan darah. Dengan berapi-api, Tuan Lee kembali melayangkan tinju
di antara bibir dan hidung Hoseok. Darah langsung keluar dari hidung Hoseok.
Pria muda itu kembali tersungkur.
Dan kesempatan ini digunakan Tuan
Lee untuk menarik Jikyung pulang. Jikyung menolak, berusaha melepaskan diri
dari cengkeraman ayahnya. Tapi Jikyung terlalu lemah untuk berontak. Ia hanya
bisa memanggil-manggil nama Hoseok, meminta pria itu membantunya melepaskan
diri dari sang ayah. Tapi Hoseok tidak bisa.
Samar-samar
ia melihat Jikyung dipaksa ayahnya masuk ke dalam mobil. Hoseok mencoba untuk
berdiri namun kedua kakinya terlalu sakit karena saat ia tersungkur tadi, ia
juga merasa sebuah tendangan di kakinya.
“Jikyung…”
gumamnya. Darah masih mengalir dari mulut dan hidungnya. Lantas ia mendengar
deru mesin mobil dan sorotan lampu menerobos matanya. Lama-kelamaan cahaya itu
menghilang. Hoseok masih tersungkur pada tempatnya. Kedua matanya susah untuk
dibuka karena memar-memar dan luka.
Hoseok
tebatuk-batuk, memegang dadanya yang terasa sakit. Akhirnya ia memutuskan untuk
tidak berusaha bangun. Ia menatap langit malam yang nampak samar oleh matanya.
Air mata meleleh membasahi pipinya. Beginikah caranya berakhir dengan Jikyung?
Mengapa ia begitu bodoh dan lemah?
“Maafkan
aku, Jikyung. Aku memang tidak akan pernah bisa menembus batas itu. Batas yang
dibuat oleh ayahmu. Terlalu sulit. Tapi satu hal yang perlu kau tahu, sayang.
Aku akan selalu mencintaimu. Meskipun membuktikan pada ayahmu bahwa aku
mencintaimu adalah hal tersulit dalam hidupku, aku tidak apa-apa. Kalaupun
suatu saat kau bahagia tanpa aku, aku akan membiarkannya. Menatapmu bahagia
bersama orang lain. Bahagiamu adalah kebahagiaanku juga.”
Hoseok memejamkan matanya. Merasakan
belaian angin malam yang membuat wajahnya terasa kaku. Berharap ada seseorang
yang bisa menolongnya untuk mengantarnya pulang. Tapi jika ia harus mati di
sini, saat ini, ia tidak apa-apa. Setidaknya ia ingin satu hal. Melihat senyuman
Jikyung yang terakhir kalinya.
===END===
From
author :
Hai
readers! Dobibee posting fanfiction terbaru. Sebenernya ini sebuah songfict.
Inspired by Justin Bieber – As long as you love me. Author coba mengembangkan
ceritanya dengan versi author sendiri. Tapi inti lagunya tetep ada. Dan author
ambil beberapa plot di sini dari scene di mvnya JB sendiri.
Dan…
author pilih Jung Hoseok / J-Hope BTS sebagai main character di sini soalnya
emang cucok banget. Dia kan main dancer di BTS, terus stylenya dia juga pas.
Oke mungkin watak aslinya J-Hope emang gila dan bisa dikatakan idiot, beda 180
derajat dari tokoh di sini. Tapi tolong abaikan watak aslinya dia wkwk.
Cerita ini milik author, para cast milik diri
mereka sendiri. Cuma pinjem aja haha. Kalau ada kesamaan nama tokoh, cerita,
alur dsb harap maklum. Tapi ini murni dari pemikiran author. Jangan dijiplak,
jangan disadur, jangan repost tanpa ijin. Kalau ada yang plagiatin atau repost
tanpa ijin = ILEGAL. Terimakasih.