Senin, 29 Desember 2014

[FANFICTION] A LETTER

Annyeonghaseyo. Setelah lamaaaa banget gak posting fanfiction, akhirnya Dobibee balik sambil bawa fanfiction terbaru. Sebenernya udah nulis banyak ff cuma belum berani posting karena menurut Dobibee masih perlu banyak koreksi sana-sini. Tapi Dobibee janji bakal lebih banyak posting ff di blog ini. Okay readers, sebelumnya Dobibee minta maaf kalo ceritanya aneh atau ambigu. Special thanks to Sheila (VEOKIM) for the awesome cover. Disclaimer aja, ini cerita murni dari pemikiran Dobibee. Bukan hasil jiplakan atau saduran. Para pemain itu milik diri mereka sendiri/?

Dobibee juga minta krisar dari readers sekalian. Happy reading ^^

---


Title : A Letter

Main Cast : Nam Hyejin

Length : Oneshot

Genre : Fluff, romance

Author : Dobibee

Cover : Sheila (VEOKIM)


            Hyejin melirik jam tangan putih yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Ia mendesah dengan berat. “Kenapa dia belum datang juga?” sambil sesekali ia melihat ke kursi-kursi yang mulai terisi oleh pengunjung café. Hyejin membalikkan badannya dengan lesu. Mungkin ia tidak datang hari ini. 

 

“Nam Hyejin? Kau kenapa?” tegur salah seorang temannya. 

“A… aniya. Aku tidak apa-apa.” bantah Hyejin sambil mengibaskan tangan.

“Kau sakit? Kau tampak lesu sekali.”

“Tidak. Aku tidak apa-apa.Kau tenang saja.”

            Temannya itu hanya mengangkat bahu lantas masuk ke pantry. Hyejin kembali menghela nafas dan menyusul masuk pantry. Ia mengambil sebuah gelas dan menuang air putih dari teko yang ada di meja. Gadis berusia 20 tahun itu bekerja di sebuah café sebagai seorang waiters, mengumpulkan uang agar bisa kuliah di sebuah universitas tahun depan.

“Aku tahu kenapa kau sangat lesu. Kau belum bertemu dengannya, kan?” goda Hayi, teman Hyejin yang juga seorang waiters.Keduanya sama-sama berusia 20 tahun. Lahir di tahun yang sama. Hanya saja Hyejin lebih tua 3 bulan dari Hayi.

“Apa maksudmu, huh?”

“Aku benar, kan? Kalau kau sudah bertemu dengannya, pasti kau langsung bersemangat.”

“Ish!” Hyejin menghabiskan air putih di dalam gelas yang ia genggam. Meletakkan gelas itu di wastafel dan keluar dari pantry. Hayi mengikutinya dari belakang. Tiba-tiba Hayi menabrak punggung Hyejin karena Hyejin tiba-tiba menghentikan langkahnya.

“Hyejin, ada apa…”

“Hayi…”

            Hayi melangkah ke samping dan tersenyum miring. Ia melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap Hyejin, “Aku benar, kan? Nah, sekarang dia sudah datang. Cepat hampiri dan catat pesanannya.”

“A.. aku..”

“Atau aku yang mencatat pesanannya?”

“Andwae!” Hyejin menarik tangan Hayi, mencegah gadis itu melangkah lagi. “Biar aku saja.”

“Good.”

            Hyejin menghela nafas sekali, lantas menghampiri seorang pengunjung café yang duduk di meja nomor 12. Begitu sampai di meja 12, Hyejin membungkukkan badan dan bertanya,

“Selamat siang. Anda mau pesan apa?” sebisa mungkin Hyejin membuat suaranya terdengar wajar.

“Um, chocolate cupcakes topped with cookie dough dan segelas macchiato.”

“Chocolate cupcakes topped with cookie dough, satu gelas macchiato. Mohon tunggu sebentar.”

            Seusai mencatat pesanan dari pria yang duduk di meja 12, Hyejin perlahan membalikkan badannya. Ia menahan senyuman, dan secepat angin berlari menuju pantry.

“Lee Hayi… aku merasa lemas.” Seru Hyejin pada Hayi.

“Astaga! Wajahmu memerah.” Sahut Hayi sambil mengipasi wajah Hyejin dengan kedua telapak tangan.

“Chocolate cupcakes topped with cookie dough, satu macchiato meja nomor 12.” Teriak Hyejin dari pantry kepada koki yang ada dapur melalui jendela kecil yang menghubungkan pantry dengan dapur. Seorang koki menerima pesanannya dan Hyejin menunggu di pantry.

“Dia tersenyum padamu?” tanya Hayi.

“Sedikit. Tapi itu sudah bisa mengisi tenagaku sampai nanti sore.”

“Dasar!”

            Hyejin tertawa kecil. Sudah sekitar 1 bulan ini ia tertarik pada seorang pengunjung café yang rutin datang. Pria yang selalu duduk di meja nomor 03 atau 12. Datang di antara pukul 12 sampai pukul 2 siang. Pria itu suka berlama-lama di dalam café. Terkadang ia menikmati pesanan sambil membaca buku atau mengerjakan sesuatu di laptop putihnya. Seperti saat ini. Hyejin mengintip dari pantry dan pria itu tampak tenang.

Kalau tebakannya benar, pria itu berusia tidak jauh dengannya.Sekitar 20 atau 21 tahun. Hyejin hanya bisa mengagumi pria itu dari dalam pantry ini atau di sebelah kasir. Ia tidak mungkin mendekati pria itu. Memangnya ia siapa?

“Pesanan meja 12.” Suara dari dapur membuyarkan lamunan Hyejin. Ia menghampiri pesanan dan membawanya keluar.

“Good luck, sweetie.” Ujar Hayi memberi semangat. Hyejin hanya tersenyum dan mengangguk. Sambil membawa sebuah nampan, ia berjalan menuju meja 12.

“Chocolate cupcakes topped with cookie dough, satu gelas macchiato. Selamat menikmati.”

“Oh, terimakasih.”

            Hyejin mengangguk dan melemparkan sebuah senyuman yang manis. Membalikkan badan karena wajahnya pasti sudah semerah tomat. Saat melangkah,

“Um, nona.” Panggil pria meja 12 itu. Hyejin menghentikan langkanya. Kedua matanya membulat. Apakah pria itu memanggilnya?

“I.. iya?” Hyejin memutar badannya perlahan. Kedua matanya tampak berbinar menanti kalimat yang akan keluar dari mulut pria itu.

“Boleh aku…” jantung Hyejin berdetak sangat cepat.

“Meminta whipped cream tambahan?”

            Kedua bahu Hyejin merosot. Ia mengangguk lantas segera mengambil whipped cream dan memberikannya pada pria itu. “Terimakasih.” Ujarnya. Hyejin mengangguk dan berjalan menuju samping meja di kasir. Di sana ada Hayi dan juga Jihae.

“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Hayi.

“Tidak ada.” Jawab Hyejin singkat.

“Jangan bohong.”

“Aku tidak bohong.”

            Hayi menahan tawanya. Ia lantas menyikut lengan Hyejin. Hyejin menoleh dan membalas Hayi. Keduanya saling menyikut dan itu membuat Jihae sedikit kesal.

“Hei! Jangan bertengkar di sini!”

---

Hyejin memakai nametag miliknya dan menatap cermin. “I’m cool.” Gumamnya pelan. Ia lantas keluar dari pantry. Café belum terlalu ramai karena baru saja buka. Hyejin memanfaatkan waktu untuk membersihkan meja yang masih kosong dengan sebuah lap yang ia bawa. Sambil sesekali mulutnya bersenandung kecil. Dari sini ia melihat Hayi masih mencatat pesanan di meja 7.

“Permisi.” Sapaan itu mengejutkan Hyejin. Dan yang semakin membuatnya terkejut, orang yang menyapanya adalah pria itu. Yang selama ini menarik perhatian Hyejin. Hyejin membungkukkan badannya lantas mundur satu langkah. Ia tidak sadar kalau meja yang baru saja ia bersihkan adalah meja nomor 12.

“Bisakah aku memesan?” tanya pria itu. Hyejin mengangguk, mengeluarkan kertas kecil dari saku celemeknya dan pulpen dari saku kemejanya.

“Mau pesan apa?”

“Um, kau punya saran?”

“Saran?”

“Oh, aku pesan..chocolate mint skillet brownie.”

“Minumnya?”

“Green tea hangat.”

“Satu chocolate mint skillet brownie dan satu cup green tea hangat. Mohon tunggu sebentar.”

            Pria itu mengangguk. Hyejin menuju pantry dan memberikan pesanan meja 12.

“Tumben sekali dia datang sepagi ini.” komentar Hayi ketika melihat pria itu.

“Entahlah.”

“Kau tidak bertanya siapa namanya?”

“Apa kau gila?”

            Hayi hanya tertawa. Ia sangat suka menggoda Hyejin ketika pria itu datang. Bisa dipastikan Hyejin akan langsung gugup dan salah tingkah.

“Meja nomor 7. Meja nomor 12.”

            Keduanya mengambil pesanan yang sudah jadi lantas mengantarkannya kepada sang pemesan. Hyejin sudah sangat professional untuk bersikap tenang di hadapan pria itu.

“Selamat menikmati.” Ucapnya. Ia membungkuk lantas berdiri di dekat kasir. Jihae tengah menghitung uang dari balik meja kasir. Tak lama, Hayi menyusul dan mereka memperhatikan pria tampan di meja 12 itu. Ya, pria itu tampan. Dengan rambut coklat terang, kulit yang putih bersih, manik mata yang hitam dan selalu tajam saat menatap sesuatu.

Kening mereka berkerut saat melihat seorang perempuan cantik datang ke café dan duduk di hadapan pria meja 12. Dan yang semakin mengejutkan, perempuan itu menggenggam tangan si pria dan keduanya tampak begitu dekat.

“Hyejin..kau tidak apa-apa, kan?” gumam Hayi. Hayi menyentuh pundak Hyejin.

“Aku tidak apa-apa.” Hyejin menoleh dan Hayi bisa melihat kedua mata Hyejin mulai berkaca-kaca.

“Hyejin..”

“Memangnya aku ini siapa? Tentu saja pria setampan itu sudah mempunyai pacar.”

            Hyejin menyeka air matanya, kembali menatap pria dan gadis di meja 12. Mereka sangat serasi. Tapi itu justru menyakiti hati Hyejin. Sakit sekali.

“Kau jangan menangis, Hyejin. Nanti kau tidak terlihat cantik.” Hayi berkata jujur. Hyejin memang gadis yang cantik. Kedua matanya berwarna kecoklatan dan selalu berbinar terang. Ia memang tidak terlalu tinggi, tapi tidak sependek Hayi. Rambutnya tergerai panjang berwarna coklat gelap. Hanya saja gadis itu tidak mudah untuk tertarik dengan seorang pria.

“Aku ke pantry saja.”

            Hyejin membalikkan badan dan berjalan menuju pantry. Benar-benar hari yang buruk. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan memainkan game untuk mengurangi rasa galaunya. Hanya 5 menit Hyejin bermain game hingga akhirnya ia keluar. Ia kembali berdiri di samping Jihae dan Hayi.

“Pria di dunia ini tidak hanya dia, kan?” ujar Hyejin pada kedua gadis di depannya.

“Right.” Sahut Jihae. Seorang pelanggan lantas memanggil Hyejin. Hyejin menghampiri pelanggan yang seorang pemuda itu dan mencatat pesanannya.Seusai mencatat pesanan, Hyejin berjalan melewati meja 12. Kedua matanya menatap lekat ke pria itu. Dan sialnya, pria itu juga menatap Hyejin yang lewat di sampingnya.Hyejin memalingkan wajahnya.“Lupakan dia, Nam Hyejin.”

            Sekitar 30 menit kemudian, pria dan gadis di meja 12 itu berkemas untuk pergi. Hyejin bersiap untuk membereskan bekas makan di meja 12. Ia berjalan pelan, dan saat menyadari Hyejin, pria itu menoleh. Menatap Hyejin lekat-lekat. Hal itu membuat Hyejin menghentikan langkahnya. Ia menahan nafasnya. Lantas sebuah senyuman dilemparkan pria itu pada Hyejin.

Perlahan pria itu meninggalkan café. Ia dan sang gadis sama sekali tidak menoleh ke belakang. Tangan keduanya bertautan. Hyejin menghela nafas, begitu sampai di meja 12, ia membereskan gelas dan piring bekas makan pria itu. Saat ia mengangkat cup bekas green tea, Hyejin menemukan secarik kertas yang dilipat kecil.

Sambil sesekali menoleh ke sekitar, Hyejin segera membuka kertas itu. Keningnya berkerut, lantas kedua matanya membulat ketika membaca tulisan di sana.

Hai Nam Hyejin. Namaku Kim Taehyung. Telepon aku setelah kau pulang,oke?66762782

Aku menunggu ^^

Hyejin menoleh ke pintu café dan ternyata pria itu belum pergi dari sana. Ia menunggu sampai Hyejin membaca pesan darinya. Dan ketika Hyejin mengangkat kepala, keduanya bertemu tatap. Pria itu, Kim Taehyung tersenyum manis pada Hyejin. Hyejin mematung. Kedua matanya kembali berlinang. Perlahan Kim Taehyung meninggalkan pintu café dan benar-benar pergi.

            Senyum lebar langsung menyeruak di bibir Hyejin. Ia kembali melipat kertas itu dan memasukkannya ke saku kemajanya. Segera ia membereskan bekas makan di meja 12 dan berlari ke pantry.

“Lee Hayi…” seru Hyejin seraya berlari. Ia harus segera menceritakan ini pada Hayi.

-END-


0 komentar:

Posting Komentar