Annyeonghaseyo. Setelah lamaaaa banget gak posting fanfiction, akhirnya Dobibee balik sambil bawa fanfiction terbaru. Sebenernya udah nulis banyak ff cuma belum berani posting karena menurut Dobibee masih perlu banyak koreksi sana-sini. Tapi Dobibee janji bakal lebih banyak posting ff di blog ini. Okay readers, sebelumnya Dobibee minta maaf kalo ceritanya aneh atau ambigu. Special thanks to Sheila (VEOKIM) for the awesome cover. Disclaimer aja, ini cerita murni dari pemikiran Dobibee. Bukan hasil jiplakan atau saduran. Para pemain itu milik diri mereka sendiri/?
Dobibee juga minta krisar dari readers sekalian. Happy reading ^^
---
Title : A Letter
Main Cast : Nam Hyejin
Length : Oneshot
Genre : Fluff, romance
Author : Dobibee
Cover : Sheila (VEOKIM)
Hyejin
melirik jam tangan putih yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Ia
mendesah dengan berat. “Kenapa dia belum datang juga?” sambil sesekali ia
melihat ke kursi-kursi yang mulai terisi oleh pengunjung café. Hyejin
membalikkan badannya dengan lesu. Mungkin ia tidak datang hari ini.
“Nam Hyejin? Kau kenapa?” tegur salah seorang
temannya.
“A… aniya. Aku tidak apa-apa.” bantah Hyejin sambil
mengibaskan tangan.
“Kau sakit? Kau tampak lesu sekali.”
“Tidak. Aku tidak apa-apa.Kau tenang saja.”
Temannya
itu hanya mengangkat bahu lantas masuk ke pantry. Hyejin kembali menghela nafas
dan menyusul masuk pantry. Ia mengambil sebuah gelas dan menuang air putih dari
teko yang ada di meja. Gadis berusia 20 tahun itu bekerja di sebuah café
sebagai seorang waiters, mengumpulkan uang agar bisa kuliah di sebuah
universitas tahun depan.
“Aku tahu kenapa kau sangat lesu. Kau belum bertemu
dengannya, kan?” goda Hayi, teman Hyejin yang juga seorang waiters.Keduanya
sama-sama berusia 20 tahun. Lahir di tahun yang sama. Hanya saja Hyejin lebih
tua 3 bulan dari Hayi.
“Apa maksudmu, huh?”
“Aku benar, kan? Kalau kau sudah bertemu dengannya,
pasti kau langsung bersemangat.”
“Ish!” Hyejin menghabiskan air putih di dalam gelas
yang ia genggam. Meletakkan gelas itu di wastafel dan keluar dari pantry. Hayi
mengikutinya dari belakang. Tiba-tiba Hayi menabrak punggung Hyejin karena
Hyejin tiba-tiba menghentikan langkahnya.
“Hyejin, ada apa…”
“Hayi…”
Hayi
melangkah ke samping dan tersenyum miring. Ia melipat kedua tangannya di depan
dada dan menatap Hyejin, “Aku benar, kan? Nah, sekarang dia sudah datang. Cepat
hampiri dan catat pesanannya.”
“A.. aku..”
“Atau aku yang mencatat pesanannya?”
“Andwae!” Hyejin menarik tangan Hayi, mencegah gadis
itu melangkah lagi. “Biar aku saja.”
“Good.”
Hyejin
menghela nafas sekali, lantas menghampiri seorang pengunjung café yang duduk di
meja nomor 12. Begitu sampai di meja 12, Hyejin membungkukkan badan dan
bertanya,
“Selamat siang. Anda mau pesan apa?” sebisa mungkin Hyejin
membuat suaranya terdengar wajar.
“Um, chocolate
cupcakes topped with cookie dough dan segelas macchiato.”
“Chocolate cupcakes topped with cookie dough, satu
gelas macchiato. Mohon tunggu sebentar.”
Seusai
mencatat pesanan dari pria yang duduk di meja 12, Hyejin perlahan membalikkan
badannya. Ia menahan senyuman, dan secepat angin berlari menuju pantry.
“Lee Hayi… aku merasa lemas.” Seru Hyejin pada Hayi.
“Astaga! Wajahmu memerah.” Sahut Hayi sambil
mengipasi wajah Hyejin dengan kedua telapak tangan.
“Chocolate cupcakes topped with cookie dough, satu
macchiato meja nomor 12.” Teriak Hyejin dari pantry kepada koki yang ada dapur
melalui jendela kecil yang menghubungkan pantry dengan dapur. Seorang koki
menerima pesanannya dan Hyejin menunggu di pantry.
“Dia tersenyum padamu?” tanya Hayi.
“Sedikit. Tapi itu sudah bisa mengisi tenagaku
sampai nanti sore.”
“Dasar!”
Hyejin
tertawa kecil. Sudah sekitar 1 bulan ini ia tertarik pada seorang pengunjung
café yang rutin datang. Pria yang selalu duduk di meja nomor 03 atau 12. Datang
di antara pukul 12 sampai pukul 2 siang. Pria itu suka berlama-lama di dalam
café. Terkadang ia menikmati pesanan sambil membaca buku atau mengerjakan
sesuatu di laptop putihnya. Seperti saat ini. Hyejin mengintip dari pantry dan
pria itu tampak tenang.
Kalau tebakannya benar, pria itu berusia tidak jauh
dengannya.Sekitar 20 atau 21 tahun. Hyejin hanya bisa mengagumi pria itu dari
dalam pantry ini atau di sebelah kasir. Ia tidak mungkin mendekati pria itu.
Memangnya ia siapa?
“Pesanan meja 12.” Suara dari dapur membuyarkan
lamunan Hyejin. Ia menghampiri pesanan dan membawanya keluar.
“Good luck, sweetie.” Ujar Hayi memberi semangat. Hyejin
hanya tersenyum dan mengangguk. Sambil membawa sebuah nampan, ia berjalan
menuju meja 12.
“Chocolate cupcakes topped with cookie dough, satu
gelas macchiato. Selamat menikmati.”
“Oh, terimakasih.”
Hyejin
mengangguk dan melemparkan sebuah senyuman yang manis. Membalikkan badan karena
wajahnya pasti sudah semerah tomat. Saat melangkah,
“Um, nona.” Panggil pria meja 12 itu. Hyejin
menghentikan langkanya. Kedua matanya membulat. Apakah pria itu memanggilnya?
“I.. iya?” Hyejin memutar badannya perlahan. Kedua
matanya tampak berbinar menanti kalimat yang akan keluar dari mulut pria itu.
“Boleh aku…” jantung Hyejin berdetak sangat cepat.
“Meminta whipped cream tambahan?”
Kedua
bahu Hyejin merosot. Ia mengangguk lantas segera mengambil whipped cream dan
memberikannya pada pria itu. “Terimakasih.” Ujarnya. Hyejin mengangguk dan
berjalan menuju samping meja di kasir. Di sana ada Hayi dan juga Jihae.
“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Hayi.
“Tidak ada.” Jawab Hyejin singkat.
“Jangan bohong.”
“Aku tidak bohong.”
Hayi
menahan tawanya. Ia lantas menyikut lengan Hyejin. Hyejin menoleh dan membalas
Hayi. Keduanya saling menyikut dan itu membuat Jihae sedikit kesal.
“Hei! Jangan bertengkar di sini!”
---
Hyejin memakai nametag miliknya dan menatap cermin.
“I’m cool.” Gumamnya pelan. Ia lantas keluar dari pantry. Café belum terlalu
ramai karena baru saja buka. Hyejin memanfaatkan waktu untuk membersihkan meja
yang masih kosong dengan sebuah lap yang ia bawa. Sambil sesekali mulutnya
bersenandung kecil. Dari sini ia melihat Hayi masih mencatat pesanan di meja 7.
“Permisi.” Sapaan itu mengejutkan Hyejin. Dan yang
semakin membuatnya terkejut, orang yang menyapanya adalah pria itu. Yang selama
ini menarik perhatian Hyejin. Hyejin membungkukkan badannya lantas mundur satu
langkah. Ia tidak sadar kalau meja yang baru saja ia bersihkan adalah meja
nomor 12.
“Bisakah aku memesan?” tanya pria itu. Hyejin
mengangguk, mengeluarkan kertas kecil dari saku celemeknya dan pulpen dari saku
kemejanya.
“Mau pesan apa?”
“Um, kau punya saran?”
“Saran?”
“Oh, aku pesan..chocolate
mint skillet brownie.”
“Minumnya?”
“Green tea hangat.”
“Satu chocolate mint skillet brownie dan satu cup
green tea hangat. Mohon tunggu sebentar.”
Pria
itu mengangguk. Hyejin menuju pantry dan memberikan pesanan meja 12.
“Tumben sekali dia datang sepagi ini.” komentar Hayi
ketika melihat pria itu.
“Entahlah.”
“Kau tidak bertanya siapa namanya?”
“Apa kau gila?”
Hayi
hanya tertawa. Ia sangat suka menggoda Hyejin ketika pria itu datang. Bisa
dipastikan Hyejin akan langsung gugup dan salah tingkah.
“Meja nomor 7. Meja nomor 12.”
Keduanya
mengambil pesanan yang sudah jadi lantas mengantarkannya kepada sang pemesan.
Hyejin sudah sangat professional untuk bersikap tenang di hadapan pria itu.
“Selamat menikmati.” Ucapnya. Ia membungkuk lantas
berdiri di dekat kasir. Jihae tengah menghitung uang dari balik meja kasir. Tak
lama, Hayi menyusul dan mereka memperhatikan pria tampan di meja 12 itu. Ya,
pria itu tampan. Dengan rambut coklat terang, kulit yang putih bersih, manik
mata yang hitam dan selalu tajam saat menatap sesuatu.
Kening mereka berkerut saat melihat seorang
perempuan cantik datang ke café dan duduk di hadapan pria meja 12. Dan yang
semakin mengejutkan, perempuan itu menggenggam tangan si pria dan keduanya
tampak begitu dekat.
“Hyejin..kau tidak apa-apa, kan?” gumam Hayi. Hayi
menyentuh pundak Hyejin.
“Aku tidak apa-apa.” Hyejin menoleh dan Hayi bisa
melihat kedua mata Hyejin mulai berkaca-kaca.
“Hyejin..”
“Memangnya aku ini siapa? Tentu saja pria setampan
itu sudah mempunyai pacar.”
Hyejin
menyeka air matanya, kembali menatap pria dan gadis di meja 12. Mereka sangat
serasi. Tapi itu justru menyakiti hati Hyejin. Sakit sekali.
“Kau jangan menangis, Hyejin. Nanti kau tidak
terlihat cantik.” Hayi berkata jujur. Hyejin memang gadis yang cantik. Kedua
matanya berwarna kecoklatan dan selalu berbinar terang. Ia memang tidak terlalu
tinggi, tapi tidak sependek Hayi. Rambutnya tergerai panjang berwarna coklat
gelap. Hanya saja gadis itu tidak mudah untuk tertarik dengan seorang pria.
“Aku ke pantry saja.”
Hyejin
membalikkan badan dan berjalan menuju pantry. Benar-benar hari yang buruk. Ia
mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan memainkan game untuk mengurangi
rasa galaunya. Hanya 5 menit Hyejin bermain game hingga akhirnya ia keluar. Ia
kembali berdiri di samping Jihae dan Hayi.
“Pria di dunia ini tidak hanya dia, kan?” ujar
Hyejin pada kedua gadis di depannya.
“Right.” Sahut Jihae. Seorang pelanggan lantas
memanggil Hyejin. Hyejin menghampiri pelanggan yang seorang pemuda itu dan
mencatat pesanannya.Seusai mencatat pesanan, Hyejin berjalan melewati meja 12. Kedua
matanya menatap lekat ke pria itu. Dan sialnya, pria itu juga menatap Hyejin
yang lewat di sampingnya.Hyejin memalingkan wajahnya.“Lupakan dia, Nam Hyejin.”
Sekitar
30 menit kemudian, pria dan gadis di meja 12 itu berkemas untuk pergi. Hyejin
bersiap untuk membereskan bekas makan di meja 12. Ia berjalan pelan, dan saat
menyadari Hyejin, pria itu menoleh. Menatap Hyejin lekat-lekat. Hal itu membuat
Hyejin menghentikan langkahnya. Ia menahan nafasnya. Lantas sebuah senyuman
dilemparkan pria itu pada Hyejin.
Perlahan pria itu meninggalkan café. Ia dan sang
gadis sama sekali tidak menoleh ke belakang. Tangan keduanya bertautan. Hyejin
menghela nafas, begitu sampai di meja 12, ia membereskan gelas dan piring bekas
makan pria itu. Saat ia mengangkat cup bekas green tea, Hyejin menemukan
secarik kertas yang dilipat kecil.
Sambil sesekali menoleh ke sekitar, Hyejin segera
membuka kertas itu. Keningnya berkerut, lantas kedua matanya membulat ketika
membaca tulisan di sana.
Hai Nam Hyejin.
Namaku Kim Taehyung. Telepon aku setelah kau pulang,oke?66762782
Aku menunggu ^^
Hyejin menoleh ke pintu café dan ternyata pria itu
belum pergi dari sana. Ia menunggu sampai Hyejin membaca pesan darinya. Dan
ketika Hyejin mengangkat kepala, keduanya bertemu tatap. Pria itu, Kim Taehyung
tersenyum manis pada Hyejin. Hyejin mematung. Kedua matanya kembali berlinang. Perlahan
Kim Taehyung meninggalkan pintu café dan benar-benar pergi.
Senyum
lebar langsung menyeruak di bibir Hyejin. Ia kembali melipat kertas itu dan
memasukkannya ke saku kemajanya. Segera ia membereskan bekas makan di meja 12
dan berlari ke pantry.
“Lee Hayi…” seru Hyejin seraya berlari. Ia harus
segera menceritakan ini pada Hayi.
-END-
0 komentar:
Posting Komentar