Kamis, 16 Oktober 2014

[FANFICTION - HUNHAN TRAGEDY] I'M FINE



Title : I'm Fine
Cast : Xi Luhan, Oh Sehun
Author : dobibee
Genre : Romance, angst
Length : Oneshoot
Disclaimer : Ff ini murni dari dobibee sendiri. Bukan jiplakan atau saduran. Cover juga buatan dobibee sendiri, jadi wajar kalau agak absurd haha. DO LEAVE A COMMENT, DON'T BE A PLAGIARISM, COPY OR TAKE MY STORY? IJIN DULU, JANGAN LUPA SERTAKAN CREDIT.

             Angin musim semi berhembus pelan. Pria itu berjalan menyusuri jalanan yang dulu sering ia lewati bersama kekasihnya. Dulu sebelum kekasihnya meninggalkannya. Ia tahu ini semua salahnya. Karena keegoisannya. Tangannya membawa sebuah foto berbingkai manis. Sesekali dipandangnya foto itu sambil menyunggingkan senyum diiringi lelehan air mata. 

“ Beri aku kesempatan kedua, Luhan. “

---
                Sehun mematikan komputer di meja kantornya yang sudah menyala sejak pukul 9 pagi tadi. Ia melihat jam tangan silver yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Pukul 9 malam. Berarti ia sudah 12 jam di kantornya. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang. Ia benar-benar lelah.

“ Kau benar-benar gila kerja, Sehun. Aku saja sudah pulang sejak pukul 5 tadi. “
“ Kalau bukan karena Tuan Lee mengomeliku tadi, aku tidak sudi lembur sampai selarut ini. “

                Sehun duduk di samping Jongin. Mereka berdua memang bekerja di kantor yang sama. Jongin menjemput Sehun karena tadi pria berambut pirang itu menelponnya dan memintanya menjemput.  Jongin langsung mengiyakan dan menjemput Sehun dengan mobilnya.

“ Mau minum dulu? “ tawar Jongin.
“ Boleh. “
  
                Jongin lantas menjalankan mobilnya menuju sebuah club yang biasa mereka kunjungi. Begitu sampai, Jongin mematikan mesin mobilnya. Sehun melepas safety beltnya dan turun dari mobil Jongin. Segera mereka memasuki club itu. Suara dentuman musik disko yang keras langsung menyambut mereka. Jongin dan Sehun memesan segelas wine ringan. 

“ Aku ingin mengundurkan diri dari kantor itu. “ ujar Sehun.
“ Mwo? Bukannya beberapa bulan lagi kau akan menikah? “ Jongin terkejut mendengar penuturan Sehun.
“ Uang tabunganku sudah cukup untuk menikah dengan Riyu. “
“ Pertimbangkan baik-baik, Sehun. Kau sudah 4 tahun bekerja di perusahaan itu. Tentu kau sudah sangat mengenal bagaimana karakter Lee Yoonjong. “
“ Tapi tua bangka itu selalu seenaknya sendiri. “
“ Tentu saja. Dia pemilik perusahaan itu. “

                Sehun meneguk wine miliknya saat ekor matanya menangkap bayangan sosok yang sangat tidak asing baginya. Di tengah lantai dansa, bersama seseorang mereka berdua berpelukan dan menikmati alunan musik yang keras.

“ Sehun, apa yang kau lihat? “
“ Bukankah itu Riyu? “
“ Riyu? “

                Jongin menyipitkan matanya. Benar. Itu Riyu. Calon istri Sehun. Tapi bersama pria lain.
“ Sehun, apa yang akan kau lakukan? “ tanya Jongin panik saat melihat Sehun berdiri dan melipat lengan kemejanya sampai ke batas siku.
“ Memberi sedikit pelajaran. “

                Sehun menghampiri wanita yang ia yakini sebagai Riyu. Dan saat mereka berhadapan, wanita itu terkejut sampai menutup mulutnya.

“ Se… Sehun. Apa yang kau lakukan di sini? “
“ Seharusnya aku yang bertanya, apa yang kau lakukan di sini? “
“ A… aku… “
“ Lupakan pernikahan kita. Aku sudah selesai denganmu. “



---
                Sudah 5 hari Sehun tidak berangkat kerja. Pikirannya masih kacau setelah melihat apa yang Riyu lakukan malam itu. Setiap malam ia selalu pergi ke club untuk mabuk-mabukan. Meskipun Jongin sudah berusaha keras untuk melarangnya, yang ada Sehun malah mengamuk. Jadi Jongin tidak bisa menahannya lagi.

“ Aku sakit hati. “ itu alasan yag selalu Sehun utarakan pada Jongin. Dan Jongin hanya bisa merasa iba. Apalagi Tuan Lee memutuskan untuk memecat Sehun. Kehidupan Sehun bertambah buruk. Uang tabungan yang semula akan ia gunakan untuk menikah dengan Riyu semakin lama semakin berkurang karena Sehun gunakan untuk berfoya-foya sedangkan ia sama sekali tidak mempunyai penghasilan.

“ Berhentilah seperti ini, Sehun. Kau bisa kehabisan uang. “
“ Biar saja. Aku tidak masalah jika aku harus menjadi gelandangan. “
“ Bicara apa kau ini? “
“ Sudahlah, Jongin. Jangan cegah aku. “

                Jongin akhirnya memutuskan untuk membiarkan Sehun sementara waktu. Sehun ingin sendiri. Namun jika suatu saat Sehun membutuhkan pertolongan, maka Jongin akan ada di sana untuk membantunya

---
    
            Sehun merasa ada yang berubah dari dirinya. Setiap kali ia melihat wanita, maka di dalam hatinya akan muncul perasaan benci. Benci yang teramat sangat. Mungkin karena rasa sakit hatinya yang terlalu dalam karena Riyu. Riyu sudah mengubahnya sampai sejauh ini. Sampai ia membenci sosok bernama wanita.

“ Satu gelas wine. “

                Sehun menoleh pada arah suara di sampingnya. Ia memperhatikan orang yang kini berdiri tepat di samping kanannya. Dari ujung kepala sampai ujung kaki. Orang itu meneguk gelas wine miliknya dengan tenang. Ia melirik sekilas pada Sehun. Ia tahu bagaimana cara Sehun memperhatikannya. Ia tidak merasa risih. Justru tersenyum tipis.

“ Ada masalah? “ tanya orang itu. Astaga suaranya lembut sekali.
“ Tidak ada. “

                Sehun membuang muka. Kini giliran dirinya yang diperhatikan oleh orang itu.

“ Ada apa? “ tanya Sehun gusar.
“ Namaku Xi Luhan. Senang  bertemu denganmu.

---
    
            Sehun melirik jam digital yang ada di mobilnya. Pukul setengah 10 malam. Jalanan belum juga sepi. Sehun menginjak pedal gasnya lebih dalam. Ia ingin segera ke Lava Club. Menemui seseorang yang bernama Xi Luhan. Mereka berjanji untuk kembali bertemu di sana. Begitu sampai, Sehun memarkirkan mobilnya dan segera masuk ke Lava Club. Di tempat mereka bertemu kemarin, Sehun menunggu kedatangan Luhan. 5 menit kemudian, Sehun merasa seseorang menepuk bahu kirinya. Pria berambut pirang itu menoleh dan senyumnya mengembang.

“ Sudah lama? “ sepasang mata berbinar itu sangat indah di tengah kilatan cahaya di club ini.
“ Tidak. Baru 5 menit. “
“ Kau sudah memesan? “
“ Belum juga. “
“ Kalau begitu ayo kita pesan minum. “

                Orang itu –Xi Luhan lantas memesan sebotol wine untuk ia dan Sehun. Mereka duduk bersebelahan di meja bartender. Jika bertemu, yang mereka lakukan hanyalah mengobrol. Jika pulang dari club, mereka akan berhenti sebentar di sepanjang jalanan yang mulai sepi.

“ Berapa usiamu, Sehun-ssi? “
“ Aku? Memangnya kenapa? “
“ Tidak. Hanya ingin bertanya. “
“ Yang jelas lebih dari 20 tahun. “

                Luhan terkekeh pelan mendengar jawaban Sehun. Ia kembali meneguk gelas di hadapannya. Baru 3 hari ia mengenal Sehun dan ia sudah merasa tertarik dengan pria ini. Tatapan matanya yang dingin menusuk, cara bicaranya, semuanya sangat misterius dan membuat Luhan semakin penasaran dengan orang ini.

                Hampir setiap hari Sehun dan Luhan bertemu di Lava club. Lama-kelamaan, mereka bosan dengan suasana club yang itu-itu saja. Akhirnya Luhan mengajak Sehun bertemu di sebuah café yang suasananya lebih ramah bagi telinga.

“ Aku tidak terbiasa dengan kopi. “
“ Lama-kelamaan kau juga akan terbiasa. Dulu aku juga tidak terbiasa dengan wine. Namun aku banyak membaca kalau wine itu tidak baik untuk tubuh jika diminum dalam jangka waktu yang lama. “
“ Lantas? “
“ Aku ingin berhenti minum. “
“ Konyol sekali. “
“ Itu tidak konyol. Aku masih sayang pada diriku sendiri. “

                Sehun hanya mendengus. Saat di café Sehun hanya memesan segelas jus jeruk. Sementara Luhan lebih memilih espresso. Sambul mengaduk jus jeruknya, Sehun memperhatikan Luhan dengan saksama. Pria ini tidak lebih tinggi darinya. Bahkan lebih pendek. Rambutnya berwarna coklat terang. Satu hal yang paling menarik dari Luhan adalah matanya. Luhan memiliki mata yang sangat indah.

“ Kau sudah punya pacar? “ tanya Luhan saat ia menyadari Sehun memperhatikannya –untuk kesekian kalinya.
“ Aku putus dengan pacarku. Belum lama. “
“ Kenapa? Dia selingkuh dengan pria lain? “
“ Dan aku melihatnya sendiri. “
“ Tidak ingin cari lagi? “
“ Aku muak dengan wanita. “
“ What? “
“ Aku tidak tertarik untuk berpacaran. Untuk sementara ini. “
“ Aku juga muak dengan wanita. “

                Sehun ternganga dengan ucapan Luhan. Jadi mereka mempunyai latar belakang yang sama. Pengkhianatan. Keduanya sama-sama pernah dikecewakan oleh makhluk bernama wanita.

“ Aku bahkan sudah bertunangan. Rencananya kami akan menikah awal tahun depan. Tapi… “
“ Tapi kenapa? “
“ Aku hidup tanpa orang tua. Bahkan sejak kecil aku tidak tahu siapa orang tuaku. Aku hidup di panti asuhan sampai aku lulus SMA. Lantas aku memutuskan untuk kerja paruh waktu sambil melanjutkan kuliah. Aku kuliah dengan uang jerih payahku sendiri. Lantas di semester ke-2, aku bertemu dengan seorang pengusaha. “
“ Siapa namanya? “
“ Ah, tidak usah kusebut. Orang itu bersama istrinya lantas mengadopsiku sebagai anaknya. Aku mau-mau saja. Akhirnya aku tinggal di rumah mereka. Rumah yang sangat mewah. Segala fasilitas ada. Aku bahkan tidak perlu bekerja untuk membiayai kuliahku. Mereka memberikanku mobil. Membiayai kuliahku sampai aku mendapat gelar sarjana. “
“ Mereka orang yang baik. “
“ Hanya ibu angkatku yang baik. Tapi tidak dengan ayah angkatku. “
“ Bagaimana bisa? “
“ Saat kuliah semester 4, aku berpacaran dengan seorang gadis. Aku mencintainya setengah mati. Apapun kuberikan agar ia bahagia di sisiku. Hingga kami lulus dan bekerja di kantor yang sama. Tapi aku tidak mau bekerja di perusahaan yang dipimpin ayah angkatku. Kami berpacaran selama hampir 5 tahun. Dan tiba-tiba saat aku pulang dari kantor pukul 10 malam… “
“ Apa yang terjadi? “
“ Aku melihat ayah angkatku tidur dengan kekasihku. “

---

                Sehun melepas jaket kulit hitamnya lantas menggantungnya di dekat almari. Ia merebahkan diri di atas tempat tidurnya yang empuk. Cerita Luhan tadi masih terekam jelas di kepalanya. Setiap kata demi kata masih ia ingat dengan baik. Ia tidak menyangka Luhan penah mengalami pengkhianatan yang jauh lebih menyakitkan dari dirinya. Tiba-tiba timbul keinginan dalam diri Sehun untuk mengenal Luhan lebih jauh. Setiap hari Sehun berusaha agar bisa bertemu dengan Luhan. Dan Luhan selalu mau. Mereka bertemu di suatu tempat. Kadang di café, di restaurant atau di sebuah mall. Yang mereka lakukan hanya mengobrol. Lebih mengenal satu sama lain. Sehun merasa nyaman jika ia menatap wajah Luhan.

                Luhan memiliki wajah yang cantik meskipun ia adalah seorang pria. Senyumnya sangat manis. Dan senyuman seorang Luhan mampu menghangatkan hati Sehun. Memberikan warna baru dalam hidupnya. Membuat Sehun kembali bersemangat dan akhirnya Sehun memutuskan untuk kembali mencari sebuah pekerjaan. Sebuah keberuntungan karena Sehun langsung di terima di sebuah perusahaan financial yang lumayan maju.

                Gaji yang ia terima setiap bulan cukup untuk makan sehari-hari dan memperpanjang sewa apartemennya. Sehun kembali merasa ‘hidup’. Dan yang membuatnya merasa semakin lengkap adalah karena ia semakin sering bertemu dengan Luhan. Kebetulan kantor tempat mereka bekerja satu arah. Sebelum berangkat, Sehun terlebih dahulu menjemput Luhan dan mengantarnya ke tempat kerja. Kegiatan ini berulang selama hampir 6 bulan. Setiap akhir pekan, mereka berdua pergi ke perpustakaan kota. Tentu saja Luhan yang mengajak. Karena Sehun bukanlah tipe pembaca. Ia tidak suka membaca buku.

“ Bermain game lebih menyenangkan. “ sahutnya jika setiap kali Luhan menyuruhnya membaca.
“ Buku adalah jendela dunia. “
“ Aku pernah mendengar itu dari guruku saat aku SD. “

                Bukannya kesal, Luhan justru tertawa geli. Sehun selalu menjawab perkataannya dengan kata-kata yang menurutnya unik. Ia belum pernah bertemu orang seperti Sehun. Seseorang yang begitu acuh dengan ucapan orang lain. Orang yang selalu mengikuti kata hati dan menetap pada pendiriannya.

                Hari ini mereka berdua tidak bekerja karena ini hari minggu. Seperti biasanya mereka menghabiskan waktu dengan pergi jalan-jalan. Saat hari beranjak malam, mereka makan di sebuah restaurant China. Luhan mengatakan kalau ia merindukan makanan dari kampung halamannya itu.

“ Berapa lama kau tidak pulang ke China? “ tanya Sehun sambil mengaduk mie yang mengepulkan asap itu.
“ Sekitar 8 tahun. “
“ Lama sekali? “
“ Aku masih belum ingin pulang. “
“ Kenapa? “
“ Hatiku sudah melekat di Korea. “

                Sehun tersenyum mendengar penuturan Luhan. Tiba-tiba ia menatap ada perubahan dalam cara Luhan memandang. Pria mungil itu seperti fokus akan sesuatu. Karena penasaran, Sehun melihat apa yang sudah menarik perhatian Luhan. Matanya melihat sepasang pria dan wanita. Pria paruh baya duduk berhadapan dengan seorang wanita yang masih muda. Sepertinya usia mereka terpaut jauh. Sehun melirik Luhan sekilas. Tangan pria itu meremas selembar tisu yang ada di atas meja.

“ Luhan? “
“ Ayo pergi dari sini. “

                Luhan berdiri lantas meninggalkan tempat itu. Sehun segera menyusulnya. Sesampainya di mobil, Luhan tidak melakukan apa-apa. Dia hanya berdiri di samping mobil.

“ Ayo pulang. “

                Tanpa menunggu persetujuan Sehun, Luhan masuk ke mobil. Sehun hanya menggelengkan kepalanya lantas ikut masuk ke mobil. Karena sekarang memakai mobil Sehun, Sehun mengajak Luhan ke apartemennya. Begitu sampai di apartemen, Sehun mengambilkan Luhan segelas air putih dingin.

“ Siapa mereka? “ tanya Sehun hati-hati.
“ Mereka yang sudah menghacurkan perasaanku. “
“ Ayah angkatmu? “
“ Aku tidak menyangka mereka masih berhubungan. Kupikir wanita itu mendekati ayahku hanya untuk menguras hartanya. “

                Sehun menatap Luhan dengan nanar. Tampak kalau pria itu mulai menitikkan air mata. Seolah-olah mendapat perintah dari hatinya, Sehun menarik Luhan ke pelukannya. Dan tanpa ia duga Luhan memeluknya dengan erat dan tersedu-sedu di sana.

“ Kau masih punya aku, Luhan. “
---

                Semakin hari, intensitas Luhan dan Sehun untuk saling bertemu menjadi semakin besar. Sepulang dari kantor, Luhan selalu menyempatkan diri untuk mampir ke apartemen Sehun atau sebaliknya. Mereka merasa saling memiliki dan membutuhkan. Hingga akhirnya mereka yakin akan perasaan yang selama ini mereka rasakan. Yang selalu membuat malam-malam mereka dipenuhi oleh impian dan harapan akan kebersamaan. Perasaan itu;cinta.
---

                Sehun membuka matanya perlahan. Di sampingnya, Luhan masih terlelap. Sehun menatap wajah malaikat di sampingnya itu. Segurat senyum terukir di bibirnya.

“ I love you, Lulu. “

                Sehun lantas mengecup pucuk kepala Luhan dan beringsut turun dari tempat tidur. Pukul setengah 7 pagi. Sehun bergegas mandi dan mempersiapkan keperluannya bekerja. Saat Sehun masih menyisir rambutnya, Luhan terbangun.

“ Sehun… “
“ Kau sudah bangun, Lulu? “
“ Kenapa kau tidak membangunkanku? “
“ Maaf. Aku tidak ingin mengganggu tidurmu. “
“ Akan kubuatkan sarapan. “
“ Tidak usah. Lebih baik kau juga bergegas mandi. Kita makan berdua di luar saja. “

                Luhan tersenyum. Ia lantas meraih handuk miliknya dan menuju kamar mandi. Saat ia berjalan melewati Sehun yang masih mengancingkan lengan kemejanya, Luhan mengecup pipi Sehun singkat.

“ I love you. “

                Dan ia berlari ke kamar mandi.

---

                Luhan masih duduk di sofa sambil menonton drama di tv. Berkali-kali ia melirik jam kecil di atas meja. Sudah pukul 11 malam. Tapi Sehun-nya belum juga pulang. Ia cemas. Penuh rasa khawatir. Hal-hal buruk mulai masuk ke dalam pikirannya. Bagaimana kalau Sehun-nya kecelakaan? Atau dirampok di tengah jalan? Bagaimana kalau Sehun-nya celaka?

                Luhan kembali mencoba menghubungi ponsel Sehun. Namun tidak juga aktif. Luhan menggigit bibir bawahnya.

“ Sehun kau kemana? Kenapa kau belum juga pulang? “

                Tiba-tiba pria mungil itu dikejutkan oleh suara dentingan bel dari luar. Segera ia buka pintunya. Dan begitu melihat siapa yang datang, Luhan langsung memeluk orang di hadapannya.

“ Syukurlah kau tidak apa-apa. “
“ Luhan, apa yang terjadi? “

                Luhan tidak menjawab. Ia justru menangis sesenggukan. Sehun mengusap kepala kekasihnya itu dan membimbingnya masuk ke dalam. Luhan belum juga melepaskan pelukannya. Sehun juga tidak berusaha melepaskan diri. Pelukan dari Luhan adalah hal terindah yang pernah ia rasakan.

“ Aku mengkhawatirkanmu. Mengapa kau pulang selarut ini? “
“ Maaf. Ada banyak pekerjaan di kantor. “
“ Mengapa ponselmu tidak aktif? “
“ Umm, baterainya habis. Aku lupa tidak membawa charger. “
“ Bodoh. “

                Sehun tertawa kecil. Luhan menenggelamkan wajahnya di dada Sehun yang masih tertutup kemeja birunya.

“ Aku mencintaimu, Sehun. “
“ Aku lebih mencintaimu, Lulu. Jangan pernah pergi dariku. “
“ I’ll never. “

                Sehun mengangkat dagu Luhan. Lantas ia kecup bibirnya yang mungil itu. Luhan diam saja. Sehun menekan tengkuk Luhan dan menciumnya lebih dalam. Luhan melingkarkan kedua tangannya di Leher Sehun. Setengah mati ia mencintai pria ini. Apapun akan ia berikan agar Sehun tetap menjadi milikinya.

“ I love you.. “ bisik Sehun di tengah ciumannya. Luhan hanya mengangguk dan tersenyum. Perlahan Sehun membimbing pria mungilnya ke tempat tidur dan merebahkannya. Di tatapnya wajah Luhan yang nampak tegang.
“ Kau tegang? “ bisik Sehun.
“ Sedikit. “

                Luhan menutup matanya saat Sehun kembali mendekatkan wajahnya. Perlahan Luhan mulai hanyut dengan apa yang dilakukan Sehun. Jantungnya berdetak sangat cepat. Begitu pula dengan Sehun. Ia sendiri sangat gugup. Tapi rasa cintanya pada Luhan mengalahkan semua gugup dan lelahnya. Dan apartemen Sehun ini menjadi saksi kedua insan itu menyatu dalam cinta. Dunia harus tahu betapa besar cinta mereka. Kalaupun dunia menolak mereka, setidaknya mereka masih saling memiliki. Dan itu bisa membuat mereka merasa masih berarti.
---

                Sudah 4 bulan Luhan dan Sehun tinggal bersama. Apartemen Sehun memang bukan apartemen mewah dengan biaya sewa selangit. Namun itu sama sekali tidak menjadi masalah bagi Luhan untuk tinggal. Baginya Sehun adalah segalanya. 

“ Aku rela tidur di bawah langit asalkan denganmu. “

                Setiap pagi mereka sarapan bersama, berangkat ke kantor bersama. Saat akhir pekan mereka jalan-jalan menghabiskan sore. Dan bila malam tiba, mereka saling berbagi kehangatan. Luhan sudah terbiasa dengan Sehun. Ia hapal benar apa yang menjadi kesukaan Sehun dan apa yang dibencinya. Sehun sangat mencintai Luhan begitu pula sebaliknya.

“ Sehun, kau lelah. Jangan paksa dirimu. “ ujar Luhan sambil mengusap wajah Sehun.
“ Tidak. Aku menginginkannya. “
“ Tapi kau baru saja pulang. “
“ Kau kenapa, Luhan? Apa kau tidak mau lagi kusentuh? “
“ Bu… bukan begitu. Aku hanya khawatir. “
“ I’m fine. Jangan menolakku, Luhan. “

                Luhan mengangguk. Ia meraih tengkuk Sehun dan mencium bibirnya. Ia tidak mau Sehun kecewa. Jadi ia akan lakukan apapun untuk menyenangkan Sehun.
Meskipun tidak lama, namun Sehun cukup puas. Ia memang kelelahan. Tapi ia rindu pada Luhan. Seusai proses penyatuan cinta yang sebentar itu, mereka berdua berbaring dalam balutan selimut.  Luhan menyandarkan kepalanya dalam dekapan Sehun. Tangan Sehun memainkan rambut coklat Luhan. Keduanya menatap langit-langit apartemen.

“ Luhan, “
“ Ne? “
“ Apa kau pernah merasa menyesal karena mencintaiku? “
“ Mengapa kau bertanya seperti itu? “
“ Aku hanya… “
“ Atau jangan-jangan kau yang menyesal karena mencintaiku? “
“ Tidak, Luhan. Tidak seperti itu. “
“ Aku rela dijauhi oleh semua orang di tempat kerja. Dianggap aneh karena aku mencintai seorang pria. Aku dihina oleh mantan kekasihku. Semua orang menganggapku punya kelainan jiwa. Tapi aku mengabaikannya. Karena apa? Karena aku mencintaimu, Sehun. Karena aku hanya merasa memilikimu. Jangan pernah bertanya padaku seperti itu lagi. “
“ Maaf.. “

                Sehun memeluk Luhan yang sudah menangis. Ia menyesal. Ia sudah berkali-kali melontarkan pertanyaan yang membuat Luhan menangis. Dan yang lebih menyayat hatinya adalah Luhan tetap mencintainya. Luhan tidak pernah marah padanya. Apapun yang Sehun minta selalu Luhan berikan.

“ Sehun, kalau kau bertanya apa arti dirimu bagi diriku, maka aku akan menjawab kalau kau adalah nyawaku. Kalau kau pergi, aku pasti akan mati. “
“ Dan aku tidak akan pernah pergi darimu, Luhan. “
“ Kau berjanji? “
“ Aku berjanji.
---

                Tak terasa sudah hampir 2 tahun mereka menjalin cinta. Cibiran dari orang-orang sekitarnya adalah makanan mereka sehari-hari. Namun mereka selalu memuntahkannya. Sehun selalu meyakinkan Luhan kalau orang-orang itu hanyalah orang-orang yang iri.

“ Mereka tidak bisa mendapatkan kebahagiaan seperti yang kita dapatkan, Lulu. Kau tidak usah memikirkannya. Abaikan saja perkataan mereka. “
“ Kau segalanya, Sehun. “

                Kinerja Sehun di kantornya berkembang pesat semenjak ia berhubungan dengan Luhan. Baginya Luhan adalah segalanya. Ia bekerja sebaik-baiknya agar bisa menjadi pendamping yang baik untuk Luhan. Jika suatu saat ada yang mau menikahkan mereka, maka Sehun akan menikahi Luhan. Membangun dunia mereka sendiri. Tidak boleh ada orang lain yang masuk atau bahkan mengusik dunia mereka. Karena Luhan adalah dunianya. Luhan adalah hidupnya.

                Dan berkat kerja kerasnya, Sehun diangkat sebagai manajer pemasaran. Sebelumnya, Direktur Junmyun mempromosikannya besar-besaran. Dan setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya diambillah keputusan besar itu. Kini Sehun bekerja di ruangannya sendiri. Ruangan yang lebih nyaman. Ia tidak harus berbagi ruangan dengan karyawan lainnya. Ruang sekretarisnya juga terpisah dari ruangannya.

                Namun disamping kebahagiaan, harus ada sesuatu yang dikorbankan.
Di pertengahan tahun ketiga, Luhan jatuh sakit. Badannya menggigil keras. Demamnya sangat tinggi.

“ Luhan, ayo kita ke dokter. “ ajak Sehun.
“ No. I’m fine. “
“ No. you’re not. Kau harus segera mendapat obat agar sakitmu sembuh. “
“ Kau ada di sampingku itu sudah menjadi obat, Sehun. “
“ Tidak. Selama ini kau sudah mengabaikan perintahku. Tapi kuharap tidak untuk yang ini. Ayolah, Luhan. Kau harus sembuh. “
“ Aku tidak kuat untuk bangun. “

                Sehun lantas mengambil pakain hangat untuk Luhan dan mengganti baju kekasihnya. Ia lilitkan sebuah syal di leher Luhan. Setelah Luhan ganti pakaian, Sehun menyangga lengan luhan. Kekasihnya benar-benar lunglai. Tubuhnya lemas sama sekali. Dengan berbagai usaha, Sehun menggendong Luhan di punggungnya.

“ Badanmu panas sekali, Lulu. “
“ Benarkah? Aku merasa kedinginan. “

                Sehun mengambil kunci mobil dan dompetnya. Ia keluar dari apartemennya menuju parkiran mobil –dengan masih menggendong Luhan. Begitu sampai di mobil, Sehun memasukkan Luhan ke mobilnya dan ia segera membawa kekasihnya ke rumah sakit.

                Mereka sampai di rumah sakit. Sehun kembali menggendong Luhan ke ruang Instalasi Gawat Darurat agar Luhan bisa secepatnya mendapat pertolongan pertama. Sehun tidak diperkenankan masuk kesana. Ia harus menunggu di luar. Ia sempat mendebat perawat kalau ia harus mendampingi kakaknya –karena Sehun tidak mungkin mengatakan kalau orang itu adalah kekasihnya. Namun perawat itu tetap melarang Sehun.

“ Anda percayakan saja kakak anda kepada kami. “

                Akhirnya Sehun menyerah. Ia duduk di ruang tunggu dengan penuh kecemasan. 20 menit kemudian seorang dokter menghampiri pria berambut pirang itu.

“ Bagaimana keadaan Luhan? “
“ Tuan Xi Luhan saat ini sudah mendapat pertolongan pertama. “
“ Apa penyakitnya? “
“ Kami masih melakukan tes darah terhadapnya. Dugaan sementara, Tuan Xi terserang demam berdarah. Ia juga menderita anemia akut. “

                Sehun menutup wajahnya dengan telapak tangan. Mengapa Luhan harus seperti ini?
“ Boleh saya melihat keadaannya? “
“ Silakan. “

                Sehun membungkukkan badannya lantas bergegas menghampiri Luhan. Di hadapannya, Luhan masih terbaring lemah di atas tempat tidur. Di tangan kirinya terdapat sebuah selang kecil yang terhubung dengan botol infus.

“ Sehun.. aku baik-baik saja. “
“ Tidak. Kau tidak baik-baik saja. “
“ Aku ingin pulang. “
“ Tidak, Lulu. Kau harus dirawat. Setidaknya selama 10 hari. “
“ Tapi… “
“ Tapi kau harus sembuh. “

                Luhan memalingkan wajahnya. Ia sebenarnya tidak mau seperti ini. Merepotkan Sehun dan membuatnya khawatir.

“ I’m sorry. “
“ What? “
“ Aku selalu merepotkanmu, Sehun. “

                Sehun menggenggam tangan Luhan. Secara perlahan, Luhan menolehkan wajahnya pada Sehun. Ditatapnya wajah kekasihnya itu. Ada perasaan cinta yang teramat besar yang terpancar dari sorot matanya dan Luhan bisa merasakan itu.

“ I love you. “

                Sehun lantas mengecup kening Luhan dengan lembut.

“ I’ll beside of you. Forever. I’ll never leave you alone. “
“ You promise? “
“ I promise. “
---

                Sehun meminta Luhan dirawat di ruang VIP. Meskipun Luhan sempat menolak dan meminta dirawat di kelas 2, Sehun tetap kukuh dengan pendiriannya.

“ Aku ingin kau cepat sembuh. “ itu alasan yang selalu diutarakan Sehun. Dan yang bisa dilakukan Luhan hanyalah menurut.

Selama Luhan dirawat, Sehun ikut menginap di rumah sakit. Saat pulang kerja, Sehun membelikan buah-buahan atau kue kesukaan Luhan. Saat malam, Sehun tidak pernah tidur mendahului Luhan. Ia baru tidur setelah memastikan Luhan sudah terlelap.

                Sementara setiap tengah malam, Luhan selalu terbangun. Ia menyaksikan Sehun tertidur di sofa yang ada di sudut kamar. Dan bisa dipastikan Luhan selalu menitikkan air mata. Jika sudah begitu, maka Luhan akan turun dari tempat tidurnya. Mengecup kening Sehun dan menyelimuti Sehun dengan selimut cadangan yang diminta Luhan pada seorang perawat. Dan keesokan harinya, Sehun akan bingung darimana selimut itu berasal.

“ Seingatku aku tidak memakai selimut. “
“ Mungkin kau lupa. “

                Dan itu terus berlanjut sampai Luhan boleh pulang keesokan harinya.
---

                Sehun membuka pintu apartemennya. Luhan agak terkejut karena tidak kotor.

“ Aku menyewa orang untuk membersihkan tempat ini selama kita tidak di rumah. “

                Luhan hanya tersenyum. Tubuhnya masih terasa lemas. Wajahnya juga masih pucat. Luhan langsung menuju tempat tidur dan merebahkan diri di sana.

“ Lulu, kau kenapa? “
“ Aku masih lemas. Bolehkah aku tidur? “
“ Tentu saja. “
“ Sehun? “
“ Ya? “
“ Maukah kau menciumku? “

                Sehun tersenyum mendengar pertanyaan Luhan. Ia lantas menghampiri kekasihnya dan mencium bibirnya. Lama dan lembut.

“ Tidurlah. Kau belum pulih benar. “

                Luhan mengangguk lantas memejamkan matanya.

Selama masa pemulihan, Sehun benar-benar memperhatikan Luhan. Ia selalu membelikan makanan sehat untuk Luhan. Mengontrol jadwal minum obat bagi Luhan. Luhan juga berusaha makan dengan banyak karena ia kehilangan banyak berat badan. Ia ingin cepat sembuh. Ia tidak mau Sehun terus mengkhawatirkannya. Ia ingin seperti dulu. Selalu bahagia dengan Sehun.
---

“ Minggu depan? “
    
            Luhan yang masih membaca koran, menoleh pada Sehun yang masih berbicara dengan Tuan Junmyun di telpon. 

“ Tapi mengapa mendadak sekali, Sajangnim? Hh.. baiklah. Saya akan mulai mempersiapkannya. Ne. “
“ Ada apa? “ tanya Luhan saat Sehun selesai dengan telponnya.
“ Minggu depan aku harus ke luar kota. Ada rapat direksi. “
“ Berapa lama? “
“ 2 minggu. “
“ 2 minggu? Lama sekali? “

                Sehun menggigit bibirnya. Ia sebenarnya tidak tega meninggalkan Luhan sendirian. Apalagi Luhan belum sembuh benar. Tentu Luhan masih sangat membutuhkan Sehun.

“ Tidak apa. Itu tugas, Sehun. Kau harus menjalankan sebaik-baiknya. “

                Sehun terkejut saat Luhan berkata seperti itu, dengan menggenggam tangannya.

“ Kau yakin, Lulu? “ tanya Sehun lagi. Dan untuk kesekian kalinya, Luhan mengangguk sambil tersenyum.
“ Terimakasih, Luhan. “

                Akhirnya minggu depan itu tiba. Sehun berkemas untuk dinasnya ke luar kota. Luhan membantunya menyiapkan apa-apa saja yang Sehun butuhkan.

“ Jangan lupa makan. “ pesan Luhan.
“ Kau juga. Jangan lupa minum obatmu. Kalau kau tidur, pakai baju hangat. Aku akan sering menelponmu. “
“ Aku akan merindukanmu, Sehun. “
“ Aku hanya pergi 2 minggu. “

                Luhan mengangguk. Sehun lantas menarik koper besarnya dan Luhan mengantar kekasihnya sampai ke ambang pintu.

“ Hati-hati, Sehun. “

                Luhan menundukkan kepala untuk menyembunyikan air matanya. Sehun lantas mengangkat dagu Luhan dan mencium bibirnya. Dalam dan lama. Seusai mencium Luhan, Sehun memeluk pria mungilnya.

“ Jangan menangis, Luhan. Itu akan memperberat langkahku. “
“ Maaf. Aku hanya merasa akan sangat merindukanmu. “
“ Aku juga. Aku akan segera pulang. “

                Luhan melepaskan diri dari pelukan Sehun. Diusapnya air mata yang sudah membanjiri wajahnya.
“Hati-hati. “
“ I love you. “
“ I love you too. “

                Lantas sosok Sehun menghilang perlahan dari hadapan Luhan. Luhan menutup pintu apartemen Sehun.

“ Awww.. “

                Luhan menyentuh ulu hatinya yang terasa nyeri. Ia sampai meringis kesakitan. Kenapa tiba-tiba rasa sakit muncul tiba-tiba? Apakah ini karena ia akan ditinggal Sehun selama 2 minggu? Ya. Pasti karena itu. Luhan lantas mengambil segelas air putih dan meminumnya. Namun ia belum juga merasa lebih baik.
---
    
            Dan tepat seperti apa yang dikatakan Sehun. Setiap hari Sehun selalu menelpon Luhan. Minimal 5 kali sehari. Hanya untuk memastikan keadaan Luhan. Apakah Luhan sudah makan, sudah minum obat, istirahat cukup, dan percakapan mereka akan selalu diakhiri dengan ‘ I love you ‘.
    
            Luhan memang selalu menuruti apa yang diperintahkan Sehun. Ia sudah banyak makan. Sudah minum obat teratur. Namun entah mengapa Luhan tidak juga merasa lebih baik. Bahkan Luhan merasa semakin hari ia semakin kurus saja. Tubuhnya juga sering mengalami kelelahan meskipun ia tidak melakukan kegiatan yang berat atau menguras tenaganya.

“ Sehun, kapan kau pulang? “
“ Besok. Ada apa? “
“ Tidak apa. Aku hanya… “
“ Luhan, are you okay? “
“ Yes. “

                Luhan tiba-tiba sesak nafas. Nafasnya memburu dengan cepat.
“ Sehun, sudah dulu, ya. “
“ Luhan… “
“ I love you. “

                Tanpa menunggu balasan I love you too dari Sehun, Luhan segera mematikan ponselnya. Ia tidak mau Sehun khawatir. Setelah nafasnya normal kembali, Luhan berbaring di tempat tidur. Ia tidak berani tidur. Takut nafasnya berhenti secara tiba-tiba. Maka ia tidak akan bisa melihat Sehun lagi. Selamanya.

                Akhirnya Sehun pulang keesokan harinya tepat pukul 10. Luhan sangat gembira. Hal yang ia lakukan pertama kali adalah memeluk Sehun.
“ Luhan, kau demam lagi? “

                Sehun  menyentuh kening Luhan. Sedikit lebih hangat. Namun Luhan justru tersenyum sambil menyingkirkan tangan Sehun dari keningnya.

“ Aku tidak apa-apa. “
“ Kau yakin? “
“ Sangat yakin. “
“ Sudah makan? “
“ Sudah. “
“ Minum obat? “
“ Sudah. “
“ Bagus. “

                Luhan hanya tersenyum tipis.

“ Luhan, apakah ini hanya perasaanku saja, atau memang kau lebih kurus? “
“ Sehun, kau hampir 2 minggu tidak bertemu denganku. Aku baik-baik saja. “
“ Ah, kau benar. Itu hanya perasaanku saja. “
---

                Meskipun sering mengatakan kalau ia baik-baik saja, namun kenyataannya tidak begitu. Semakin hari, Luhan semakin pasif. Ia bahkan memutuskan untuk keluar dari kantor tempatnya bekerja karena merasa tidak sanggup lagi untuk bekerja. Sehun juga mengijinkannya resign. Sehun menyadari ada yang berubah dari Luhan.

                Setiap tengah malam, Sehun selalu mendapati Luhan tengah berkeringat banyak. Padahal cuaca sedang dingin dan mereka juga tidak sedang bercinta. Namun keringat mengucur deras dari kening dan seluruh tubuh Luhan. Jika sudah begitu, Luhan akan tidur tanpa selimut.

“ Kau mau kuajak jalan-jalan? “ tanya Sehun saat mereka masih sarapan.
“ Tentu saja. Aku sudah lama tidak jalan-jalan denganmu. “

                Mereka bergegas mengganti pakaian. Kebetulan ini hari minggu. Sehun mengajak Luhan jalan-jalan di taman karena Luhan sangat menyukai suasananya. Sehun tidak lupa membawa camera miliknya untuk mengabadikan foto mereka berdua. Setelah cukup jalan-jalan dan berfoto, mereka singgah di sebuah café. Memesan 2 cangkir latte dan 2 potong cheese cake.

“ Luhan, apa kau yakin tidak perlu pergi ke dokter? “ Sehun benar-benar cemas dengan keadaan Luhan. Wajah Luhan sangat pucat. Ia juga menderita pilek.
“ Tidak apa. Kau jangan terlalu khawatir. “
“ Bagaimana bisa aku tidak khawatir? Keadaanmu sangat memprihatinkan, Lulu. “
“ Aku baik-baik saja. Aku hanya meminta kau jangan pergi jauh-jauh. “

                Sehun mengangguk. Kali ini Luhan benar-benar keras kepala. Ia tidak mau diajak ke dokter untuk memeriksakan keadaannya. Sehun khawatir demam berdarah Luhan kambuh lagi. Karena jika tidak segera ditangani, demam berdarah bisa menyebabkan kematian. Tentu Sehun tidak mau Luhan meninggal karena demam berdarah.

                Mereka pulang pukul 7 malam. Sehun sudah mulai terbiasa dengan Luhan yang selalu tidur tidak pernah lebih dari jam 9 malam. Dulu Luhan dan Sehun selalu tidur di atas jam 12 malam. Kini mereka juga jarang sekali bercinta. Sehun tidak mungkin memintanya melihat keadaan kekasihnya seperti ini. Membawa diri saja seolah tidak kuat. Bagaimana bisa Luhan melakukan hal yang memerlukan banyak tenaga seperti itu?

                Akhirnya Sehun ikut tidur lebih awal. Ia merebahkan diri pukul 8 malam. Menarik selimut dan menutup tubuh mereka berdua dengannya.
---

                Sehun mendadak terbuka matanya saat mendengar sesuatu mengusik tidurnya. Di sampingnya, Luhan masih mengejang kaku. Tangannya mencengkeram selimut. Matanya terpejam rapat. Sehun panik setengah mati. Ia berusaha membangunkan Luhan.

“ Luhan, bangunlah. Kau mimpi buruk? Luhan! Bangun, Sayang. Luhan. “

                Sehun menepuk-nepuk pipi Luhan. Namun usahanya sia-sia. Luhan tidak sedang mengalami mimpi buruk. Pria itu dalam keadaan sadar. Tubuh Luhan semakin mengejang. Saat matanya terbuka, nafas Luhan menjadi sesak. Mati-matian ia mengambil nafas.

“ Se… hunnn… “

                Mengucapkan nama Sehun saja sangat sulit. Sehun tidak tahu harus berbuat apa. Ia mulai menangis. Ia benar-benar takut hal buruk akan menimpa Luhan.
“ Luhan… “

                Setengah jam kemudian, keadaan Luhan mulai membaik. Ia sudah tidak mengejang. Nafasnya sudah mulai teratur.

“ Sehun, maaf. “

                Sehun langsung memeluk Luhan. Ia pikir tadi Luhan sudah sekarat. Ia benar-benar ketakutan. Sehun sangat yakin ada yang tidak beres dengan Luhan. Pria itu pasti sedang sakit parah.

“ Luhan, kau harus ke dokter. “
“ Tidak. “
“ Luhan mengapa kau begitu keras kepala? Kau tadi hampir mati, Luhan. Aku tidak mau! “

                Luhan memejamkan matanya. Ia mengusap kepala Sehun. Ia justru tersenyum di sela tangis sesenggukan.

“ Aku bahagia denganmu, Sehun. Aku bahagia ada yang memperhatikanku dan mencintaiku dengan tulus. “
“ Aku lebih bahagia kalau kau sembuh. Ayo kita ke dokter. “
“ Bisakah kau menunggu sampai besok pagi? Sekarang pukul 2 pagi. “

                Sehun melepas pelukannya. Ia menatap Luhan dalam-dalam.

“ Kau janji? “
“ Iya. “

                Sehun tersenyum. Ia lantas mencium singkat bibir Luhan. Ia usap kepala Luhan.
“ Kalau begitu tidurlah lagi. “
“ Aku takut tidur. “
“ Kenapa? “
“ Aku takut kalau aku tidur, aku tidak bisa bangun lagi. “
---

                Luhan melingkarkan syal ke sekitar lehernya. Hari ini ia dan Sehun akan pergi ke dokter lagi. Tiba-tiba ia mendengar Sehun berbicara melalui ponselnya. Luhan menghela nafas. Mengapa Sehun harus begini?

“ Ne. “

                Sehun menutup teleponnya dan menghampiri Luhan yang masih mematung di depan cermin.

“ Luhan, Maaf. Hari ini aku… “
“ Harus ke luar kota. Aku tahu. “
“ Maaf, Luhan. “
“ Kau meminta maaf setiap hari. No wonder. “
“ Aku akan mengantarmu sampai ke rumah sakit. “

                Luhan diam saja. Ia menyisir rambutnya. Saat ia meletakkan sisirnya di meja, tanpa ia sadar ada beberapa helai rambut yang tertinggal di sisirnya. Ia merapatkan baju hangat birunya.

“ Aku tidak apa-apa. Ayo kita pergi sekarang. “

                Sehun menatap Luhan yang berjalan mendahuluinya. Akhirnya ia mengikuti kekasihnya. Selama di mobil, Luhan lebih banyak diam. Ia memilih melihat jalan yang ia lalui lewat kaca samping mobil.

“ Luhan, kau marah padaku? “ tanya Sehun.
“ Kapan aku pernah marah padamu? “ Luhan balik bertanya tanpa menatap Sehun.
“ Tapi kau mendiamkanku. “
“ Aku hanya terlalu lemas untuk bicara. “

                Sehun menutup mulutnya. Ia tahu Luhan kecewa padanya. Ia memang patut didiamkan oleh Luhan. 20 menit kemudian mereka sampai di rumah sakit. Sehun mematikan mesin mobilnya.

“ Jangan membuat janji kalau kau tidak bisa menepatinya. “ ujar Luhan sambil melepas safety beltnya lantas turun dari mobil. Sehun bergegas menyusul Luhan.
“ Kau harus segera berangkat. Direktur menunggumu. “
“ Luhan, maaf. “
“ Tidak apa. Pergilah. Aku akan menemui dokter sendiri. “
“ I love you, Luhan. “

                Sehun lantas memeluk Luhan dan mengecup keningnya. Ia tidak peduli meskipun beberapa orang menatap mereka dengan ganjil.

“ I love you too. “
“ Aku berjanji akan segera pulang. “
“ Aku sudah bilang jangan membuat janji kalau kau tidak bisa menepatinya. “
“ Kali ini akan kutepati. “
“ Aku banyak mengharapkan itu. “

                Luhan lantas balik badan dan masuk ke rumah sakit. Sehun hanya bisa menatap punggung Luhan yang perlahan menjauh darinya. Lantas ia kembali ke mobil. Meninggalkan Luhan sendiri. Untuk kesekian kalinya.
---

3 minggu kemudian

                Sehun membuka pintu apartemennya. Ia langsung mencari Luhan. Dan ia temukan Luhan masih membuat segelas susu. Luhan tahu hari ini Sehun akan pulang. Dan begitu Sehun masuk, Luhan sudah menyadari kehadirannya. Ia tidak kaget saat Sehun memeluknya dari belakang.

“ Aku merindukanmu, Luhan? “
“ Benarkah? “

                Sehun langsung melepas pelukannya. Ia membalik tubuh Luhan agar menghadapnya. Ia tatap Luhan dengan heran.

“ Kenapa kau bertanya seperti itu? Kau tidak merindukanku? “
“ Aku merindukanmu. Sangat. “
“ Lantas mengapa kau bertanya seperti itu? “
“ Rasa rinduku sangat besar, Sehun. Sampai aku tidak tahu seberapa banyak rasa itu memenuhi hatiku. “

                Luhan membawa segelas susu di tangannya lantas duduk di ruang tamu besama Sehun. Mereka duduk bersebelahan.

“ Bagaimana hasil pemerikasaanmu? “ tanya Sehun sambil menatap Luhan yang masih meneguk susu hangatnya.
“ Anemiaku kambuh. “
“ Demam berdarahmu? “
“ Tidak. Hanya anemia. “
“ Kau yakin? “
“ Iya. “
“ Lantas mengapa kau selalu kejang tengah malam? Tubuhmu juga berkeringat banyak. “
“ Kata dokter perubaan suhu yang menyebabkan semuanya. Dia juga bilang aku terlalu lelah. “
“ Tidak ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku ‘kan, Luhan? “
“ Tidak ada. “
“ Bisa kulihat dokumen hasil pemeriksaanmu? “
“ Ada di kamar. Kau boleh melihatnya. “

                Sehun bergegas mengambil berkas hasil pemeriksaan Luhan dan membacanya dengan cermat. Anemia Luhan memang sudah akut. Dan itu membuat Luhan harus menenggak beberapa butir obat setiap harinya.

“ Aku akan sembuh dalam beberapa hari. “ Luhan berusaha meyakinkan Sehun. Namun sangat jelas kalau Luhan tidak akan sembuh dalam waktu dekat
“ Bagaimana kalau aku meminta pada dokter untuk merawatmu di rumah sakit lagi? “
“ Tidak! “ Luhan langsung menolak.

                Sehun mengangkat sebelah alisnya. Ia sangat heran pada Luhan. Mengapa pria ini selalu menolak dengan keras setiap kali diajak untuk berobat?

“ Aku tidak butuh mereka. Aku hanya butuh kau, Sehun. “
“ Luhan… “
“ Sehun, kumohon. Aku hanya butuh kau di sisiku. Jangan kemana-mana. “

                Luhan menenggelamkan wajahnya dalam pelukan Sehun. Ia kembali menangis. Sehun memeluk Luhan dengan erat.
“ Aku berjanji, Luhan. Aku tidak akan pergi. “
---

                Dan seperti janji-janji Sehun yang lainnya, Sehun tetap pergi. Ia tetap pergi jauh dari Luhan dalam waktu yang lama. Seharusnya Luhan tahu, kekasihnya orang sibuk. Seharusnya ia tidak terlalu menaruh harapan pada Sehun –agar tetap di sampingnya. Ia tahu itu tidak akan mungkin.

                Dan di penghujung musim gugur, Luhan merasa ia tidak sanggup lagi. Ia tidak bisa bertahan. Tubuhnya semakin ambruk. Pertahanannya rubuh saat dokter mengatakan semuanya.
---

                Luhan melipat syal biru miliknya dan memasukkannya ke dalam almari pakaian. Ia lantas membereskan tempat tidur, meskipun sebenarnya tidak perlu dibereskan karena semalam ia tidur sendirian. Sehun berada di luar kota 2 minggu belakangan ini. Tugas kantor memaksa Sehun selalu berada di luar kota. Dan Luhan hanya bisa menelan rasa rindunya pada pria jangkung yang sudah mengisi hidupnya selama hampir 3 tahun ini.

“ Sehun… “
“ Ada apa? “
“ I miss you… “

                Seusai berkata I miss you maka Luhan akan langsung mematikan teleponnya. Ia tahu Sehun sibuk. Dan yang ingin Luhan katakan hanyalah 3 kata itu. 3 kata sederhana yang sudah jarang Luhan dengar meluncur dari mulut Sehun.

                Saat masih membersihkan lantai dengan vacuum cleaner, seseorang membunyikan bel pintu apartemen. Dengan langkah lambat, Luhan membukakan pintu. Ditatapnya orang itu dengan sayu.

“ Ada yang bisa saya bantu? “ tanya Luhan ramah. Atau lebih tepatnya pelan.
“ Apakah anda Xi Luhan? “
“ Benar. Anda siapa? “
“ Saya Park Chanyeol. Teman Sehun. “
“ Ada perlu apa? “
“ Saya hanya ingin menyampaikan, masa kerja Sehun di Busan akan diperpanjang sampai 4 bulan ke depan. Jadi mungkin selama 4 bulan itu Sehun tidak akan pulang. “

                Luhan termenung mendengar penuturan Chanyeol. Kepalanya terlalu sakit untuk mencerna setiap kata yang dituturkan Chanyeol.

“ Anda baik-baik saja, Tuan Xi? Anda terlihat kurang sehat. “
“ Tidak. Aku baik-baik saja. “
“ Dan saya kesini bermaksud mengambil pakaian Sehun dalam jumlah yang lebih banyak. “
“ Jadi Sehun tidak akan pulang selama 4 bulan kedepan? “ Luhan mengulang apa yang dikatakan Chanyeol dan Chanyeol menjawabnya dengan sebuah anggukan.
“ Um, pakaian Sehun ada di almari sana. Silakan anda ambil sendiri. Saya masih terlalu lelah. “
“ Permisi. “

                Chanyeol lantas menuju almari pakaian milik Sehun dan Luhan. Ia mulai memasukkan pakaian Sehun ke sebuah koper besar yang sudah ia bawa. Sementara itu, Luhan berjalan menuju meja kerja Sehun. Diambilnya sepucuk kertas dan ia mulai menulis sebuah surat untuk Sehun. Tangan dan rahangnya bergetar saat ia menulis kata demi kata. Pelupuk matanya sudah dipenuhi genangan air. Ia melirik Chanyeol dan pria iitu belum selesai. Luhan mempercepat tulisannya. Setelah suratnya selesai, Luhan memasukkannya ke dalam sebuah amplop coklat yang biasa Sehun pakai saat memberikan surat tugas pada bawahannya.

                Pandangan Luhan kabur sesaat dan sekarang ia merasa ada sesuatu mengalir deras dari hidungnya. Ada setetes darah di lengan sweaternya. Cepat-cepat Luhan meraih beberapa lembar tisu dan mengelap bekas darah di hidungnya. Lantas tisu bekas tadi ia letakkan di atas meja kerja Sehun.

“ Saya rasa ini sudah cukup, Tuan Xi. “ ujar Chanyeol.
“ Baiklah. Tuan Park, boleh saya titip ini untuk Sehun? “

                Luhan memberikan sepucuk amplop coklat pada Chanyeol dan pria tinggi itu terkejut saat melihat ujung lengan sweater Luhan terdapat beberapa bercak darah.

“ Ah, baiklah. Akan saya berikan pada Sehun. Saya permisi dulu. “

                Luhan mengangguk. Chanyeol membungkukkan badan. Dan saat itu ia melihat di atas meja kerja Sehun berserakan beberapa lembar tisu yang penuh dengan noda darah. Lantas Chanyeol pergi.
---

“ Tapi Luhan terlihat sangat tidak sehat, Sehun. Kurasa kau harus segera menemuinya. “
“ Aku belum bisa pulang, Chanyeol. Aku harus kejar deadline. “
“ Deadline tidak lebih penting dari kekasihmu, Sehun. “
“ Jangan membuatku pusing, Chanyeol. “
         
       Chanyeol menghela nafas. Ia lantas memberikan sepucuk amplop coklat yang diberikan Luhan kemarin.
“ Luhan menitipkan ini padaku. Aku tidak tahu apa isinya. “
           
     Sehun menerimanya. Ia mengangguk.
“ Thanks. “

                Chanyeol keluar dari ruang kerja Sehun. Sehun meletakkan amplop pemberian Luhan di samping 
kalender duduk di meja kerjanya. Lantas kembali berkutat dengan file-file yang menumpuk dan layar komputer yang selalu membuat matanya sakit.

                Satu bulan Sehun berada di Busan. Amplop dari Luhan belum juga ia baca. Atau tepatnya karena ia lupa. Ia juga sepertinya lupa kalau di Seoul ada seseorang yang selalu menunggu telepon darinya. Yang selalu menahan rasa sakit agar ia bisa bertahan 3 bulan ke depan.

“ Hallo… “
“ Sehun… “

                Hati Sehun bergetar saat mendengar suara seseorang yang menelponnya.
“ Ada apa, Luhan? “
“ Bagaimana kabarmu? “
“ Aku baik-baik saja. Kau sendiri? “
“ Tidak lebih baik. “
“ Kau masih minum obat? “
“ Aku selalu minum obat. “
“ Kau belum sembuh? “
“ Belum. “
“ Sudah menemui dokter lagi? “
“ Aku menemui dokter 2 hari sekali. “
“ Lantas? “
“ Kau sudah membaca surat yang kuberikan? “
“ Suratmu… um, tentu saja. “
“ Syukurlah. Aku tidak bisa mengatakannya secara langsung. Jadi aku tulis lewat surat saja. “
“ Luhan, aku harus segera rapat. Dah… “
“ I love you… “
“ …. “
---

                Luhan menenggak obatnya. Hari ini ia mimisan sebanyak 4 kali. Seusai minum obat, Luhan menuju kebun kecil yang ada di samping rumahnya. Ia tidak lagi tinggal di apartemen Sehun. Beberapa hari yang lalu ibu angkatnya menemui Luhan dan mengajaknya tinggal bersama di sebuah rumah kecil yang ada di desa kecil di Beijing. Luhan mencoba menghubungi Sehun namun seperti biasanya Sehun tidak bisa dihubungi. Akhirnya Luhan pergi dari sana dengan sebuah sticky note di meja kerja Sehun.

                Di kebun kecil itu, Luhan menyiram sekumpulan bunga warna putih yang cantik. Ia tidak ingin bunga itu layu. Seperti dirinya saat ini. Tiba-tiba ia teringat pada Sehun. Apa yang sedang Sehun lakukan sekarang? Apakah Sehun mengingat dirinya? Kepalanya sakit. Ia kembali mimisan. Luhan mengambil sapu tangan yang ada di saku baju hangatnya dan mengelap hidungnya.

“ Luhan, apa yang kau lakukan di tengah salju begini? “ tegur ibunya yang baru pulang sambil membawa makanan.
“ Aku menyiram bunga ini. Agar tidak layu. “ ujar Luhan.
“ Tapi ini masih musim dingin. Tentu saja bunga itu layu, sayang. Itu bukan tanaman musim dingin. “
“ Tidak apa. Aku suka. “
“ Ayo masuk. “

                Ibu Luhan menarik pelan tangan Luhan. Mengajaknya masuk ke dalam rumah.
“ Kau mimisan lagi? “
“ Sudah biasa. “
“ Kau sudah minum obat? “
“ Sudah. “
“ Ibu belikan makanan hangat untukmu. “

             Luhan memegang sepasang sumpit dan memakan makanan yang disajikan ibunya. Seharian kemarin, ia sama sekali tidak makan. Semakin hari, tubuhnya semakin lemas.
“ Luhan, kurasa kau harus menuruti perkataan dokter. “
“ Kemoterapi? “
“ Iya. “
“ Aku tidak mau. “
“ Kau khawatir rambutmu akan habis, tapi kau tidak khawatir umurmu semakin berkurang? “
“ Semua orang berkurang umurnya setiap harinya. Ibu tidak perlu cemas. “

                Wanita itu hanya menghela nafas. Sementara Luhan tetap melanjutkan makannya.
---

                Bulan kedua di musim dingin.

Luhan menggigil keras. Tubuhnya kembali mengejang. Ia dilarikan ke rumah sakit pada malam hari. Di saat Beijing dilanda badai salju ringan. Akhirnya keputusan itu diambil.

“ Anda harus menjalani kemoterapi, Tuan Xi. Ini demi kebaikan anda. “
“ Tapi apakah rambutku dapat tumbuh kembali? “
“ Tentu saja. Anda tidak perlu khawatir. “

                Karena aku tidak mau Sehun semakin lupa padaku jika aku tidak punya rambut
Alasan Luhan tidak mau menjalani kemoterapi hanya itu. Alasan yang sangat sederhana. Karena alasan sederhana itulah Luhan rela menahan sakit setiap detiknya. Demi Sehun. Semuanya demi Sehun. Sehun-nya yang selalu ia cintai. Sehun-nya yang sudah mulai melupakannya.

                Seminggu seusai menjalani kemoterapi, Luhan mengirim e-mail pada Sehun. Berharap Sehun membalasnya, karena Sehun sudah tidak pernah membalas setiap sms yang dikirim Luhan.
Dan seperti sms Luhan yang lain, e-mail pun tidak dibalas oleh Sehun.
---

                Bulan ketiga musim dingin.

Luhan masih duduk di kursi kayu yang ada di kamarnya. Salju masih menyelimuti kota. Jendela kaca yang menghadap langsung ke kebun belakang rumah juga ikut tertutup salju. Pandangan Luhan kosong. Ia sudah tidak punya gairah hidup. Ini sudah bulan ke-4 sejak Sehun pergi. Namun ia belum juga mendapat kabar dari kekasihnya. Sakitnya juga bertambah parah.

                Kemoterapi ternyata tidak banyak membantu. Luhan tetap merasa sakit. Ibunya sering mendapati Luhan pingsan tiba-tiba saat masih melakukan sesuatu. Obat-obatan juga tidak mengurangi rasa sakitnya. Tidak bisa memperpanjang umurnya dan memberinya kesempatan untuk bisa bertemu Sehun lagi.

                Air mata Luhan jatuh membasahi kedua pipinya yang sudah kehilangan rona merahnya. Luhan jadi malas melihat kaca. Padahal dulu ia sangat suka berkaca. Karena jika melihat kaca, maka Luhan akan melihat seraut wajah yang sangat pucat. Dan yang Luhan tidak suka, itu adalah wajahnya.

               Luhan lantas berdiri dan mengambil syal yang diberikan Sehun di musim dingin tahun lalu. Dililitkannya syal itupada lehernya. Kemudian ia mengambil selembar kertas dan pulpen. Ia kembali duduk dan menulis sepucuk surat. Bukan sebuah surat yang panjang. Hanya beberapa kata. Seusai menulis surat, Luhan kembali memandang jendela. Tiba-tiba tubuhnya menggigil hebat. Ia tidak memanggil ibunya untuk mengambilkan baju hangat. Luhan berusaha menyunggingkan senyumnya. Ia merasa ini sudah waktunya.

               Sorot mata Luhan mulai kehilangan cahaya. Perlahan meredup dan akhirnya mata indah itu tertutup sempurna. Pulpen yang semula digenggamnya kuat juga jatuh ke lantai. Tangan kanannya terkulai. Luhan berusaha untuk bahagia. Ia harus bahagia. Namun ia masih merasa ada sesuatu yang melubangi hatinya. Bahkan di akhir waktunya, ia masih belum bisa menemui Sehun. Ia tidak bisa mengucapkan I love you pada orang yang paling ia cintai itu. Ia tidak bisa. Karena penyakitnya tidak memberinya kesempatan.
---
                Bulan pertama musim semi.

Sehun kembali ke Seoul dengan beragam emosi. Bahagia karena tugasnya sudah berakhir. Rindu yang teramat besar pada Luhan. Dengan cepat Sehun menuju lift yang akan membawanya ke apartemennya bersama Luhan yang terletak di lantai 12. Begitu sampai, Sehun langsung memutar pegangan pintu dan terbuka. Pintunya tidak terkunci?

                Sehun bergegas masuk. Namun ia tidak menemukan Luhan. Di kamar tidur, pantry, kamar mandi juga tidak ada. Apartemennya juga kotor. Apakah Luhan tidak sanggup membersihkan apartemennya karena terlalu sakit?

“ Luhan? Kau dimana? “

                Sehun mengambil ponselnya dan menelpon ponsel Luhan. Namun ia justru mendapat jawaban dari operator kalau nomor Luhan berada di luar jangkauan. Sehun mulai panik. Ia duduk di meja kerjanya dan menemukan sebuah sticky note yang mulai berdebu.

Sehunnie, aku memutuskan kembali ke Beijing. Ibuku yang meminta karena ia khawatir melihat keadaanku. Aku juga merasa harus ada yang merawatku. Aku tahu kau tidak sempat melakukannya. Kau sangat sibuk akhir-akhir ini. Aku juga tidak mau terlalu lama merepotkanmu.
Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja. Kuharap kau mau ke Beijing menemuiku. Itu jika kau sudah punya waktu. Kalau kau tidak punya waktu, aku tidak memaksa.

I love you

Xiao Luhan ^^

                Sekujur tubuh Sehun langsung dingin. Saat itu juga ia langsung berkemas dan memesan tiket pesawat menuju Beijing. Ia harus segera menemui Luhan. Ia merasa menjadi pria paling bodoh sedunia. Begitu selesai berkemas, Sehun langsung ke bandara dan bertolak ke Beijing.

“ Tunggu aku, Luhan. Aku akan segera menemuimu. “
---

                Berbekal alamat yang di tulis Luhan pada sticky note itu, Sehun menyewa sebuah taxi untuk menemukan alamat rumah Luhan. Akhirnya setelah 1 jam menyusuri seluruh kota, mereka sampai di sebuah perkampungan kecil yang ada di pinggir kota Beijing. Agak sulit karena bahasa mandarin Sehun sangat terbatas. Setelah bertanya kesana-sini, akhirnya mereka berhenti di sebuah rumah sederhana yang nampak asri. Sehun mengetuk pintu rumah sambil berharap orang pertama yang ia lihat adalah keksihnya, Luhan.

“ Ada yang bisa saya bantu? “

                Ternyata bukan Luhan. Yang membukakan pintu adalah wanita paruh baya yang ramah. Kedua mata wanita itu tampak sembab.

“ Apakah ini rumah Luhan? “
“ Benar. Ini rumah Luhan. Anda siapa? “
“ Saya Sehun. “

                Binar-binar bahagia langsung tampak dari sorot mata wanita itu. Ia langsung menggenggam tangan Sehun.

“ Akhirnya ka datang juga. Luhan sudah lama menunggumu. “

                Sehun tersenyum. Hatinya menghangat setelah tahu Luhan masih menunggunya. Ia segera masuk ke rumah itu.

“ Dimana Luhan? “
“ Masuklah ke kamarnya. Ayo kuantar. “

                Mereka lantas menuju sebuah kamar. Wanita itu membuka pintu kamar dan Sehun langsung mengerutkan keningnya. Yang ia lihat bukan Luhan. Tapi beberapa foto Luhan, kertas-kertas yang dipenuhi tulisan-tulisan, beberapa buah-buahan, wangi-wangian dan beberapa batang dupa yang masih mengepulkan asap. Di samping dupa itu ada sebuah guci beserta tutupnya berwarna putih Jantung Sehun mulai bertalu dengan keras. Jangan bilang….

“ Apa maksud ini semua, Nyonya? “

                Wanita itu justru menangis sesenggukan. Tangisnya kemudian pecah. Ia menyentuh bahu Sehun.

“ Luhan meninggal 6 minggu yang lalu. “

                Sehun menutup mulutnya. Ia tidak begitu saja percaya pada ucapan wanita ini. Tidak mungkin. Luhan tidak mungkin meninggal secepat ini.

“ Tapi Luhan hanya sakit anemia. Dia bisa sembuh. “
“ Itu bukan anemia seperti yang selalu ia katakan padamu, Nak. Luhan sakit leukimia. “
“ Leukimia? “
“ Leukimia mielositik kronis. “
---

                Sehun kembali ke Seoul seperti tanpa jiwa. Setiap malam ia menangis. Ia menyesal. Ia sudah menyia-nyiakan seseorang yang paling berarti dalam hidupnya. Ia teringat kata-kata terakhir yang ia dengar dari Luhan adalah I love you. Luhan adalah satu-satunya orang yang mencintai Sehun dan Sehun membiarkan orang itu pergi.

                Orang yang menunjukkan arah saat Sehun tersesat, memberi cahaya saat ia dalam gelap. Menyiramkan air saat ia dalam kekeringan. Orang yang menghembuskan angin saat ia bernafas. Dan kini orang itu telah tiada.

                Sehun membaringkan tubuhnya di tempat tidur yang selalu ia pakai bersama Luhan. Biasanya ia akan tidur dengan memeluk Luhan. Namun sekarang tempat tidur itu kosong. Sehun tidur dengan memeluk foto Luhan.

“ Good night, Luhan… “
“ Good night, Sehun… “
“ I love you… “
“ I love you too… “

---End--


EPILOG

Annyeong, Sehun…

Bagaimana kabarmu? Semoga kau selalu sehat.
Sehun, aku ingin mengatakan sesuatu. Kemarin aku kembali menemui dokter. Dan aku seperti tidak percaya dengan apa yang mereka ucapkan. Aku kembali melakukan tes darah dan hasilnya aku mengidap leukemia. Leukemia mielositik kronis. Stadium akhir.
Sehun, aku merindukanmu. Kapan kau pulang? Temanmu bilang kalau masa kerjamu di sana diperpanjang selama 4 bulan. Itu waktu yang sangat lama. Aku tidak tahu apakah aku bisa bertahan selama 4 bulan agar aku bisa bertemu denganmu lagi. Mereka bilang harapan hidupku hanya 4 bulan.

Sesekali, kembalilah ke Seoul. Kuharap kau masih bisa menemuiku dalam keadaan hidup. Bukan dalam keadaan aku sudah menjadi abu.

I love you

Xiao Luhan ^^
========================

                Sehunnie, aku terpaksa menjalani kemoterapi. Dokter bilang kemoterapi bisa membantuku untuk sembuh. Tapi yang menyedihkan, aku kehilangan banyak rambut. Aku botak, Sehun. Tapi kau masih mencintaiku, kan? Jangan kaget jika melihatku botak. Kekekeke ^^

                Sehunnie, kalau kau mencariku, datang saja ke Beijing. Aku tidak akan kembali ke Seoul. Aku senang berada di sini bersama ibuku. Cepat temui aku. Selagi aku masih hidup.
I love you
Xiao Luhan ^^

=============================
Dear Sehunnie…
Maaf. Aku tidak bisa bertahan lebih lama. Aku tidak sanggup. Penyakitku tidak memberikan kesempatan.
Sehunnie, jika kita tidak bisa bertemu sampai saat ini, kuharap kita masih bisa bersatu di kehidupan yang akan datang. Aku tidak sepenuhnya pergi. Aku akan selalu di sampingmu. Menemanimu setiap hari. Sepanjang siang dan malam. Kalau kau merindukanku, katakan saja “ I love you Luhan “ Maka aku akan ada di sampingmu. Aku akan tetap menjadi Luhan-mu yang dulu. mendengarkan setiap ceritamu, menjadi sandaran saat kau menangis, dan menjadi satu-satunya orang yang kau peluk saat kau tidur. Kita tidak berpisah, Sehun. Ini hanya masalah waktu. Dan aku rasa itu bukan masalah besar. Jangan sedih, Sehun. Kau harus tetap menjadi Sehun-ku yang kuat dan selalu ceria ^^
I love you
Xiao Luhan ^^

---
PS : Annyeonghaseyo~ 
Ini adalah fanfiction yang pertama aku posting di blog ini. Sebenernya ff ini aku buat sekitar awal tahun ini. Dan nggak nyangka aja kalau Luhan beneran 'ninggalin' Sehun. OTP kesayangan gue udah pecah :') semoga readers suka sama ff buatan aku. Leave a comment or something, please.

24 komentar:

  1. asli nyseeek thor :'(

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi jangan nangis :"
      makasih udah mampir ke blog dobibee ^^

      Hapus
  2. Nyampe nangiss......

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihi sini aku kasih tisu :"
      makasih udah mampir ke blog dobibee ^^

      Hapus
  3. ff-nya keren (y)
    feel-nya dapet bgt dan menguras air mata

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih ^^ duh duh sampe menguras air mata. apalagi bacanya kalo lagi kangen sama hunhan :"
      makasih udah mampir ke blog dobibee :)

      Hapus
  4. duh gua nangis min.
    keren min ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. aduh sampai nangis. sini dobibee kasih tisu :"
      makasih udah mampir :)

      Hapus
  5. sialan prolognya.. gue nyesek:")

    BalasHapus
  6. sialan prolognya.. gue nyesek:")

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwk authornya aja nyesek sendiri pas ngetik ini
      terimakasih sudah mampir ke blog dobibee ^^

      Hapus
    2. Dasar elu bikin gue nangis....
      kalo bsok pas pergi sekolah mata gue bengkak lu harus tanggung jawab

      Hapus
  7. Thor. Sumpah nangis bombai sama hati teriris tersayat bacanya :')
    ���� kitati thor. Sehun gitu amat
    Tapi aku suka yang angst angst

    BalasHapus
  8. Lu harus tanggung jawab.....
    mata gue bengkak....
    Gara gara baca ff elu

    BalasHapus
  9. Lu harus tanggung jawab.....
    mata gue bengkak....
    Gara gara baca ff elu

    BalasHapus
    Balasan
    1. apa salah gue :'( :v
      makasih udah mampir ke blog ini ^^

      Hapus
  10. Hiks hiks...
    Sumpah sampe mewek, mata udh kaya kena bogem😢
    Cinta bgt sama HunHan❤❤

    BalasHapus
    Balasan
    1. aduh ternyata cerita ini bikin mewek banyak orang :(
      makasih udah mampir di blog ini ^^

      Hapus
  11. Ini bagusss bangettt...tapi kenapa luhan merana bangettt sihhh. Sehun juga kenapa gak peka *nyeseekkk* ini OTP favoritku♥♥

    BalasHapus
  12. gue nangis thor :'(
    hunhan is the best pokoknya. sedih juga di real luhan beneran ninggalin sehun huhuhu :'(

    BalasHapus
  13. kok nyesek yah bacanya... 😭😭😭 keren thor critanya, gue telat bcanya...

    BalasHapus
  14. kok nyesek yah bacanya... 😭😭😭 keren thor critanya, gue telat bcanya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. lebih telat gue malah���� sumpa sih ini ff bagusss jadi ngikut sedih bacanya����

      Hapus